Badan Pengawas Pemilu atau disingkat Bawaslu merupakan lembaga dalam naungan Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DKKP) yang semula di bawah naungan Sekretariat Jendral (Setjen) Bawaslu. Yang mempunyai tugas mengawasi terkait pelanggaran-pelanggaran serta kecurangan dalam Pemilu maka dari itu Bawaslu Surabaya memiliki beberapa upaya untuk menanggulangi menjelang Pemilu.
Penanganan pelanggaran Pemilu tentunya tidak lepas dari hambatan dan kendala yang menghandang. Salah satunya adalah kurangnya sosialisasi kepada peserta Pemilu bahwa Bawaslu kabupaten/ kota dapat menangani pelanggaran Pemilu berupa pelanggaran administrasi Pemilu, tindak pidana Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, dan pelanggaran hukum lainnya yang terkait dengan Pemilu.
Setiap laporan masyarakat perihal pelanggaran Pemilu dan temuan yang diperoleh dari jajaran Bawaslu memiliki kedudukan yang sama. Maksudnya keduanya sama-sama wajib ditindaklanjuti oleh Bawaslu.
Baca Juga: Konflik Pemilu 2024: Memperdebatkan Kontroversi Tekait Durasi Masa Kampanye
Bawaslu punya tugas dan fungsi pengawasan, yakni mengawasi dan memastikan semua proses penyelenggaran Pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dasar hukum dalam melakukan penanganan pelanggaran Pemilu yakni berkaitan dengan proses/ mekanisme penanganan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum serta Peraturan Bersama Bawaslu.
Ada hal-hal yang perlu diketahui terkait mekanisme sebuah laporan pelanggaran Pemilu dapat diproses, syarat-syarat tersebut terdiri dari:
Syarat Formil:
- Identitas pelapor/ pihak yang berhak melaporkan;
- Pihak pelapor;
- Waktu pelaporan tidak melebihi 7 (tujuh) hari kerja dan/atau paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran Pemilu;
- Kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan pelanggaran dengan kartu tanda penduduk elektronik atau identitas lain.
Syarat Materil, yakni:
- Peristiwa dan uraian kejadian;
- Tempat peristiwa terjadi;
- Sanksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
- Bukti.
Laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan di antaranya memuat nama, dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu dan tempat terjadinya pelanggaran, dan uraian.
Laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan paling lam 7 hari kerja setelah terjadinya dugaan pelanggaran. Bila melebihi waktu yang ditetapkan tersebut, maka laporan atau aduan yang ada tidak bisa diproses.
Baca Juga: Pemilu 2024 Masih Mau Golput? Malu!
Dasar Hukum Penyusunan Laporan
Dasar hukum penyusunan laporan ini sendiri terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah mengatur juga tentang kewajiban Bawaslu kabupaten atau kota dan tentang laporan divisi penindakan pelanggaran Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten atau kota.
Pelanggaran Pemilu terbagi menjadi 4 (empat) jenis yakni pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, pelanggaran administratif Pemilu, tindak pidana Pemilu dan/atau pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.
Sanksi dalam pelanggaran penyelenggaraan Pemilu
Pengenaan sanksi bagi pelaku tindak pidana Pemilu ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ada 77 Pasal mengenai tindak pidana Pemilu tersebut, yaitu Pasal 448 sampai dengan Pasal 554.
Di dalam penjatuhan sanksi bagi pelaku tindak pidana Pemilu di Indonesia ini akan dikenakan sanksi baik berupa denda dan juga sanksi kurungan penjara.
- Pasal 48: “Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206, Pasal 207, dan Pasal 213, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000 (enam juta rupiah).”
- Pasal 490: “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).”
Penulis:
1. Yudo Sastra (1312000075)
2. Vinda Nur Aini (1312000079)
3. Dandy Wahyu (1312000134)
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi