BPDPKS: Motor Utama Industri Sawit Menuju Net Zero Emission dan Pendapatan Nasional yang Lebih Tinggi

Sawit
Sumber: istockphoto, Karya: ibnjaafar.

Industri kelapa sawit telah menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia. Diperkirakan, sektor ini menyumbang hampir $24 miliar dari total ekspor nasional pada tahun 2021, dan memberikan lapangan pekerjaan bagi sekitar 4,5 juta orang.

Namun, industri ini juga menghadapi tantangan besar terkait dengan dampak lingkungan, terutama emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari pengelolaan lahan yang kurang berkelanjutan.

Dalam konteks ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berperan sebagai motor penggerak menuju net zero emission (NZE) sambil mengoptimalkan pendapatan nasional.

Bacaan Lainnya

Mengapa BPDPKS Penting?

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, pada tahun 2020, sektor sawit menyuplai lebih dari 37% dari total produksi minyak nabati dunia. Meskipun demikian, sektor ini terus mendapatkan kritik karena konversi lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang memicu deforestasi.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dibentuk untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dengan mengelola dana hasil pungutan ekspor dan mendukung berbagai program pembangunan yang berkelanjutan.

Inovasi dan Pendanaan Berkelanjutan

Salah satu kunci transformasi industri sawit menuju NZE adalah inovasi teknologi yang berkelanjutan. BPDPKS dapat mendanai penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan, seperti:

  1. Agroforestri: Mengintegrasikan pohon sawit dengan tanaman lain dapat membantu mengurangi jejak karbon. Berdasarkan studi oleh FAO (2021), agroforestri dapat mengurangi emisi CO2 hingga 50% dibandingkan dengan sistem monokultur.
  2. Pemanfaatan Limbah: Inovasi dalam pengelolaan limbah sawit, seperti penggunaan limbah untuk pembangkit energi biogas, dapat mengurangi emisi dan menghasilkan energi terbarukan. Menurut penelitian oleh Aditia et al. (2021), potensi energi dari limbah sawit diperkirakan mencapai 9,3 juta MWh per tahun.
  3. Varietas Unggul: Investasi dalam pengembangan varietas kelapa sawit yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta yang memiliki efisiensi penggunaan air yang lebih baik.
Gambar 1. Sistem dan Proses Produksi Kebun Sawit dalam Menghasilkan Minyak Sawit, Biomassa, dan Jasa Lingkungan.

Baca Juga: Desa Nongkosawit Siap Menjadi Destinasi Wisata dengan Dukungan Mahasiswa Ilmu Komunikasi USM

Mendorong Adopsi Praktik Berkelanjutan

BPDPKS juga harus mendorong penerapan praktik pertanian yang berkelanjutan di tingkat petani. Ini termasuk program pelatihan bagi petani mengenai teknik seperti pemupukan organik dan rotasi tanaman. Berdasarkan data dari Asian Development Bank (2022), penggunakan pupuk organik dapat mengurangi emisi GRK sebesar 40% dalam pertanian.

Tabel di bawah menunjukkan perbandingan emisi GRK antara praktik pertanian konvensional dan berkelanjutan:

Tabel 1: Perbandingan Emisi GRK antara Praktik Pertanian Konvensional dan Berkelanjutan.

Inovasi Teknologi Pertanian

Penerapan teknologi pertanian modern seperti pertanian presisi dan penggunaan drone untuk pemantauan tanaman telah meningkatkan efisiensi produksi. Studi menunjukkan bahwa teknologi ini dapat meningkatkan hasil panen hingga 30% dan mengurangi penggunaan pupuk hingga 20%.

Tabel 2 : Perbandingan Penerapan teknologi pertanian modern.

Keterlibatan Stakeholder

Keberhasilan transformasi ini juga bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat. BPDPKS harus menjadi jembatan untuk memfasilitasi dialog antara semua pihak. Kolaborasi ini dapat menghasilkan inovasi yang lebih aplikatif dan meningkatkan akses petani terhadap teknologi dan modal.

Baca Juga: Upaya Penanganan Isu Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Perubahan Iklim di Indonesia

Grafik di bawah menunjukkan potensi kontribusi setiap pihak dalam mencapai NZE:

Kesimpulan

BPDPKS memiliki peran strategis dalam membawa industri kelapa sawit Indonesia menuju net zero emission sambil meningkatkan pendapatan nasional.

Dengan mengintegrasikan inovasi teknologi, mendukung praktik pertanian berkelanjutan, dan menggalang keterlibatan stakeholder, industri sawit Indonesia bisa menjadi contoh bagi sektor-sektor lain dalam menjawab tantangan perubahan iklim.

Tidak hanya akan membawa manfaat ekonomi, tetapi langkah ini juga menunjukkan komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan lingkungan.

Transformasi ini bukan hanya soal mempertahankan industri, tetapi juga tentang melakukan perubahan fundamental untuk masa depan yang lebih baik-baik bagi masyarakat maupun bagi planet kita.

Penulis:

Nurwahdah
Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Padang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

  1. Food and Agriculture Organization (FAO). (2021). Sustainable Agriculture. Link : https://www.fao.org/home/en/
  2. Aditia, R., et al. (2021). Potential of Palm Oil Waste in Bioenergy Production. Journal of Renewable Energy, 10(2), 112-120.
  3. Asian Development Bank. (2022). Agriculture and Climate Change: Innovations and Solutions. Link : https://www.adb.org/
  4. https://www.deputi7.ekon.go.id/kajian/policy-brief%3A-strategi-indonesia-untuk-mencapai-net-zero-emission-economy-melalui-coal-phasing-out-dengan-dukungan-amerika-serikat
  5. https://www.deputi7.ekon.go.id/kajian/policy-brief%3A-strategi-indonesia-untuk-mencapai-net-zero-emission-economy-melalui-coal-phasing-out-dengan-dukungan-amerika-serikat
Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.