Dieng Culture Festival: Ruwat & Cukur Rambut Gimbal Tahunan

Ruwat & Cukur Rambut Gimbal Tahunan
Sumber foto: travelbuddies.co.id.

Setiap tahunnya, masyarakat Dieng menyelenggarakan Dieng Culture Festival (DCF), sebuah perayaan yang memadukan seni, budaya, dan spiritualitas.

Salah satu momen paling sakral dan dinantikan dalam festival ini adalah Ruwat Cukur Rambut Gimbal, yaitu ritual mencukur rambut anak-anak yang tumbuh alami menjadi gimbal (dreadlocks).

Rambut gimbal pada anak-anak Dieng bukanlah gaya rambut biasa. Rambut ini tumbuh secara alami dan dipercaya sebagai titipan dari leluhur. Oleh masyarakat setempat, rambut gimbal dianggap suci dan penuh makna spiritual, sehingga tidak boleh dipotong sembarangan.

Ritual cukur hanya bisa dilakukan jika anak itu sendiri yang memintanya, dan disertai permintaan khusus yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Permintaan ini bisa berupa barang kesukaan anak, seperti sepeda, boneka, makanan favorit, bahkan hewan peliharaan.

Bacaan Lainnya

Jika permintaan tidak dipenuhi, dipercaya rambut akan tumbuh kembali, bahkan bisa membawa gangguan atau penyakit. Ini menunjukkan adanya nilai penghargaan terhadap kehendak anak serta proses spiritual yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Dieng.

Prosesi ruwat dimulai dengan kirab budaya, di mana anak-anak gimbal diarak keliling desa mengenakan pakaian adat, diiringi gamelan dan tarian tradisional. Kemudian dilakukan jamasan (penyucian rambut dengan air bunga), dilanjutkan dengan pencukuran rambut oleh tokoh adat atau tokoh masyarakat.

Setelah dicukur, rambut tersebut dibungkus dan dilarung ke telaga, seperti Telaga Warna atau Telaga Balekambang, sebagai simbol pelepasan hal-hal negatif dan penyucian diri.

Ritual ini bukan hanya menyentuh sisi spiritual, tapi juga mengandung banyak nilai penting seperti kesabaran, penghormatan kepada budaya, dan keyakinan terhadap hal-hal yang tidak terlihat. Setiap langkah dalam prosesi memiliki arti yang mendalam dan tidak boleh dilakukan asal-asalan.

Perkembangan Dieng Culture Festival juga membawa dampak positif bagi masyarakat. Tradisi ini kini dikenal luas dan menarik ribuan wisatawan dari berbagai daerah hingga luar negeri.

Selain menyaksikan ritual ruwat rambut gimbal, pengunjung juga dapat menikmati konser jazz di atas awan, pelepasan lampion, pameran UMKM, dan pertunjukan budaya lainnya. Kehadiran wisatawan tentu berdampak baik pada perekonomian lokal dan pelestarian budaya.

Baca Juga: Tradisi Upacara Ruwatan Rambut Gimbal Dieng Wonosobo

Namun, seiring bertambahnya jumlah pengunjung, penting untuk menjaga kesakralan ritual ini. Tradisi bukan sekadar hiburan. Edukasi kepada wisatawan sangat diperlukan agar mereka memahami dan menghormati prosesi yang berlangsung. Ritual ini harus tetap dijaga sebagai warisan budaya, bukan hanya sebagai daya tarik wisata.

Menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan pariwisata adalah kunci agar ritual ruwat dan cukur rambut gimbal tetap hidup, bermakna, dan menjadi kebanggaan budaya Indonesia, bukan hanya bagi masyarakat Dieng, tapi juga untuk generasi mendatang.

Penulis: Tri Rahayu
Mahasiswa Akuntansi SI Universitas Pamulang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses