Dunia Adalah Kehidupan Fana’

kehidupan fana

Dunia bagaikan sebuah ladang usaha, dimana butuh perjuangan ekstra dan kehati-hatian, sebab baik tidaknya hasil panen yang akan kita rasakan tergantung seberapa besar usaha kita diawal. Dalam hidup ini pasti akan ada hal-hal yang terjadi diluar ekspektasi kita, namun darinya kita bisa belajar bahwa dunia ini tidak seindah yang kita bayangkan.

Kecintaan akan hidup duniawi menjadi begitu dalam dan menghujam hati kita. Siang malam kita sibuk berpikir tentang kesenangan. Siang malam kita sibuk bagaimana memaksimalkan keuntungan-keuntungan kita. Siang malam kita sibuk berpikir tentang bagaimana melipatgandakan kekayaan yang kita peroleh. Ketika kita memiliki janji untuk masalah dunia, kita pergi sebelum waktunya. Ketika adzan dikumandangkan, kita begitu malas untuk pergi ke masjid, bahkan beberapa dari kita tidak menggubris panggilan tersebut. (Al-Qosim, 2006)

Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah: “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” (QS. Luqman [31]: 33)

Imam Syafi’i pernah berpesan kepada kita semua. Tempatkanlah akhirat dihatimu, dunia di tanganmu, dan mati di pelupuk matamu. Kita merasa bangga tidak sih dengan status kita sebagai siswa yang bersekolah di sekolah favorit. Kita merasa bangga tidak sih dengan status kita sebagai mahasiswa yang kuliah di Universitas favorit?

Bacaan Lainnya

Kita merasa bangga tidak sih dengan gelar yang tak akan pernah lepas dari manusia semenjak lahir yaitu gelar almarhum? Kita merasa bangga tidak sih bila dunia mengakui kehebatan kita? Memang penuh dengan pertanyaan. Terkadang banyak manusia yang bangga akan hal-hal yang bersifat dunia tapi lupa bahwa dunia hanya kehidupan sementara yang tidak akan pernah abadi.

Rasul SAW pernah bersabda: “Mukmin manakah yang paling cerdas? Yaitu orang yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak persiapannya menghadapi kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas.”

Sadarkah kita? Bahwa kita sedang berjalan menuju kematian. Setiap hari jatah hidup kita berkurang dan kematian semakin mendekat. Akan tetapi, kebanyakan dari kita tidak pernah memperdulikan, bahkan menganggap kematian adalah hal biasa sehingga mereka tidak bersiap-siap untuk menyambut kematian.

Hidup sebenarnya yang kita lalui masih begitu panjang, ada fase-fase yang harus kita lalui untuk menuju tempat peristirahatan kita yang terakhir yaitu antara surga dan neraka. Allah tidak akan bertanya kenapa kulitmu hitam, hidungmu pesek, tubuhmu pendek, wajahmu jelek dan lain-lain. Akan tetapi, Allah akan bertanya apa yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia? Apakah sudah sesuai dengan tujuan kita diciptakan?

Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (QS. Muhammad: 36)

Jika kita lihat saat ini, memang dunialah yang dipuja-puja, sehingga kebanyakan diantara kita tidak ada yang mengakui. Padahal, senikmat-nikmat dunia pasti juga akan berakhir. Setidaktahu-tidaktahunya kita bermaksiat kepada Allah. Tapi, itu semua pasti akan berakhir. Kenikmatan itu terbatas, tapi yang sudah tetap adalah siksaan Allah.

Betapa anehnya kondisi kita saat ini, kehidupan yang kita jalani seakan terus berjalan meninggalkan kita, dan kehidupan akhirat begitu berjalan mendekati kita, akan tetapi kita sibuk dengan kehidupan yang akan meninggalkan kita dan mengabaikan kehidupan yang akan segera datang menghampiri kita. (Al-Qosim, 2006)

Banyak manusia yang tergiur dengan kehidupan yang fana, tak sedikit dari mereka yang mati-matian untuk mengejar dari yang namanya uang, yang itu jelas-jelas tidak akan pernah dibawa mati. Itulah kenapa kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Karena banyak diantara kita yang tidak memanfaatkan kesempatan di dunia untuk beramal sholih, sehingga mereka banyak menghabiskan waktunya untuk mencari kesenangan semata. Semoga Allah bimbing hati kita untuk senantiasa taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Tim Penulis:

1. Nurafni
Mahasiswa Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses