Benarkah Cinta Kepada Allah, Menuntut Pengorbanan?

cinta kepada Allah

Apa sih yang terbesit dalam pikiran kalian ketika mendengar kata pengorbanan? Jihad butuh pengorbanan? Cinta butuh pengorbanan? Pergi ke Mekah butuh pengorbanan, tak hanya uang yang disiapkan, tapi juga mental dan persiapan tentang tata cara berhaji serta persiapan yang lainnya. Ingin membeli rumah juga butuh pengorbanan, makanya banyak orang yang mati-matian bekerja banting tulang memeras keringat. Benarkah cinta itu menuntut pengorbanan?

Omong kosong jika kita mengaku cinta namun tidak mau meluangkan sedikitpun waktu, tenaga, harta bahkan jiwa demi cinta tersebut. Tidak ada cinta yang layak disebut cinta jika yang mengaku cinta tidak mau berkorban demi yang dicinta. Seorang pecinta memang seharusnya selalu memiliki energi dahsyat untuk berkorban demi yang dicinta. Namun, sekali lagi bukan pengorbanan konyol ala Juliet dan Majnun. Karena mereka salah menempatkan cinta. Cinta yang hakiki tidak melanggar batas kehalalan. Tidak menyakiti. Tidak meminta yang bukan haknya dan tidak menyentuh yang masih haram untuknya.

Cinta memang menuntut pengorbanan. Cinta dunia tidak seberapa dibandingkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. engorbanan cinta hakiki selalu mendatangkan decak kekaguman. Sungguh luar biasa para pendahulu kita. Mereka berhasil mendudukkan cinta sesuai tempatnya. Cinta teragung adalah cinta Allah dan Rasul-nya. Maka, pengorbanan demi hal itu adalah mutlak harus kita berikan. Barangkali, jika kita masih enggan berkorban demi Allah dan Rasul-Nya, belum ada cinta untuk mereka di hati kita kawan.

Berkorban harta sekian rupiah saja kita merasa tangan, terkunci, berat, padahal semua yang kita miliki hanya titipan dan berasal dari Allah. Mengapa kita enggan mengorbankannya di jalan perjuangan? Apakah kita mau berkorban untuk-Nya? Jika tidak paksalah mat akita untuk menangis. Paksa air mat akita keluar dari tempatnya bersemayam. Sebab tidak ada yang lebih patut disedihkan dari orang yang mengaku cinta, namun tidak berani berkorban demi yang dicinta.

Bacaan Lainnya

Cinta macam itu adalah cinta gombal. Cinta bualan. Cinta omong kosong. Cinta palsu. Roman picisan yang tidak berlaku di mata Tuhan. Allah mampu membaca hati. Ia mampu melihat gerak geriknya. Tidak pernah bisa berdusta meski bersyarat. Lidah boleh berucap berjuta kali menyebut cinta kepada-Nya. Namun, ketika Allah tahu tidak ada pengorbanan yang kita lakukan untuk mewujudkan cinta kita, berakhirlah bab kedustaan bertatah angka merah di catatan lembaran amal kita.

Beberapa bulan silam, Terry Jones dan teman-teman, menyulut api di wajah kita. Memproklamirkan diri untuk membakar Al-Qur’an. Kitab suci yang kita pelajari, kita pahami, dan kita amalkan isinya. Namun, tak sedikit umat Islam yang hanya diam. Bahkan tak sedikit pula yang marah dan geram. Umat Islam mendadak bisu, tanpa aksi. Mereka mengaku dirinya Muslim, mengaku cinta Al-Qur’an, namun tak mau mengamalkan isinya bahkan hanya diam ketika Al-Qur’an dihinakan. Cinta macam apa yang begitu?

Semoga kita termasuk para pecinta sejati yang rela mencucurkan keringat, mengorbankan harta, mengorbankan jiwa dan tenaga demi yang kita cintai. Semoga kita bertemu dengan yang Maha Mencintai, Dialah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Penulis: Nizar Sadat
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Garis Depan. 2011. Mesiu Perubahan. Yogyakarta. Kutlah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses