Sejak awal Bulan Maret tahun 2020, Indonesia dihadapkan dengan wabah besar yang telah menimbulkan kerugian di berbagai sektor di Indonesia, yaitu pandemi Corona Virus Disease atau biasa disebut dengan Covid-19. Wabah Covid-19 ini bermula dari kota Wuhan, China, yang muncul pada akhir Desember 2019 lalu. Pandemi ini telah menyebar dengan sangat cepat ke berbagai wilayah lain di China. Dan hingga kini telah menyebar dengan sangat cepat ke beberapa negara, termasuk juga Indonesia. Cepatnya penyebaran virus ini telah menimbulkan berbagai permasalahan. Tak hanya kehidupan sosial-ekonomi negara China saja yang terimbas atas wabah ini, negara-negara lain pun terkena dampaknya.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai dampak virus corona akan lebih buruk dibandingkan dengan krisis ekonomi global pada tahun 2008. Selain sudah menyebar ke berbagai negara, wabah tersebut juga tidak dapat diselesaikan hanya dengan memberikan kebijakan fiskal. Virus corona membuat kebijakan ekonomi tumpul. Faisal Basri telah mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi hampir semuanya melambat. Pertumbuhan ekonomi global akan turun yang sebelumnya 3,3 persen menjadi 3,2 persen. Bahkan dalam skenario terburuk bisa mencapai minus 0,4 persen.
Merebaknya pandemi Covid-19 yang berasal dari China ini tidak hanya mengancam jiwa manusia, melainkan juga mengganggu berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis. Tak terkecuali, aktivitas ekonomi dan bisnis syariah. Pandemi ini memberikan beberapa dampak, diantaranya: Pertama, dampak bawaan dari China yang terkait langsung dengan perekonomian Indonesia. Karena pada dasarnya China merupakan negara tujuan utama untuk ekspor Indonesia sejak tahun 2011. China juga merupakan negara asal utama impor Indonesia. Tahun 2019, nilai impor Indonesia dari China mencapai 44,5 miliar dolar AS. Lebih dari itu, China merupakan salah satu negara terbesar asal penanaman modal asing di Indonesia dan penyumbang lebih dari dua juta wisatawan asing atau sekitar 12,5 persen dari total wisatawan asing yang datang ke Indonesia.
Kedua, penyebaran Covid-19 hingga kurang lebih ke 176 negara ini telah menambah ketidakpastian ekonomi global. Ketidakpastian tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap perekonomian Indonesia. Dan yang ketiga yaitu sejumlah organisasi kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020. Sebagai contoh, Organization of Economic Cooperation and Development (OEDC) sekitar dua bulan yang lalu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,0 menjadi 4,8 persen. Bank Indonesia bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya 5,0-5,4 persen menjadi 4,2-4,6 persen.
Dampak penyebaran Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia terjadi melalui beberapa saluran. Pertama, turunnya permintaan terhadap produk-produk bisnis syariah. Di tengah merebaknya Covid-19, tingkat kunjungan wisatawan asing dan domestik merosot drastis. Tingkat okupansi hotel di Indonesia secara umum turun hingga 10-50 persen, termasuk tingkat okupansi hotel-hotel syariah. Penjualan paket-paket perjalanan wisata, termasuk wisata syariah juga berkurang. Biro-biro perjalanan umrah bahkan harus menanggung kerugian yang cukup besar akibat pelarangan umrah ke Makkah, Arab Saudi.
Kedua, kenaikan biaya produksi, baik yang disebabkan oleh gangguan rantai pasokan maupun yang disebabkan oleh perubahan ketenagakerjaan. Gangguan rantai pasokan terjadi karena ketergantungan Indonesia yang masih cukup tinggi pada bahan-bahan baku dan barang-barang modal yang digunakan untuk memproduksi produk-produk halal. Begitu juga dengan gangguan rantai pasokan yang kemungkinan akan terjadi karena berlakunya pembatasan aktivitas luar rumah di sebagian wilayah strategis di Indonesia. Perubahan ketenagakerjaan juga terjadi karena berlakunya working from home, pengurangan sebagian jam kerja , atau dalam kasus terburuk adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepenuhnya selama periode tertentu, dan penurunan tingkat kesehatan sebagian tenaga kerja yang bekerja pada bisnis-bisnis syariah.
Ketiga, terhambatnya realisasi penanaman modal. Ketidakpastian yang tinggi di tengah merebaknya Covid-19 kemungkinan akan memaksa para investor untuk menunda atau bahkan membatalkan sebagian rencana penanaman modal mereka pada tahun 2020. Tidak terkecuali, investor yang berencana menanamkan modalnya pada bisnis syariah. Keempat, peningkatan resiko lembaga-lembaga keuangan syariah. Peningkatan resiko ini tidak hanya akan terjadi pada bank umum syariah, tetapi juga pada lembaga-lembaga keuangan syariah lain seperti bank pembiayaan rakyat syariah, perusahaan pembiayaan rakyat syariah, dan lembaga keuangan mikro syariah. Di luar itu, lembaga-lembaga keuangan syariah juga akan mengalami perlambatan laju pertumbuhan aset, minimal hingga berakhirnya masa-masa kritis wabah Covid-19.
Untuk menghadapi dampak penyebaran Covid-19 terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia, maka beberapa langkah perlu dikakukan. Pertama, menegaskan posisi bisnis-bisnis syariah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi wabah Covid-19. Para pelaku ekonomi dan bisnis syariah harus menunjukkan empati dan solidarits kepada para pemangku kepentingan. Diantaranya memberi kelonggaran working from home kepada karyawan-karyawan, tetap memberikan layanan terbaik kepada para pelanggan dalam batas-batas yang memungkinkan dan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19 secara keseluruhan.
Kedua, bersiap untuk kemungkinan terburuk serta membuat peta jalan untuk bertahan dan keluar dari dampak penyebaran Covid-19. Pelaku ekonomi dan bisnis syariah tak seharusnya meremehkan dampak wabah Covid-19. Peta jalan untuk bertahan dan keluar dari dampak penyebaran juga sangat penting untuk dibuat. Peta jalan dapat bersifat sederhana ataupun kompleks tergantung pada skala masing-masing bisnis syariah.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Ventje Rahardjo menyampaikan, penyebaran Covid-19 telah mengguncang pasar saham secara global. Pergerakan pasar saham syariah telah menurun beberapa kali sejak kasus penyakit pertama ditemukan pada bulan Desember akhir tahun 2019 yang lalu. Efek yang ditimbulkan terhadap perekonomian tidak hanya jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Selain itu, rantai pasokan mengalami gangguan dan ekonomi secara keseluruhan melambat. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) menghadapi resiko tertinggi kehilangan pekerjaan.
Dari segi sektor rumah tangga, dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 yakni terjadinya penurunan produktivitas serta kehilangan pendapatan, sehingga tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rumah tangga miskin yang paling rentan terkena dampaknya, serta sektor informal dan sektor UMKM tidak dapat melakukan usahanya sehingga terganggu kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit. Skala ekonomi pedagang level ultra dan mikro sangat dipengaruhi akibat persoalan virus ini. Kebijakan work from home berdampak pada kegiatan barang/jasa yang ditawarkannya.
Sementara itu, dampak pada sektor perdagangan yang paling terlihat yaitu, penurunan produksi, barang langka yang menimbulkan harga meningkat, bahkan tidak menutup kemungkinan menyebabkan inflasi. Kenaikan harga barang yang disertai dengan penghasilan yang menurun merupakan kondisi fatal bagi daya beli masyarakat. Sebagian bahan baku untuk industri di Indonesia sendiri masih di pasok di China yang mengalami kendala produksi akibat karantina di sejumlah daerah untuk membendung penularan Covid-19. Tingkat persebaran informasi yang cepat menimbulkan kepanikan yang dahsyat di masyarakat. Implikasinya membuat perilaku masyarakat berubah. Kepanikan tersebut salah satunya mengakibatkan ketimpangan antara permintaan dan penawaran.
Mengingat bahwa aspek-aspek vital ekonomi yaitu supply, demand, dan supply-chain telah terganggu, maka dampak krisis akan dirasakan secara merata ke seluruh lapisan atau tingkatan masyarakat. Berhubung ketahanan setiap lapisan atau tingkatan tersebut berbeda-beda, maka masyarakat ekonomi golongan menengah ke bawah khususnya mikro dan pekerja informal berpendapatan harian tentu menjadi kelompok yang paling rentan yang akan terkena dampaknya. Dampak sektor riil tersebut kemudian akan menjalar ke sektor keuangan, karena sejumlah besar investee akan mengalami kesulitan pembayaran kepada investornya.
Indeks harga saham dan nilai tukar rupiah juga semakin menurun dan mencapai angka terendah dalam lima tahun terakhir. Bank Indonesia dalam siaran pers tanggal 19 Maret 2020 menjelaskan, hasil Rapat Dewan Gubernur BI telah mengambil beberapa langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi. Salah satunya memperkuat intensitas kebijakan triple invention untuk menjaga stabilitas nilai rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar. Kemudian diperkuat juga oleh rencana pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang akan mendistribusikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang memang terdapak pandemi Covid-19.
Musibah ini bisa dijadikan titik balik bahwa negara tidak selamanya mampu mengatasi semua masalah sosial dan ekonomi sendirian. Populasi penduduk Indonesia sangat banyak didominasi kategori masyarakat yang berpenghasilan rendah, bekerja di sektor formal dan usaha mikro. Mereka merasa resah dengan pemberlakuan pembatasan aktivitas yang artinya tidak bisa lagi mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup keluarga. Penghasilan masyarakat akan merosot tajam dan menjadi permasalahan baru bagi pemerintahan Indonesia.
Selain itu, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menghambat penyebaran Covid-19, yaitu social distancing dan lockdown. Social distancing adalah mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain (mengurangi kontak tatap muka secara langsung). Langkah ini termasuk menghindari pergi ke tempat-tepat ramai, seperti supermarket, bioskop, tempat kerja, dan lain sebagainya. Dalam kajian teori ilmu ekonomi, social distancing berakibat pada penurunan permintaan agregat dalam perekonomian yang berdampak pada penurunan jumlah produksi.
Kondisi dimana masyarakat yang hanya berdiam diri di rumah (stay at home) lambat laun akan menyebabkan penurunan permintaan secara agregat yang berakibat pada jumlah produksi yang terus menurun. Sedangkan lockdown adalah situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Proses penurunan perekonomian yang berantai ini bukan hanya akan menimbulkan guncangan pada fundamental ekonomi riil, melainkan juga merusak kelancaran mekanisme pasar antara permintaan dan penawaran agar dapat berjalan normal dan seimbang.
Seruan untuk pemberlakuan social distancing mempunyai dampak yang tidak sekedar menjauhkan hubungan fisik manusia, namun juga mengganggu perilaku ekonomi masyarakat. Namun, pilihan untuk menerapkan social distancing dinilai lebih baik daripada keputusan untuk lockdown. Wacana lockdown dapat membuat laju perekonomian semakin berat. Tingkat konsumsi melemah, sehingga mempengaruhi beberapa indikator penopang ekonomi. Pasokan bahan pangan dan kebutuhan yang menurun mengakibatkan kenaikan harga. Hal ini akan menimbulkan kelangkaan barang yang akhirnya akan memicu keresahan sosial.
Banyak negara yang sudah mengambil keputusan ekstrem untuk melakukan lockdown dan beberapa kebijakan masif untuk mencegah penyebaran virus ini. Namun, Indonesia hingga saat ini memilih untuk tidak menerapkan lockdown dengan pertimbangan dampak terhadap stabilitas ekonomi negara. Akan tetapi, reaksi pasar atas kondisi tanpa lockdown ternyata tetap mempengaruhi stabilitas ekonomi.
Sebagai negara dengan populasi Musim terbesar, umat Islam dapat memberikan peran terbaiknya melalui berbagai bentuk atau model filantropi dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah. Peran ini diharapkan dapat mengatasi guncangan ekonomi yang terjadi. Dan seluruh masyarakat, khususnya umat Muslim dapat berkontribusi dalam memulihkan guncangan tersebut.
Dalam hal ini, keuangan sosial Islam memiliki peranan penting dalam mengatasi problematika sosial-ekonomi masyarakat dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan ini. Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar, maka kita dapat memaksimalkan potensi dana sosial Islam yang dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat, Infaq dan Sedekah (OPZIS), Lembaga Pengelola Wakaf (LPW), dan lembaga keuangan mikro atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Ada dua tugas utama yang bisa dilakukan untuk melawan pandemi Covid-19, yaitu langkah pencegahan dan tindakan solutif. Pemberdayaan dana Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) dapat dimaksimalkan untuk membantu masyarakat agar bisa bertahan hidup. Penyaluran bantuan yang berasal dari zakat, infaq, dan sedekah difokuskan kepada orang miskin yang terdampak Covid-19 secara langsung, sebagai salah satu yang berhak menerimanya (mustahik).
Dana ZIS diberdayakan untuk penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, seperti penyediaan makanan pokok, alat pelindung kesehatan dan kebersihan. Dana ZIS mengedepankan urgensi kebutuhan dasar konsumsi para mustahik atau dalam kondisi ini adalah masyarakat yang sisi ekonominya terganggu. Untuk itu, penguatan kampanye dana zakat, infaq, dan sedekah harus terus digiatkan. Diantaranya dengan menjadikan masjid sebagai pusat baitul maal untuk masyarakat sekitarnya dan wajib didaftar sebagai Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) di bawah koordinasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)
Kemudian, penguatan wakaf uang, baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif, maupun sukuk wakaf (waqf linked sukuk) perlu ditingkatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini agar dapat digunakan sebagian untuk pembangunan berbagai insfrastruktur berbasis wakaf, seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus korban Covid-19, Alat Pelindung Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW), dan lain sebagainya. Dana atau aset wakaf dapat diberdayakan untuk penyediaan fasiltas sanitasi yang baik untuk digunakan di lingkungan masyarakat dan penyediaan sumber air bersih.
Jika memungkinkan, dana wakaf juga bisa digunakan untuk membantu penyediaan alat-alat kesehatan yang memiliki manfaat terus menerus, seperti alat bantu nafas, ventilator, atau kebutuhan lainnya. Selanjutnya, tindakan solutif harus dilakukan untuk masyarakat yang tidak dapat bekerja dan usaha mikro yang kehabisan modal usaha, bahkan yang tidak dapat memenuhi pembayaran hutang. Peran OPZIZ juga dapat membantu para gharimin untuk keringanan pelunasan hutang serta pemberdayaan dana zakat produktif untuk membantu usaha mikro. Manajemen wakaf harus dilakukan secara profesional, sehingga dana wakaf dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Perlahan tapi pasti, roda perekonomian masyarakat kelas bawah tidak akan berhenti jika langkah solutif ini dijalankan. Lembaga Wakaf dapat juga memberikan peran pembangunan dengan penyediaan program padat karya untuk menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi, lahan pengembangan bisnis UMKM dan juga proyek-proyek komersial. Selain dari sektor perbankan syariah, sebagian dana dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul zakat, khususnya yang ada di daerah dapat digunakan untuk memperkuat usaha UMKM.
Dan yang terakhir yaitu Peran BMT, yakni untuk memberikan stimulus keuangan, seperti penyaluran pinjaman kebajikan atau qardhul hasan, kelonggaran dalam akad kerjasama (mudharabah) yang bisa membantu masyarakat menjalankan kembali usaha mikro. Dalam terminologi ekonomi/keuangan syariah, qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat (keuntungan) apapun, namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali. Produk/skema ini merupakan salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang sangat penting dalam mendukung pemulihan atau menopang perekonomian.
Di antara pilihan penyaluran yang dapat dilakukan adalah melalui:
- Lembaga Keuanan Mikro Syariah dalam membiayai usaha nano, dimana dananya dapat berasal dari beberapa sumber, baik dari masyarakat umum, perusahaan swasta, maupun BUMN/BUMD.
- Pinjaman langsung tanpa margin, baik untuk usaha maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan (swasta atau BUMN/BUMD) kepada karyawan atau mitranya, dimana dananya dapat berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau pos lainnya. Untuk meningkatkan dana CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan kontribusi CSR yang lebih baik dari BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.
Di tengah-tengah krisis ini, tidak sedikit sektor usaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berjuang agar tetap eksis. Usaha ini sangat sulit untuk dipertahankan karena keterbatasan modal. Keberadaan UMKM sebagai kelompok non-muzakki adalah kelompok yang sangat rentan untuk jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan kebangkrutan karena goncangan atau hantaman ekonomi. Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai sarana untuk mengurangi dampak krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pemberian modal ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif kebijakan, seperti pemberian stimulasi tambahan relaksasi perbankan syariah dan restrukturisasi atau penangguhan pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama beberapa bulan kedepan. Pemberian permodalan dari perbankan/lembaga keuangan syariah ini perlu didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga elemen keuangan sosial Islam tersebut dapat bersinergi untuk memberikan kontribusi ekonomi yang besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika ini semua dapat dilaksanakan, maka akan memberi suasana positif pada masyarakat yang sedang dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan ekonomi yang bersamaan. Pada akhirnya, jika program-program di atas khusunya bantuan langsung tunai, zakat, infaq, sedekah, wakaf, atau CSR, baik untuk masyarakat maupun sektor usaha atau UMKM betul-betul digalakkan, maka upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan kembali agregat demand dan agregat supply. Kemudiandiikuti dengan pembangunan pasar daring yang fokus kepada UMKM yang mempertemukan permintaan dan penawaran, sehingga surplus ekonomi terbentuk kembali dan membantu percepatan pemulihan ekonomi.
Agama Islam telah mengajarkan bahwa ada beberapa cara menghadapi berbagai persoalan yang terjadi, tak terkecuali Covid-19, diantaranya:
- Perbanyak istighfar
Allah berfirman dalam QS Nuh : 10-12 “Istighfar mendatangkan ampunan, setelah itu Allah berikan kebaikan dari negatif menjadi positif, dari keburukan menjadi kebaikan, dari ketakutan menjadi kenyamanan”.
- Tingkatkan keimanan dan ketaqwaan
Allah berfirman dalam QS Al-A’raf : 96 “Keimanan dan ketaqwaan penduduk sebuah negeri mendatangkan rezeki dari langit dan dibukakan dari bumi”.
- Perbanyak sedekah (bangun kedermawanan sosial)
Bukankah Rasulullah SAW mengatakan bahwa obatilah sakitmu dengan sedekah, artinya dengan banyak bersedekah jika tidak sakit maka Allah akan menolak bencana dan sakit dari orang yang banyak bersedekah.
- Banyak berdzikir
Rasulullah mengajarkan salah satu dzikir pagi dan petang, yaitu: (Aku berlindung) dengan nama Allah yang bersama nama-Nya tidak ada sesuatu di muka bumi dan di langit yang bisa membahayakan. Dan dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, “sebanyak tiga kali (melainkan) tidak ada sesuatu yang membahayakannya”. (HR Abu Dawud Al-Tirmidzi)
Bagi umat Muslim di Indonesia dan seluruh dunia, pandemi Covid-19 merupakan tantangan sekaligus ujian untuk dihadapi. Kita harus senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum kita juga wajib untuk menghadapi peristiwa ini. Kita harus meyakini bahwa setiap kejadian di alam semesta ini merupakan atas izin Allah dan sudah selayaknya kita memohon perlindungan kepada-Nya. Semoga wabah Covid-19 ini dapat segera diatasi, agar perekonomian Indonesia dapat kembali berjalan normal seperti sedia kala. Aamiin.
Eky Kusuma Wardani
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya
Baca juga:
Dampak PSBB Terhadap Tenaga Kerja di Indonesia Studi Kasus Jawa Barat
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sektor UMKM di Indonesia
Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Perusahaan Taksi Online di Indonesia dan Strategi Mengatasinya