Analisis Praktik Politik Uang dan Dampaknya terhadap Etika dalam Pemilihan Umum di Indonesia

Praktik Politik Uang
Ilustrasi Praktik Politik Uang (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Pendahuluan

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang adil dan representatif. Namun, sejak era reformasi, pemilu di Indonesia tidak terlepas dari berbagai tantangan, salah satunya adalah praktik politik uang (money politics). Fenomena ini telah mengganggu integritas pemilu dan menyebabkan proses politik di Indonesia semakin terdistorsi.

Politik uang, yang pada dasarnya merupakan bentuk suap, sering kali digunakan oleh para elit politik untuk meraih kekuasaan dengan mengorbankan prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan utama dalam kehidupan politik. Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang fenomena politik uang di Indonesia serta bagaimana penyimpangan ini merusak etika politik.

Politik Uang: Definisi dan Konteks di Indonesia

Politik uang atau money politics secara umum didefinisikan sebagai pemberian atau penerimaan uang atau barang berharga dengan tujuan memengaruhi keputusan atau tindakan seseorang dalam proses pemilu.

Arqon et al. (2024: 1-2) mendefinisikan politik uang sebagai “Suap yang digunakan untuk memperoleh posisi atau kekuasaan politik melalui pertukaran materi dengan suara pemilih”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah politik uang diartikan sebagai “uang sogok,” yang secara khusus merujuk pada tindakan suap dalam konteks pemilu untuk memenangkan kandidat tertentu.

Bacaan Lainnya

Fenomena politik uang telah menjadi tradisi buruk dalam setiap pemilu di Indonesia, mulai dari masa Orde Baru hingga era reformasi.

Pada masa Orde Baru, presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan kepala daerah diangkat langsung oleh presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Sistem ini menciptakan celah besar bagi praktik politik uang, di mana presiden memiliki kekuasaan mutlak dalam mengangkat pejabat-pejabat daerah, sering kali melalui pemberian suap untuk memastikan loyalitas mereka kepada pemerintah pusat.

Meskipun pada masa reformasi terjadi perubahan signifikan dengan diadakannya pemilihan umum langsung yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004, praktik politik uang tetap berlangsung hingga saat ini.

Bentuk dan Dampak Politik Uang

Politik uang tidak hanya terjadi dalam bentuk pemberian uang tunai kepada pemilih, tetapi juga melalui penyalahgunaan fasilitas umum dan sumber daya publik. Misalnya, dalam masa kampanye, kandidat sering kali memberikan bantuan berupa bahan bangunan untuk proyek pembangunan fasilitas umum di komunitas lokal.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memengaruhi masyarakat agar mendukung kandidat tersebut. Pada dasarnya, politik uang merupakan bentuk manipulasi suara yang merusak esensi demokrasi.

Seiring waktu, politik uang di Indonesia semakin menjadi masalah sistemik. Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Kompas menyebutkan bahwa pada pemilu 2024, Bareskrim Polri menemukan setidaknya 20 kasus politik uang yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

Kasus-kasus tersebut mencerminkan betapa rentannya proses pemilu terhadap praktik suap dan pembelian suara. Praktik politik uang semakin meningkat pada masa tenang sebelum pemilu, di mana para calon legislatif dan kandidat lainnya memberikan uang atau barang kepada pemilih dalam upaya memenangkan hati mereka di detik-detik terakhir.

Hubungan Politik dengan Etika

Secara teoretis, politik seharusnya berfungsi untuk menciptakan kebaikan bersama (common good). Aristoteles dalam bukunya Politika (2007: 15) menekankan bahwa politik dan etika sangat terkait erat, karena tujuan akhir dari tindakan politik adalah untuk mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama.

Etika politik menuntut agar setiap keputusan dan tindakan politik didasarkan pada moralitas dan keadilan, di mana kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas utama. Namun, di Indonesia, kenyataan sering kali berbicara sebaliknya.

Praktik politik uang merupakan salah satu bentuk penyimpangan terhadap etika politik, di mana tindakan suap-menyuap digunakan untuk memperoleh kekuasaan, tanpa mempertimbangkan dampak buruknya bagi masyarakat.

Kenyataan bahwa politik uang terus marak menunjukkan adanya pemisahan antara etika dan politik dalam praktiknya. Pemisahan ini mengakibatkan terabaikannya pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan politik, di mana kepentingan pribadi atau kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan publik.

Padahal, menurut Aristoteles, etika politik seharusnya berorientasi pada pencapaian kebajikan dan kebaikan bersama. Politik uang justru mengkhianati prinsip-prinsip dasar tersebut dengan mengutamakan keuntungan material di atas kesejahteraan rakyat.

Penutup

Politik uang merupakan tantangan serius bagi demokrasi dan etika politik di Indonesia. Praktik ini telah mengakar dalam sistem politik Indonesia sejak masa Orde Baru dan terus berlanjut hingga era reformasi.

Penyimpangan ini tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga mencederai nilai-nilai demokrasi yang seharusnya dijaga dengan baik. Sebagai pemilih, masyarakat harus lebih kritis dan cerdas dalam menghadapi politik uang.

Memahami esensi politik sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan bersama, serta menegakkan etika politik, menjadi kunci penting dalam membangun demokrasi yang lebih sehat dan berkeadilan. Politik uang harus diberantas demi masa depan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

 

Penulis: Andreas Supardi Eka
Mahasiswa Semester Satu IFTK Ledalero, Maumere

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses