Altruism, Gratitude and Forgiveness: Menapak Tilas Perjalanan Hidup Bahar Safar dalam Novel Janji Karya Tere Liye

Altruism, Gratitude and Forgiveness: Menapak Tilas Perjalanan Hidup Bahar Safar dalam Novel Janji Karya Tere Liye

Novel Janji merupakan salah satu karya fiksi karangan Tere Liye yang sangat populer. Novel ini berfokus pada tiga orang santri yaitu Hasan, Kaharudin, dan Baso yang menapak tilas perjalanan hidup Bahar.

Kisah hidup Bahar dipenuhi oleh makna nilai altruism (menolong tanpa pamrih), gratitude (rasa Syukur) , dan forgiveness (memaafkan), serta thanking your heroes yang mengubah jalan hidup banyak orang di kemudian hari.

Bahar Safar namanya, dikenal sebagai pemuda yang memiliki tabiat buruk seperti mabuk-mabukan, berjudi, berkelahi dan menyabung ayam. Bahar dipandang sebagai sosok yang selalu berbuat onar hingga menciptakan keributan.

Namun, Buya alias ayah (pendiri sekaligus pemimpin pesantren tempat Bahar disekolahkan) percaya bahwa ada sesuatu yang istimewa di dalam diri Bahar. Buya percaya, Bahar akan menepati janji yang ia titipkan kepada Bahar sebelum ia dikeluarkan dari pesantren Di kemudian hari, janji itu akan menuntun Bahar untuk menjalani hidup dengan penuh kebaikan.

Bacaan Lainnya

Bahar, meskipun tetangga dan orang-orang memilih untuk menghindarinya karena kebiasaan buruknya yang sering minum minuman keras, ia tidak pernah meminta imbalan apapun ketika membantu orang lain. Salah satunya ketika ia membantu Bibi Li (salah satu pelayan di rumah Bos Acong, ketua Geng Lotus Biru) menaikkan barang belanjaannya ke atas becak.

Saat itu, Bibi Li mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan kepada Bahar sebagai ucapan terima kasih karena telah membantunya. Namun, Bahar menolak uang tersebut. Selain itu, Bahar juga pernah menolong Asep, seorang tukang pijat keliling buta, yang sedang dikeroyok oleh empat pemuda berandalan.

Bahar yang baru pulang dari Capjiki (toko yang menjual minuman keras) tanpa berpikir panjang segera menolong Asep. Ia bahkan tidak ragu untuk bertarung melawan empat pemuda itu untuk melindungi Asep. Tindakan Bahar ini merupakan salah satu contoh altruism dengan motif empati untuk menolong orang lain tanpa berharap mendapatkan imbalan apapun.

Baca Juga: Analisis Semiotik dalam Novel “Hujan” Karya Tere Liye: Simbolisme Hujan, Ingatan, Teknologi, dan Cinta

Gratitude atau rasa Syukur, juga membersamai kisah perjalanan hidup Bahar dalam novel ini. Bahar pernah merasakan kehilangan, rasa bersalah, hingga kelaparan. Bahar sempat merasa marah dan merasa Tuhan tidak adil ketika istrinya, Delima, meninggal dalam sebuah kebakaran.

Bahar bekerja hingga lelah di sebuah tambang emas demi menghilangkan duka yang ia rasakan. tersebut dengan cara bekerja hingga kelelahan di sebuah tambang emas. Saat itulah ia bertemu Haryo, seorang anak pemilik warung pecel di daerah sekitar tambang. Haryo jugalah yang kemudian membuat Bahar merenungkan semua hal baik yang ia terima dalam hidupnya.

Rasa Syukur itu mulai tumbuh, ketika Bahar memahami bahwa kehidupan tidak selalu adil, namun Tuhan selalu memberikan kesempatan kedua. Bahar sadar, ia telah berbuat banyak salah selama hidupnya, namun Tuhan masih memberikan anugerah berupa kesempatan untuk hidup lebih baik. Bahar mulai menerima kenyataan dengan lapang dada, dan mulai mensyukuri setiap hal kecil dalam hidupnya.

Tidak berhenti di sana, forgiveness atau memaafkan merupakan nilai terbesar yang bisa kita ambil dari perjalanan hidup Bahar. Bahar tidak hanya memaafkan orang-orang yang pernah menganiaya dan berkata buruk tentang dirinya, namun ia juga memaafkan dirinya sendiri.

Seperti ketika ada seorang ibu-ibu yang memerintahkan anaknya yang SD untuk tidak bermain dekat-dekat dengan Bahar, karena Bahar saat itu masih sering minum minuman keras. Ibu-ibu tersebut merendahkan suaranya ketika memerintahkan anaknya, namun ekspresi kesal, dan lirik mata jijik diarahkan dengan sempurna kepada Bahar.

Baca Juga: Tranformasi Indonesia: Kereta Api, Buku, dan Tere Liye

Saat musim hujan datang, ibu-ibu tersebut sedang hamil tua. Ketika itu, atap kontrakannya tempias dan bocor. Alih-alih mengabaikannya, Bahar yang melihat ibu-ibu itu sedang kerepotan memutuskan membantu diam-diam. Ia memanjat atap kontrakan dari belakang, kemudian mengganti seng yang bocor dengan seng lainnya.

Ternyata, Bahar mengganti seng tersebut menggunakan seng kamar mandinya. Biarlah rumah kontrakannya yang bocor, jangan rumah kontrakan ibu-ibu itu. Dari penggalan cerita ini, Bahar telah menunjukkan Enright and colleagues, yaitu kondisi dimana ia meninggalkan kebencian, penilaian negatif, dan perilaku tak acuh kepada orang yang telah menyakitinya sambil menumbuhkan rasa belas kasih.

Di akhir cerita orang-orang yang pernah berhubungan dengan Bahar seperti Bos Acong, Asep, Mas Puji, Mansyur, Muhib, Saudagar Kaya, Pak Sueb, dan yang lainnya ingin berterima kasih kepada Bahar, karena tindakan-tindakan sederhana yang Bahar lakukan telah mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik di kemudian hari.

Rasa terima kasih ini merupakan perwujudan dari nilai thanking your heroes dengan mengungkapkan rasa terima kasih kepada Bahar sebagai orang yang telah berkorban dan berjasa dalam hidup mereka.

 

Penulis: Najwa Alya Indriyani
Mahasiswa Departemen Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta

 

Editor: I. Khairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses