Antara SKTM dan Kejujuran

Dunia pendidikan kembali dirudung masalah. Kali ini mengenai penyalahgunaan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang diperuntukkan bagi siswa “miskin”.

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK sekarang ini mengharuskan adanya jalur khusus bagi siswa miskin melalui rekomendasi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) ternyata tidak membuat pemegang surat tersebut langsung diterima, namun tetap wajib mengikuti seleksi zonasi dan nilai akhir.

Anggapan bahwa ketika membawa SKTM mendapat keringanan biaya dan masuk tanpa seleksi dari sekolah adalah informasi yang salah. Adanya jalur khusus SKTM sebanyak 20 persen yang ditampung di setiap sekolah merupakan jaminan agar warga miskin dapat mengakses sekolah terdekat. Tidak ada keistimewaan tertentu antara pemegang SKTM ataupun tidak, tetap mendapat perilaku yang sama termasuk mengenai uang masuk atau uang gedung.

Bicara masalah SKTM, adalah surat yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui kelurahan atau desa yang diperuntukkan bagi keluarga miskin. Pada hakikatnya, SKTM hanya diberikan kepada siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu secara finansial. Cara memperolehnya pun tidak sembarangan. Ada prosedurnya dan secara bertahap, mulai dari surat pengantar keterangan tidak mampu dari RT/RW. Lalu mengajukan ke kelurahan sesuai alamat KTP pembuat, dilengkapi dengan fotocopy kartu keluarga.

Namun realitanya, banyak pihak orang tua siswa yang melakukan penyalahgunaan SKTM. Seperti yang terjadi pada beberapa sekolah di Jawa Tengah beberapa hari lalu, terdapat kasus SKTM abal-abal alias palsu.

Tanpa merasa malu dan bersalah, banyak orang tua yang merasa dirinya miskin atau sengaja memiskinkan diri demi keinginannya. Apalagi sekarang ini hanya sekedar mengurus dari RT hingga ke Kelurahan tidak sulit alias pasti lancar asal ada uang. Tentu, perilaku ini sungguh memprihatinkan dengan menghalalkan segala cara agar anaknya dapat di terima di sekolah idaman.

Pendidikan karakter yang selama ini digadang-gadang pemerintah seolah-olah tidak ada artinya. Padahal kejujuran adalah modal utama untuk menciptakan generasi penerus bangsa. Karena karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak dini, dan keluarga adalah yang pertama sebagai perantara sebelum terjun ke sekolah. Pada saat inilah diharapkan peran orang tua, guru, masyarakat, dan pihak pemerintah dalam memberikan suatu pendidikan karakter yang baik. Menanamkan nilai-niai moral dan kejujuran yang utama agar setiap individu mndapat kemajuan, dengan begitu suatu bangsa akan terlihat maju.

Sebagai efek jera, beranikah pihak terkait mempidanakan pembuat SKTM palsu, tidak hanya dikeluarkan saja. Ini akan menjadi PR besar bagi pemerintah daerah dan setempat atas penanganan masalah pemalsuan SKTM, apalagi kaitannya dengan dunia pendidikan. Menjadi urgensi yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Masyarakat harusnya menyadari dan mengawal proses pendidikan dengan benar dan jujur. Karena apabila segala sesuatau dimulai dengan niat yang baik, pastilah akan menuai hasil yang baik pula.

Destria Mila Saraswati
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang

 

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI