Fenomena penggunaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, di ruang publik Indonesia semakin mencolok. Mulai dari nama gerai makanan, pusat perbelanjaan, papan reklame, hingga acara-acara hiburan, bahasa asing kerap digunakan secara dominan. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis: apakah memang perlu bahasa asing mendominasi ruang publik di Indonesia?
Penggunaan bahasa asing secara masif berisiko melemahkan posisi bahasa Indonesia sebagai simbol jati diri nasional. Data dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek menunjukkan bahwa indeks penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik pada 2023 hanya mencapai 64,33 dari target 75, yang berarti masih di bawah kategori ideal.
Kekhawatiran ini pernah disampaikan oleh Kepala Badan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, yang menegaskan pentingnya agar “bahasa Indonesia menjadi tuan rumah di negerinya sendiri” dalam menjaga posisi bahasa nasional di ruang publik. Pernyataan ini menegaskan bahwa penggunaan bahasa asing seharusnya tidak menggeser keberadaan bahasa Indonesia dalam keseharian masyarakat.
Selain itu, tidak semua masyarakat memahami bahasa asing. Menurut survei EF English Proficiency Index 2022, Indonesia berada di peringkat 81 dari 111 negara, dengan kemampuan bahasa Inggris yang tergolong rendah. Kondisi ini berpotensi menciptakan ketimpangan komunikasi dan mengasingkan sebagian masyarakat dari informasi yang seharusnya mudah diakses.
Meski begitu, penggunaan bahasa asing masih diperlukan dalam konteks pariwisata internasional, bisnis global, atau pendidikan. Namun, mestinya bersanding dengan bahasa Indonesia, bukan menggantikan perannya sebagai bahasa utama. Hal ini sejalan dengan amanah UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, yang menegaskan bahwa penggunaan bahasa Indonesia wajib difungsikan secara utama di ruang publik, dengan penggunaan bahasa asing hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu.
Oleh karena itu, mari jaga ruang publik Indonesia agar tetap mencerminkan jati diri bangsa. Kita tidak anti terhadap bahasa asing, tapi penggunaannya harus proporsional dan tetap mengutamakan bahasa Indonesia tak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai simbol kebanggaan nasional.
Penulis: Reza Ale Fazrian
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Universitas Pamulang
Dosen Pengampu: Ulfah Julianti, S.S., M.Pd.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News