Perlukah Marah dalam Islam?

perlukah marah

Sebagian orang beranggapan bahwa marah akan menjadikannya sebagai seseorang yang berwibawa, padahal kita tahu tidak akan ada orang yang menyukai orang yang marah bahkan menjauhinya karena takut disakiti.

Rasulullah SAW. bersabda, “Manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah manusia yang dijauhi karena perangai jahatnya.” Tapi perlukah marah dalam Islam?

Suatu ketika Nabi SAW. memberikan statement (pernyataan), orang yang menang bukanlah orang yang menang bergulat.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dulu di Zaman Jahiliyah ada pasar khusus untuk gulat. Namanya Pasar Ukaz, mereka pegulat-pegulat tangguh. Kata Nabi, “Yang menang, yang hebat itu bukan yang menang gulat. Tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya ketika amarah itu mulai bergejolak.”

Ulama mendefinisikan marah adalah mendidihnya darah di dalam jantung. Kata Nabi SAW., marah adalah kobaran dari api neraka, cara memadamkan api adalah dengan air. Maka kita dianjurkan ketika sedang marah segera berwudhu. Jika tidak mempan, maka segera mandi.

Siapa yang marah dan ia sedang berdiri hendaklah dia duduk. Jika ia duduk, maka berbaringlah untuk menenangkan diri dan istighfar. Orang-orang yang khilaf/salah segeralah berdzikir istighfar atau bersholawat Nabi (مُحَمَّدٍ سَيِّدِنَا اٰلِ وَعَلٰى مُحَمَّـدٍ سَيِّدِـناَ عَلىَ صَلِّ الَّلهـُمَّ).

Yang tidak boleh itu marah tidak tahu arah. Marah yang tidak tahu alasannya. Adapun marah dengan alasan, ketika jasad Abu Jahal masuk ke dalam sumur tua, Nabi SAW. bersuara ke sumur itu. “Hai Abu Jahal kami sudah menemukan janji Tuhan kami, kami menang, kami benar.

Sekarang apakah kamu sudah mendapatkan apa janji Tuhanmu?” beliau marah. Para sahabat heran mengapa beliau berteriak di sumur tua. Nabi SAW. pun menjawab “Kamu tidak dapat mendengar apa yang aku dengar. Kalau kamu mendengar, kamu semua mati.” Nabi marah karena mereka menistakan agama, mendustai agama.

Ketika datang Malakul Jibal (malaikat penjaga bukit-bukit), kata malaikat, “Tunjukkan mana bukit yang paling besar antara Jabal Abi Qubais dengan Jabal Kuai Qian, akan ku timpakan ke penduduk Thaif!” Apakah Nabi marah ketika pribadinya disakiti? Tidak. Beliau malah berdo’a, “Ya Allah keluarkan dari tulang sulbi mereka, anak-anak keturunan mereka yang akan menyembah Engkau dan tidak mempersekutukan Engkau dengan apapun.” Dan yang terjadi adalah seluruh penduduk Thaif 100% Islam.

Namun pada zaman sekarang hanya dengan melihat timeline di sosial media bisa membuat kita marah, komentar ini itu akhirnya bertengkar di sosial media. “Kalau datang kepada kamu orang yang fasik, klarifikasilah.” Nabi SAW mengatakan, “Cinta karena Allah, marahpun karena Allah.” Maka ada saatnya marah, ada saatnya santun, ada saatnya baik.

Orang yang hidup di zaman sebelum kita, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Ketika umat Islam difitnah sebagai kelompok komando jihad. “Umat Islam komando jihad, umat Islam komando jihad.”

Buya Hamka datang dan pukul meja didepan orang yang memfitnah itu. “Tidak ada komando jihad, jika ada pun akulah panglimanya”. Selain itu, “Kalau ada orang yang tidak marah saat agamanya dihina, gantilah bajunya dengan kain kafan.” Kata Buya Hamka.

Namun ada saatnya dia amat sangat pemaaf. Ketika dia disakiti, dihina, dikatakan ingin menjual NKRI kepada Belanda, pengkhianat, ingin membunuh presiden, ingin mengganti konstitusi, ingin merubah Pancasila. Beliau tidak pernah marah hanya karena itu. Itu semua karena terkait pribadinya.

Apabila kita marah terbawa emosi karena agamanya dihina sampai membunuh seseorang. Bagaimanakah hukumnya dalam Islam? “Siapa yang membunuh seseorang tanpa sebab yang dibenarkan, maka dia seolah-olah sudah membunuh semua orang. Siapa yang membiarkan kehidupan, maka dia sudah menjaga kelestarian kehidupan.” Dalam Islam, kalau kita membunuh satu orang, berarti kita sudah membunuh banyak orang. Seandainya marah menyebabkan pembunuhan, maka haram dalam Islam.

Mereka yang menyebar isu terbagi menjadi 2, yaitu:

  1. Masyarakat yang mengambang, tidak mengenal, tertelan isu. Masyarakat yang seperti ini harus diberi info 2 arah agar berimbang. Maka perlu adanya klarifikasi.
  2. Actor intellectual. Mereka faham dan mengerti, namun mereka suka menyebar isu. Maka mereka yang seperti ini, kita berikan penjelasan, kita do’akan mereka agar diberi hidayah oleh Allah SWT.

Marah menyebabkan banyak penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes, darah tinggi. Marah memiliki 3 akibat, yaitu:

  1. Shrink the Brain, fakta ilmiah otak akan mengecil jika marah sedangkan tekanan darahnya tetap. Sehingga banyak sekali orang marah tiba-tiba stoke karena otaknya tidak mampu.
  2. You Look Older than the Real. Tampak lebih tua dari wajahnya karena seringnya marah.
  3. You Can’t Remember Simple Think. Tidak bisa mengingat ketika sedang marah, karena akan lupa dan lupa karena marah.

Ayu Ika Lestari
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor : Muflih Gunawan

Baca juga:
Dampak Covid-19 terhadap Ekonomi maupun Bisnis Syariah serta Peran Lembaga Keuangan Sosial Islam
Reproduksi Remaja dalam Islam
Body Image dalam Pandangan Islam

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI