Menjadi Seorang Perempuan Harus Cantik dan Serba Bisa

perempuan harus cantik

Kita mengenal bahwa perempuan pertama di bumi ialah Siti Hawa. Mengenal bahwa beliau diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri Nabi Adam alaihis salam. Dari zaman awal penciptaan, Siti Hawa juga dikenal sebagai seseorang yang cemburuan, padahal di dunia (pada waktu itu) hanya ada mereka berdua. Mungkin hal itulah asal usul kecemburuan perempuan berasal.

Berbagai stigma positif dan negatif pun muncul ketika kata perempuan disebut. Seseorang yang mampu melakukan banyak pekerjaan, kata seseorang. Seseorang yang hanya mengandalkan air mata saja, kata seorang yang lainnya. Tentu saja, kita tidak bisa lepas dari stigma-stigma tersebut.

Permasalahan pada perempuan bukan hanya sampai di situ saja. Standar kecantikan yang telah ada bahkan saat Indonesia masih dalam masa penjajahan, semakin lama semakin mencekik karena perempuan seperti dipaksa mengikuti standar yang ada dan akan diremehkan ketika tidak bisa mengikutinya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca juga: Eksistensi Perempuan dalam Menyuarakan Pendapatnya

Di Indonesia sendiri, standar kecantikannya ialah dengan tubuh langsing, kulit putih, berambut lurus, dan juga modis. Sementara itu, di berbagai belahan negara lain standar kecantikan mereka pun berbeda-beda. Seperti halnya di Jepang yang menganggap perempuan bergigi gingsul adalah cantik.

Di Korea sendiri memiliki standar kecantikan, yaitu perempuan dengan wajah berbentuk V. Setelah melihat berbagai standar kecantikan di berbagai belahan negara tentu kita akan mengerti bahwa kecantikan itu sangatlah luas.

Jadi, kita jangan hanya terpaku pada satu standar kecantikan yang ada. Tidak apa-apa jika wajahmu masih ada jerawatnya. Tidak apa-apa jika kulitmu tidak putih. Tidak apa-apa jika kamu gemuk atau kurus, yang terpenting hal itu tidak mengganggumu saat tengah melakukan aktivitas.

Untuk penulis pribadi, seorang perempuan dapat dikatakan cantik apabila ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Seseorang yang menggantungkan kebahagiaan pada dirinya sendiri. Seseorang yang yakin dan percaya diri dengan segala yang ada pada dirinya. Seseorang yang memiliki wawasan yang luas dan seseorang yang berani. Kecantikan bukan hanya soal fisik belaka, kepribadian dan isi kepala adalah hal yang tidak kalah penting juga.

Baca juga: Kesetaraan Gender terhadap Kaum Perempuan

Seorang perempuan yang berkarir akan menuai komentar, “jadi perempuan jangan terlalu mandiri.” Belum lagi dengan stigma seorang perempuan harus berpendidikan atau tidak. Jika berpendidikan, orang akan mengatakan, “jangan sekolah tinggi-tinggi nanti nggak ada yang mau lho.” Jika tidak berpendidikan, orang pun akan mengatakan, “jadi seorang ibu harus berpendidikan. Mengasuh anak bukan hal yang gampang.”

Berbagai komentar ini dan itu tentang bagaimana perempuan harus melangkah tidak pernah berhenti. Untuk semua perempuan, tidak perlu menurunkan standar kalian. Tidak perlu takut akan dipandang “tidak laku” hanya karena memiliki jenjang pendidikan yang tinggi. Ingat akan kutipan, “lekuk badan siapa tak doyan, tapi kecerdasan bikin penasaran. Karena isi kepala ada-ada saja, dan isi celana itu-itu saja.”

Apakah “permasalahan” perempuan hanya sampai pada kecantikan dan pendidikan saja? Tentu saja tidak. Tuntutan untuk serba bisa tidak dapat lepas begitu saja. Seorang perempuan harus bisa memasak. Seorang perempuan harus bisa membereskan rumah.

Baca juga: Hukum Tidak Berguna dalam Mengurangi Ketidakadilan dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Seorang perempuan harus di rumah saja. Namun, ketika lelaki tidak bisa melakukan hal-hal tersebut, ada saja pemakluman yang mengatakan, “ya nggak apa-apa namanya juga anak laki-laki.” Sekarang kita bisa melihat berapa banyak ketidakadilan yang diterima perempuan.

Oleh karena itu, ada baiknya apabila kita semua memberikan sedikit pemakluman untuk para perempuan. Membiarkan perempuan menetapkan standar kecantikan untuk dirinya sendiri. Membiarkan perempuan memilih jalan hidupnya, untuk karir, keluarga, atau pendidikan. Membiarkan perempuan memiliki pilihan.

Penulis: Marisa Pancawati
Mahasiswa Prodi Manajemen Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI