Puisi “Bangkai di Rintik Gerimis” karya M. Tauhed Supratman menggambarkan pencarian yang mendalam dan penuh makna,dengan menggunakan simbol-simbol imajinatif untuk menggambarkan perasaan keterasingan dan kehilangan.
Puisi “Bangkai di Rintik gerimis” menggunakan simbol imajinatif seperti “darah,” “jubah putih,” “gerimis,” dan “bangkai” digunakan mengungkapkan tema keterasingan, kehilangan.
Pencarian di “rintik gerimis” diartikan sebagai upaya mencari sesuatu yang pernah berharga atau mungkin sebuah kenangan, namun yang ditemukan justru kehampaan atau kenangan yang hilang, seperti “jubah putihmu berkibar dalam penggalan sejarahku.” Hal ini mencerminkan perasaan keterasingan, apa yang dicari tidak pernah sepenuhnya terpenuhi.
Simbol “burung gereja” dan “kabut liar” menyiratkan suasana batin yang kelam dan terasing, memperkuat tema keterasingan serta perasaan mendekati kefanaan. Begitu juga dengan frasa “bangkai di kelopak hatimu,” yang menggambarkan kesedihan dan kerusakan dalam hubungan yang dulu ada namun kini telah sirna. Keseluruhan puisi ini membangkitkan perasaan kehilangan yang mendalam, dengan “rintik gerimis” sebagai akhir, melambangkan perjalanan batin yang melankolis dan kesadaran akan kefanaan hidup.
Berikut puisinya secara lengkap yang dikutip dari buku Kumpulan Puisi “Rapsodi Mawar dan Gerimis” penerbit Ganding Pustaka Yogyakarta, 2015.
BANGKAI DI RINTIK GERIMIS
setetes darah yang kau kirim
tak cukup mengoyak jiwaku
lebih dari kenangan: jubah putihmu
berkibar dalam penggalan sejarahku membayang
pada kolopak ingatku, didera rintik gerimis
seharusnya saat seperti ini aku tak jauh
dari sisimu, dipisahkan jarak
dan pandangan. burung gereja
bersenda gurau di luar kamarku.
Mentari bersinar, lenyap disapu kabut liar
di depanku sepenggal sajak kenangan
tentang senyummu belum rampung
sekian lama kuagungkan
di kelopak hatimu akulah bangkai
1. SIMBOL “BANGKAI” DAN “RINTIK GERIMIS”
“Bangkai” dimaknai sebagai simbol dari jiwa yang terluka atau cinta yang telah mati sesuatu yang pernah hidup dan berarti, tetapi kini tersisa sebagai sisa yang tidak lagi memiliki kekuatan atau makna. Rintik gerimis” menambahkan kesan murung, seperti air mata yang membasuh kenangan yang kini terasa hampa. Gerimis bukan suatu hujan deras yang menghapus segala hal, melainkan hanya tetesan kecil semakin mempersulit kesedihan, seolah memperlambat waktu agar kenangan dan rasa sakit terus bertahan. Simbol “bangkai” menggambarkan perasaan si aku lirik merasa jiwanya telah mati akan kenangan. bahkan melihat dirinya sesuatu yang sudah tidak bernyawa dan tidak memiliki makna. Gerimis yang membasahi bayangan menambah nuansa duka, seolah-olah cinta dan harapannya pada kenangan itu telah fana, namun tetap meninggalkan bekas dalam angan-angan
2. KENANGAN DAN JUBAH PUTIH
Pada bait awal, “jubah putih” melambangkan sosok atau sesuatu yang pernah dianggap suci dan penuh kebaikan oleh si aku lirik. Sosok ini bisa saja seseorang yang dicintai atau dihormati, yang kehadirannya meninggalkan jejak mendalam dalam ingatan si aku lirik. “Jubah putih” menambah kesan spiritual, seperti kehadiran yang menenangkan atau memberi rasa aman.jubah putih ini hanya ada dalam “penggalan sejarahku membayang,” mengisyaratkan bahwa sosok tersebut telah menjadi bagian dari masa lalu tidak mungkin kembali. Sosok ini muncul suatu kenangan tersamar, meskipun tetap kuat membekas dalam dirinya, sulit untuk diabaikan atau dilupakan. Sehingga menggambarkan bahwa kenangan tersebut tidak cukup kuat untuk menghidupkan jiwa si aku lirik kembali, hanya memberikan bayangan tanpa kehangatan nyata.
3. KETERPISAHAN DAN JARAK
Bait kedua mencerminkan rasa keterpisahan mendalam. “Seharusnya saat seperti ini aku tak jauh dari sisimu”. Kalimat ini mengungkapkan kerinduan yang dalam dan perasaan keterasingan. Si “aku” dalam lirik ini merindukan kehadiran seseorang yang penting baginya, tetapi terhalang oleh jarak yang tidak dapat ditembus. Keterpisahan ini bukan hanya soal fisik, namun juga emosional, seolah ada penghalang yang memisahkan mereka di tingkat yang lebih dalam. Kehadiran burung gereja yang “bersenda gurau di luar kamarku” membuat kontras tajam dengan perasaan si aku lirik. Di tengah kehidupan yang tetap berjalan di luar sana, si aku lirik merasa asing dalam kesedihan dan kenangannya, sehingga kurang menikmati atau terlibat dalam keceriaan dunia, terperangkap dalam sunyi disebabkan oleh jarak dengan sosok yang diingatnya.
4. KABUT DAN SENYUMAN YANG BELUM RAMPUNG
Kabut yang “menyapu mentari” menciptakan suasana banyak keraguan dan misteri, memberikan kesan bahwa kenangan yang dirasakan oleh si aku lirik sesuatu yang samar, sulit untuk dipahami atau dijangkau sepenuhnya. Kabut ini menjadi simbol dari perasaan yang tidak jelas, menyelimuti kenangan si aku lirik dengan lapisan keraguan. Mencari makna di balik kenangan terasa sulit karena ada sesuatu yang mengaburkan pandangan. Seolah ada bagian dari ingatan yang sulit dijangkau atau diungkapkan sepenuhnya.
Frasa “Senyummu belum rampung” menggambarkan sesuatu yang belum selesai, baik dalam hubungan yang terjadi maupun dalam perasaan yang belum sepenuhnya terwujud. Kenangan tentang senyum terus hidup dalam diri si aku lirik, menjadi sesuatu dirindukan tetapitidak benar-benar tercapai. Hal ini mencerminkan rasa kehilangan, ketidakpuasan, dan perasaan hampa sesuatu yang tidak mungkin kembali.
5. AKU LIRIK SEBAGAI “BANGKAI” DI “KELOPAK HATI”
Bait terakhir memperlihatkan perasaan putus asa dan kehancuran batin si aku lirik. Si aku lirik bahkan melihat dirinya sebagai “bangkai di kelopak hati,” seolah hanyalah sisa dari kenangan yang sudah tidak berarti bagi sosok yang dirindukan. Meski hanya tinggal di “kelopak hati” sosok itu, merasa mati rasa tidak berdaya, seakan cinta atau perasaannya sudah pudar sehingga tidak mampu membangkitkan hubungan tersebut.
Simbol “bangkai” semakin mempertegas bahwa si aku lirik merasa kehilangan dirinya dalam cintanya tidak terbalas atau harapan yang sirna. yang dulunya cintanya begitu hidup sekarang hanya meninggalkan luka dalam kesedihan yang terus-menerus. Sementara itu, “kelopak hati” melambangkan kelembutan dan kerapuhan, seperti tempat dulu yang penuh makna, namun sekarang hanya menyisakan kehancuran.
6. TEMA UTAMA
Puisi ini mengangkat tema keterasingan dalam kenangan dan keputusasaan akibat cinta yang padam. Si aku lirik merasakan hubungan, dulu terjalin dengan sosok yang dirindukan kini hanya bayangan dalam ingatannya. Puisi ini menggali perasaan kehilangan dan perpisahan, di mana cinta yang pernah berarti kini tinggal kehampaan.
Selain itu, puisi ini juga mengangkat tema ketidaklengkapan, tergambar pada metafora tentang sesuatu belum terselesaikan atau hilang dari hidup si aku lirik. bahkan berusaha menggenggam bayangan cinta yang sudah tidak nyata,Namun justru mendapatkan kekosongan dan perasaan putus asa semakin mendalam dalam dirinya.
7. NADA DAN SUASANA
Nada dalam puisi penuh melankolis, banyak kepedihan dan rasa rindu yang dalam. Suasana yang diciptakan adalah suram dan penuh kesunyian, menggambarkan betapa aku lirik merasa terasing dalam kenangan tiada dilepaskan. elemen seperti gerimis, kabut, dan bangkai mempertegas nuansa duka dan keputusasaan yang dialami oleh si aku lirik.Nada reflektif dari puisi ini mengungkapkan perasaan penyesalan atau harapan yang tidak akan sampai Suasana yang tercipta seolah-olah mengajak pembaca untuk turut merasakan kesedihan dan keterasingan yang dialami si aku lirik dalam menghadapi cinta yang tidak lagi memiliki kekuatan.
8. KESIMPULAN
Puisi Bangkai di Rintik Gerimis berada disisi keterasingan si aku lirik dalam menghadapi kenangan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Dengan pemilihan simbol-simbol yang mendalam , puisi ini menyiratkan jiwa yang terluka dan terpisah dari cinta yang telah hilang. M. Tauhed Supratman mengisahkan perjalanan batin penuh penyesalan dan kepedihan melalui simbol-simbol yang kaya makna.
- Bangkai: Melambangkan jiwa yang seakan mati karena kehilangan, menunjukkan bahwa kenangan yang dulunya penuh cinta kini tinggal serpihan buih yang tenggelam.
- Gerimis: Menunjukkan kesedihan yang lembut namun terus-menerus, menambah suasana melankolis, dengan mempertegas kesan keterasingan dan keputusasaan saat menghadapi kenangan yang fana .
- Jubah putih: Mengingatkan pada keindahan dan kedekatan yang telah hilang, menciptakan jarak yang jelas antara masa lalu dan kenyataan yang kini dihadapi.
- Kabut: Menyiratkan ketidakjelasan dalam makna yang dicari oleh aku lirik, menggambarkan cinta dan harapan yang kini hanya samar dalam ingatan dan tidak bisa dihidupkan kembali.
- Burung gereja: Melambangkan kehidupan di luar, sebagai kontras terhadap kesunyian batin yang dirasakan oleh aku lirik.
Simbol ini menyampaikan tema keterasingan dengan jelas, menunjukkan bahwa pencarian makna dalam kenangan sering kali tidak memberi ketenangan. Sebaliknya, kenangan cenderung mengingatkan akan ketidakpastian dan kefanaan hidup. Dalam perjalanan batin ini, si aku lirik menyadari keterasingannya dari cinta yang telah mati dan menerima kepahitan dari kehilangan tersebut.,dengan demikian, menggambarkan pergulatan karya M. Tauhed Supratman dalam menerima kenyataan, menghadapi kepahitan hidup, dan mengakui keterpisahan yang tidak terhindarkan dalam pencarian makna hidup.
Penulis: Ridwan Lanya
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Madura
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News