Berdasarkan data Kementerian Sosial yang diambil dari Dashboard Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) SIKS-NG per-15 Desember 2020, jumlah anak terlantar di Indonesia sebanyak 67.368 orang, jumlah ini bisa saja meningkat pesat karena belum semua anak terlantar tercatat.
Anak-anak yang terlantar sebagian besar menjadi anak jalanan, mereka kerap kali menjadi korban kriminalitas yang tak hanya menyerang fisik tetapi juga kesehatan mentalnya. Terutama pada anak perempuan yang sangat rentan menjadi sasaran para penjahat kelamin (PK).
Kebanyakan anak-anak jalanan yang menjadi korban kekerasan seksual, Pada akhirnya terbunuh tragis oleh pelaku dengan alasan untuk menghapus jejak bukti kejahatan tersebut. kasus-kasus seperti ini kebanyakan tak mendapat perhatian yang membuat nyawa anak jalanan diluar sana melayang sia-sia.
Mengapa Anak Jalanan Rentan?
Anak jalanan hidup dalam kondisi yang sangat terbuka dan tak terlindungi. Mereka tidak punya rumah yang aman, pengasuhan yang memadai, atau akses ke pendidikan dan layanan kesehatan. Kondisi ini membuat mereka mudah dieksploitasi oleh pelaku kekerasan seksual.
Bahkan, dalam komunitas jalanan, ada yang menguasai wilayah dan memanfaatkan anak-anak sebagai korban pelecehan.
Macam-Macam Kekerasan Seksual pada Anak Jalanan
kekerasan seksual yang dialami oleh anak jalanan memiliki berbagai bentuk dari yang berupa visual hingga menyerang fisik mereka di antaranya:
- Eksibisionisme, atau mengekspos alat kelamin pelaku kepada anak dibawah umur;
- Melakukan kontak fisik, seperti memegang atau menyentuh dengan tujuan tertentu;
- Melakukan hubungan intim kepada anak
Regulasi Ada, Tapi Kenapa Perlindungan Masih Minim?
Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur perlindungan anak dari kekerasan seksual, seperti UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Namun, kenyataannya banyak kasus anak jalanan yang tidak mendapatkan keadilan. Hambatan dalam pelaporan, kurangnya akses ke layanan perlindungan, dan stigma sosial membuat anak-anak ini seringkali terabaikan.
Baca Juga: Eksploitasi Anak: Masihkah Kita Menutup Mata? Ini Saatnya Kita Bertindak!
Pasal-Pasal yang Berlaku tentang Kekerasan Seksual pada Anak
negara ini telah mengatur dengan sebaik baiknya undang-undang dan hukum tertentu untuk masalah ini sebagai berikut:
UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak
- Pasal 76D: Larangan memaksa anak melakukan persetubuhan.
- Pasal 76E: Larangan memaksa anak melakukan perbuatan cabul.
- Pasal 81: Hukuman 5–15 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp5 miliar untuk pelaku persetubuhan anak. Bisa ditambah kebiri kimia, chip, dan pengumuman identitas jika pelaku orang dekat korban.
- Pasal 82: Hukuman sama untuk pelaku pencabulan terhadap anak.
UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Mengatur jenis kekerasan seksual seperti eksploitasi anak, pemaksaan aborsi, kekerasan seksual berbasis elektronik, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
- Pasal 59: Negara wajib memberikan perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan seksual.
Namun apakah semua pasal-pasal yang ada hanya sekedar formalitas belaka, yang tak jelas dalam praktik penegakannya? atau hukum hanya akan berlaku bagi mereka yang memiliki status tertentu?
Dampak dari Kekerasan Seksual yang Terjadi pada Anak Jalanan
Sangat banyak dampak negatif yang akan terjadi pada diri korban bukan hanya tentang fisik tapi juga psikis korban akan mengalami trauma berkepanjangan yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka secara keseluruhan. Adapun beberapa dampak negatif yang menyerang kesehatan dan keselamatan korban seperti:
- Infeksi pada organ reproduksi ;
- Resiko tinggi penyakit menular seksual;
- Resiko kehamilan dini;
- Mengalami praktek aborsi yang tidak aman.
Anak Jalanan juga Anak bangsa
Anak jalanan adalah bagian dari bangsa ini. Mereka berhak mendapatkan perlindungan, pendidikan, dan masa depan yang layak. Negara harus berani bertindak tegas dan nyata, bukan hanya sekadar membuat regulasi tanpa implementasi.
Masyarakat juga harus membuka mata dan hati, menghilangkan stigma, serta ikut berperan aktif melindungi anak-anak yang rentan ini.
Anak jalanan juga termasuk generasi penerus bangsa mereka adalah masa depan indonesia. Negara dan pemerintahan itu sendiri harus memberikan perhatian khusus untuk bagaimana menyelamatkan mereka dari kegelapan yang menyelimuti. Anak jalanan sama berharganya dengan anak-anak yang lain, title “anak jalanan” pun bukan kehendak mereka.
Baca Juga: Maraknya Anak di Bawah Umur Mengamen dan Mengemis di Kota Medan
Anak jalanan yang mengalami tindak kriminalitas serta kekerasan seksual mirisnya jarang mendapat perhatian khusus.
Hampir seluruh korban hanya bisa diam membisu, tidak tahu harus kemana harus berlindung, parahnya bukan perlindungan yang mereka dapat justru mereka akan ditarik paksa untuk masuk ke dunia gelap seperti prostitusi dan perdagangan manusia, seolah olah mereka sangat tidak berharga dimata siapapun. Ini saatnya di mana negara harus mengambil alih segala peran dengan aksi yang dibutuhkan tanpa harus diminta.
Negara ini harus sadar akan betapa daruratnya masalah ini, Anak-anak jalanan telah jauh dari hak-hak mereka sebagai anak bangsa seperti mendapat pendidikan yang layak, hak atas identitas, hak atas perlindungan, hak atas kesehatan, hak atas keadilan dan lain sebagainya. Lagi-lagi ini tentang ketimpangan sosial dan keadilan yang seharusnya sama rata dihadapan Negara Hukum.
Penulis: Hanif Apriani Putri
Mahasiswa Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News