Review Film Bumi Manusia

Review Film Bumi Manusia
Ilustrasi Film Bumi Manusia (Sumber: Penulis)

Kisah Cinta Pribumi dan Indo

Film ini mengisahkan dua anak manusia yang jatuh cinta pada awal abad 20 di tanah kolonial. Inilah kisah Minke dan Annelies. Cinta  hadir di hati Minke untuk Sorang Annelies, sejak mereka pertama kali bertemu di rumah Annelies. Minke, dia pemuda pribumi, Jawa totok. Sedangkan Annelies, dia gadis Indo Belanda anak seorang Nyai dan Tuan Mellema.

Bapak Minke adalah orang yang baru saja diangkat menjadi Bupati, dia tidak pernah setuju Minke ada hubungan dengan keluarga Nyai, pada masa itu posisi Nyai di masa itu dianggap sama rendah dengan hewan peliharaan.

Baca juga: Film Sinden Gaib, Teror Sinden Jagat Alam Gaib yang Diangkat Dari Kisah Nyata

Minke, merupakan pribumi yang bersekolah di kalangan orang Eropa. Orang yang selalu ingin tahu akan banyak hal tentang dunia modern. Dan dilihat dari interaksinya dengan Annelies, Minke tipe laki-laki yang pandai membesarkan hati seorang perempuan.

Bacaan Lainnya

Film ini secara langsung memberikan pem-belajaran kepada penonton tentang keberanian dalam memperjuangkan ketidakadilan. Cerita dalam film Bumi Manusia menjadikan pelajaran pada kita  agar lebih berani untuk memperjuangkan keadilan.

Bagaimana perjuangan seorang Pribumi untuk bisa mendapatkan keadilan. Bagaimana seorang minke memperjuangkan istrinya agar bisa tinggal bersamanya setelah ayahnya meninggal dan Annelies harus diambil dan di pulangkan ke Belanda secara paksa oleh keluarga dari ayahnya.

Baca juga: Review Film Munkar (2024): Film Horor yang Menceritakan Urban Legend Pesantren (Herlina) di Jawa Timur

Menurut saya, Film ini layak ditonton terutama bagi orang yang menyukai genre sejarah Indonesia, Romance yang dipadukan menjadi film yang mudah dicerna. Apalagi dengan bantuan Visualisasi seperti Zaman Belanda sangat khas di film ini.

Beberapa kelebihan film ini sangat terlihat dari penataan latar tempat, waktu, hingga karakter yang sudah menyerupai pada masa Belanda di Indonesia, serta sinematografi yang sangat mendukung semua elemen elemen zaman Belanda.

Kekurangan film ini berada di bahasa Belanda di beberapa karakter yang terlihat memaksakan, serta ada beberapa adegan yang mungkin tidak bisa ditonton anak dibawah umur dan dibeberapa adegan percakapn terkesan ada yang dipaksakan.

 

Penulis: Virsa Arief Wicaksono
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses