Apakah Silaturahmi dapat Memperpanjang Umur?

Sumber: Penulis

Silahturahim berasal dari perpaduan dua kata, ‘صلة’ yang bermakna menghubungkan atau hubungan, dan ‘الرحم’ yang merujuk pada rahim atau hubungan kekerabatan. Konsep ini tak sekadar menggambarkan keterkaitan dalam keluarga, namun juga menyoroti eratnya ikatan emosional serta kasih sayang di antara para anggota.

Dalam istilah yang lebih khusus, silaturahmi mencerminkan upaya berkelanjutan untuk memelihara hubungan sosial yang kokoh, yang seringkali menjadi bagian penting dari praktik yang dijunjung tinggi oleh umat Islam.

Dengan demikian, silaturahim menjadi lambang dari perhatian dan kehangatan dalam menjaga kebersamaan yang erat di dalam umat islam. Silaturahmi bukanlah sekadar tradisi, melainkan juga merupakan perintah langsung dari Allah ﷻ dan dijelaskan dalam hadits yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ.

Menjaga silaturahmi bukan hanya menjadi keharusan moral, tapi juga menjadi bagian esensial dari ajaran islam yang menggarisbawahi pentingnya hubungan yang hangat dan berkelanjutan di antara sesama.

Bacaan Lainnya

Ada banyak hadis yang menjelaskan tentang silaturahim, diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yakni:

حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya At Tujibi: Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb: Telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, atau ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Shahih Muslim No. 4638)

Jika kita melihat hadis tersebut secara harfiah, mungkin terkesan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa umur seseorang sudah ditentukan pada saat ruh ditiupkan ke janin dalam kandungan.

Begitu juga dengan kematian seseorang, itu adalah rahasia Allah, hanya Dia yang mengetahui kapan dan bagaimana ajal seseorang itu datang, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya:

لَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Munaafiquun 63:11)

Hadis yang telah disebutkan diatas mengandung pesan penting mengenai hubungan kekerabatan dalam Islam dan bagaimana hal itu bisa mempengaruhi umur seseorang. Dalam menyikapi masalah diatas, penulis menukil beberapa pendapat ulama mengenai maksud hadis diatas (umur yang diperpanjang) seperti:

  1. Al-Hafizh an-Nawawi menjelaskan bahwa penambahan umur yang dimaksud dalam hadis tersebut merupakan suatu kiasan tentang berkahnya usia. Artinya, dengan menjaga silaturahim, seseorang diberikan kemampuan untuk melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ.
    Melalui hubungan kekerabatan yang baik, seseorang diberi kemudahan untuk menjalani hidupnya dengan melakukan hal-hal yang memberikan manfaat bagi dirinya di akhirat.
  2. Menurut Ibn Fawruq, memperpanjang umur membawa konotasi penambahan keberkahan pada rizki dan amalan seseorang. Dalam pandangannya, memperoleh umur yang panjang berarti mendapatkan tambahan berkah dari Allah yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dan amal perbuatan yang dilakukan. Ibn Fawruq menekankan aspek keberkahan pada rizki dan amalan sebagai penanda memperpanjang umur.
  3. Ibn Ka’ab Ibn Zuhair memandang memperpanjang umur melalui bersilaturahmi sebagai cara untuk membuat umur seseorang menjadi berkah dan lebih bermakna. Baginya, seseorang yang aktif bersilaturahmi mengalami pencerahan dan petunjuk dari Allah.
    Dalam konsep ini, umur yang diberikan tambahan oleh Allah kepada orang yang bersilaturahmi memiliki arti yang lebih dalam, di mana individu tersebut tetap dikenang dan berpengaruh setelah meninggal karena warisan positif yang ditinggalkannya. WALLAHU A’LAM

 

Penulis: Muhammad Tasrif
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadis, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses