“Tantangan hidup tidak sama bagi semua orang, tapi kekuatan pilihan adalah penyeimbang yang hebat.”
Ketika hidup dihadapkan oleh banyak pilihan seringkali kita merasa sulit untuk menentukan. Sebagian dari kita mungkin berangan-angan untuk dapat kembali ke masa lalu. Ketika masih kecil, kita cenderung ingin cepat menjadi dewasa dan bisa menentukan pilihan sendiri.
Namun saat beranjak dewasa, ada rasa rindu akan masa kecil yang bebas tanpa tuntutan pilihan. Sisi emosional dalam diri kita cenderung mengingat hal-hal membekas yang pernah terjadi.
Terkadang realita seringkali tidak sesuai dengan ekspektasi. Tumbuh dewasa ternyata tidak seindah yang dibayangkan, banyak rintangan kehidupan yang terjadi.
Terutama peralihan dari masa remaja ke dewasa, banyak hal baru yang terjadi pada kehidupan kita. Pada rentang usia 18-25 tahun, kita mulai sibuk mencari jati diri dan peran (Robbins & Wilner, 2001).
Tidak lagi seperti saat kita remaja, di masa dewasa kita bertanggungjawab penuh atas pilihan yang kita tentukan. Kita mulai belajar mandiri secara emosional dan finansial. Saat menginjak dewasa, fokus tidak lagi hanya ke diri sendiri, tetapi juga ke orang-orang yang kita sayangi.
Setiap orang pastinya memiliki impiannya sendiri dan berusaha untuk mewujudkannya. Ada yang ingin sekali masuk ke perguruan tinggi, mereka belajar mati-matian.
Ada yang baru lulus kuliah, mereka terus mencari lowongan kerja. Ada yang melamar pekerjaan, tetapi tidak kunjung di-interview. Bukan hanya itu, terkadang masalah percintaan pun juga tidak luput dirasakan.
Hal ini jika tidak dapat terealisasikan dapat berpotensi menyebabkan kesulitan. Krisis seperempat abad yang umum dialami saat masa dewasa awal menjadi hambatan jika tidak dapat diatasi dengan benar.
Quarter-life Crisis
Menurut dokter peneliti, yaitu Dr. Oliver Robinson, menyatakan bahwa quarter-life crisis disebabkan oleh rasa ketidakamanan, depresi, kekecewaan dan kesepian. Berdasarkan pernyataan tersebut, adanya kebingungan ketika dihadapkan oleh pilihan menyebabkan seseorang mengalami quarter-life crisis.
Namun perlu diingat bahwa hal ini menjadi normal dialami oleh seseorang, tetapi tidak umum. Intinya, quarter-life crisis terjadi ketika seseorang merasakan perlu untuk melakukan perubahan yang berpengaruh dalam hidupnya. Perlu kita ketahui, quarter-life crisis ini bukan bentuk dari gangguan jiwa, tetapi merupakan salah satu fase kehidupan yang dapat menyebabkan hambatan dalam diri seseorang.
Dikutip dari postingan @nyala.frasa di Instagram, generasi strawberry adalah istilah yang disematkan untuk menggambarkan kondisi anak muda zaman sekarang. Terlihat apik dari luar, tetapi mudah hancur ketika mendapat tekanan.
Dalam proses mencari jati diri, terdapat dua posisi: locked in yaitu kondisi ketika seseorang terjebak dalam peran yang tidak disukainya, seperti melakukan hal yang tidak sesuai dengan minat. Sementara locked out terjadi saat kegagalan mencapai tujuan menimbulkan dampak negatif dan meragukan kemampuan diri.
Kurangnya pengelolaan emosi menyebabkan seseorang rentan mengalami stress atau depresi karena tidak mampu menjalankan proses kehidupannya. Jika gejala-gejala tersebut sudah mulai dirasakan tentunya akan membuat kondisi kesehatan mental menurun.
Permasalahan yang banyak dialami seperti tinggal terpisah dengan orangtua karena merantau, tidak kunjung mendapat pekerjaan atau tekanan kerja, prestasi menurun, konflik dengan pasangan, serta kurangnya pengelolaan emosi menyebabkan seseorang rentan mengalami stress atau depresi karena tidak mampu memenuhi harapannya.
Tanda-tanda lain yang dapat diperhatikan ketika mengalami quarter-life crisis seperti pandangan atau pemikiran yang mengarah ke masa depan, merasa tidak yakin apakah diri sendiri sudah dewasa, dan kurangnya rasa kepercayaan diri.
Berdamai dengan Keadaan
Saat seseorang mengalami krisis kehidupan, sebagian orang mungkin akan merasakan kekhawatiran. Banyak sekali pertanyaan yang sering muncul dalam pikiran. Ketidakstabilan dalam diri membawa kita pada situasi yang membingungkan. Namun hal utama yang luput disadari adalah terlalu berlarut dalam pikiran kita yang belum pasti terjadi.
Adapun hal-hal yang dapat kamu lakukan untuk menghadapi quarter-life crisis yaitu :
Menerima rasa kekhawatiran
Ketika seseorang mengalami perubahan, tentunya ada kekhawatiran yang turut dirasakan. Perubahan dilakukan dengan perlahan-lahan dan belajar menerima diri sendiri bahwa khawatir merupakan hal yang wajar untuk dialami.
Mencari tahu apa yang menjadi penyebab kekhawatiran
Menemukan penyebabnya akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah. Pikirkan hal yang mungkin menjadi penyebab khawatirmu dengan baik. Kamu bisa berbicara dengan orang yang kamu percaya untuk bertukar pikiran.
Menemukan jawaban dari kekhawatiran
Setelah kamu mampu menerima dan menemukan penyebab khawatirmu. Kamu mulai menemukan solusi atas masalahmu. Seperti pertanyaan yang menemukan jawaban, kamu akan bisa mengatasinya ketika kamu mampu memahami dirimu sendiri.
Pentingnya memahami bahwa manusia itu terus tumbuh dan berkembang. Gagal bukan akhir dari segalanya, justru dapat menjadi pemicu untuk lebih baik.
Membandingkan progres kita dengan orang lain hanya akan membuat perjalanan kita terhambat kalau kita memandangnya sebagai sebuah ketertinggalan. Sebaliknya, jadikanlah ketertinggalan sebagai sebuah motivasi untuk terus berjuang.
Mari bersama-sama belajar untuk menerima segala hal yang telah atau sedang terjadi pada diri kita. Belajar menerima apapun yang sedang kita rasakan. Alih-alih melakukan penolakan terhadap apa yang kita rasakan.
Jadi, memaknai quarter-life crisis dengan menjadikannya sebagai perjalanan hidup merupakan bentuk upaya menerima dan mencintai diri sendiri.
Penulis: Anisa Lulu Febriyani
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Daftar Pustaka
Lieberman, D. J. (2023). The Psychology of Emotion. Baca.
Murphy, M. (2011). Emerging adulthood in Ireland: Is the quarter-life crisis a common experience?. https://arrow.tudublin.ie/aaschssldis/35/$
Musslifah, A. R., Anwariningsih, S. H., Cahyani, R. R., & Purnomosidi, F. (2023). Menyiapkan Mental yang Tangguh di Masa Transisi menjadi Mahasiswa. Batara Wisnu: Indonesian Journal of Community Services, 3(1), 65-74. https://doi.org/10.53363/bw.v3i1.148
Rahmah, A. F. R., Sukiatni, D. S., & Kusumandari, R. (2023). Quarter Life Crisis pada Early Adulthood: Bagaimana tingkat resiliensi pada dewasa awal?. INNER: Journal of Psychological Research, 2(4), 959 967. https://aksiologi.org/index.php/inner/article/view/848
Robinson, O. (2015). Emerging adulthood, early adulthood, and quarter-life crisis. Emerging adulthood in a European context, 17. https://smeru.or.id/id/event-id/fkp2023seri2
Zwagery, R. V., & Yuniarrahmah, E. (2021). Psikoedukasi “Quarter Life Crisis: Choose The Right Path, What Should I Do Next?”. To Maega: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(3), 272-280. https://ojs.unanda.ac.id/index.php/tomaega/article/view/819/584
Editor: I. Chairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News