Hai, pernah nggak sih kamu merasakan takut ditinggalkan atau dikecewakan dalam hubungan?
Kalau pernah, jangan khawatir ya, kamu nggak sendirian kok. Aku juga pernah mengalami itu, terutama dalam konteks percintaan. Awalnya, aku sangat takut untuk membuka hati sama orang baru, aku takut terlalu bergantung sama mereka dan khawatir kehilangan mereka suatu saat nanti.
Seiring berjalannya waktu, aku sempat merenung dan bertanya-tanya kepada diriku sendiri, apakah aku layak dicintai dan mencintai seseorang? Pertanyaan ini yang akhirnya membuat aku berani menerima kehadiran orang baru di hidupku dan memulai menjalani hubungan percintaan.
Semuanya awalnya berjalan dengan baik, akan tetapi lama-kelamaan, mulai timbul rasa kepemilikan, terlalu bergantung, ekspektasi berlebihan, dan selalu memiliki pikiran bahwa pasanganku akan meninggalkanku.
Namun, seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa rasa takut ini bukanlah bentuk cintaku kepadanya, melainkan ekspresi dari egoku yang ingin punya kendali, menguasai, dan memiliki pasanganku.
Penerapan mindfulness in relationship dapat membuka kesadaran terhadap pemahaman bahwa perasaan takut kehilangan dan ketakutan akan perpisahan berkaitan erat dengan rasa kepemilikan yang kuat.
Jon Kabat-Zinn, seorang ahli mindfulness terkemuka, mendefinisikan mindfulness sebagai kesadaran yang timbul melalui cara seseorang fokus pada saat ini dengan penerimaan tanpa penilaian. Dalam konteks ini, “kesadaran” mencakup pemahaman yang mendalam terhadap pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh tanpa terjebak dalam reaksi emosional yang berlebihan.
Kabat-Zinn memandang mindfulness sebagai suatu keadaan pikiran yang membantu individu merespon secara bijaksana terhadap stres, rasa sakit, atau tantangan kehidupan dengan tetap terhubung dengan momen saat ini.
Dalam diskusi kelas Psikologi Mindfulness yang aku ikuti pada semester 5 ini, ada beberapa insight yang dapat diterapkan dalam hubungan interpersonal.
Kesadaran akan realitas bahwa hubungan tidak selalu membawa kebahagiaan, namun juga didampingi oleh kesedihan, keduanya dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan. Hal tersebut membuka pintu pemahaman bahwa setiap pertemuan pasti juga akan ada perpisahan, inilah yang disebut istilah people come and go. Memang kenyataan itu sakit, namun kita harus sadar bahwa perpisahan adalah konsekuensi terbesar dari pertemuan.
Kesadaran ini menjadi kunci utama, mengingat hubungan merupakan cermin bagi diri kita sendiri. Melalui interaksi dengan orang lain, kita dapat memahami lebih dalam tentang diri kita, termasuk ketakutan, trauma, dan keinginan kita.
Dalam hubungan bukan hanya belajar tentang orang lain, tetapi juga tentang diri kita yang sebenarnya. Hal ini membuat aku mulai memahami bahwa hubungan yang sehat membutuhkan penerimaan apa adanya dan ketidakbergantungan pada hubungan tersebut.
Pentingnya memahami relasi pada saat ini tanpa terjebak pada keinginan dan harapan yang berlebihan. Konflik dalam hubungan dapat diminimalisir jika kita mampu memahami diri sendiri, orang lain, dan kondisi yang ada.
Kesadaran ini membawa kita pada perjalanan untuk mengatasi ketakutan ditinggalkan dan menciptakan kedamaian dalam hubungan.
Penerapan mindfulness in relationship bukan hanya terkait dengan aplikasi meditasi atau komunikasi secara sadar. Namun, ini juga melibatkan keterbukaan terhadap realitas hubungan, pengelolaan ekspektasi, dan penerimaan hubungan sebagaimana adanya. Dari penjelasan yang sudah aku jelaskan, point yang dapat diambil untuk menerapkan mindfulness in relationship, yaitu:
- Kesadaran akan Realitas Hubungan: Sadar bahwa hubungan memiliki sisi bahagia dan sedih, serta mengakui bahwa perpisahan adalah bagian alami dari pertemuan.
- Memahami Diri Sendiri: Gunakan interaksi dengan orang lain sebagai sarana pemahaman diri sendiri. Setiap interaksi mencerminkan nilai-nilai, keinginan, dan kebutuhan kita. Cara kita berhubungan mencerminkan sejauh mana kita menerima serta menghargai diri ini.
- Penerimaan dan Ketidakbergantungan: Bangun hubungan yang sehat dengan menerima pasangan sebagaimana adanya dan tidak bergantung secara berlebihan pada hubungan tersebut. Terlalu bergantung pada pasangan dapat menciptakan beban yang berlebihan dan menempatkan ekspektasi yang tidak realistis.
- Pemahaman Relasi Saat Ini: Hindari terjebak pada keinginan dan harapan berlebihan, fokus pada pemahaman relasi saat ini untuk mengurangi konflik. Dengan fokus pada momen sekarang, kita dapat lebih menghargai dinamika hubungan yang sedang berlangsung.
Melalui penerapan mindfulness dalam hubungan, harapanku adalah mampu mengatasi pikiran atas rasa ketakutan dan kekecewaan akan di tinggalkan di masa yang akan datang. Kesadaran akan realitas ini membuat aku paham bahwa setiap pertemuan akan berujung pada perpisahan.
Selain itu, dengan lebih memiliki kesadaran diri, aku ingin dapat lebih memahami bahwa dalam hubungan melibatkan saling memahami, menerima, dan menghargai satu sama lain. Aku juga ingin lebih menyadari bahwa konflik dalam hubungan dapat diatasi dengan pemahaman yang lebih mendalam terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi pada saat ini.
Melalui pemahaman dalam praktik mindfulness, diharapkan kita dapat menemukan kedamaian dalam hubungan interpersonal kita.
“When we understand ourselves, we become wiser in understanding others” membentuk dasar yang kokoh untuk hubungan yang sehat. Dengan demikian, kita dapat menjalani hubungan dengan lebih bijaksana dan penuh pengertian.
Penulis: Salwa Humaira Ramadhani
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Brawijaya
Daftar Pustaka
Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-based interventions in context: Past, present, and future. Clinical Psychology: Science and Practice, 10(2), 144-156.
Editor: I. Chairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News