Uang pangkal akhir-akhir ini menjadi perbincangan panas di kalangan civitas akademika seluruh kampus di Indonesia, tak terkecuali Unnes. Pola penerimaan mahasiswa baru khususnya Program sarjana dilakukan melalui 3 jalur yaitu, SNMPTN, SBMPTN dan Jalur Mandiri. Perbedaan dari ketiga jalur tersebut yaitu seleksi dan waktu pelaksanaanya. Pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi jalur mandiri biasanya dilakukan setelah pengumuan hasil SBMPTN dan waktu pelaksanaanya tergantung oleh masing-masing PTN.
Tidak disangka biaya perkuliahan untuk jalur Mandiri lebih tinggi dibandingkan jalur SNMPTN dan SBMPTN. Pada umumnya PTN membebankan UKT (Uang Kuliah Tunggal) pada golongan tinggi untuk jalur mandiri. Alasan lain yang membuat biaya jalur mandiri terasa mahal karena adanya uang pangkal yang harus ditanggung mahasiswa.
Merujuk Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1) menyebutkan. PTN dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma yang terdiri atas: a) mahasiswa asing; b) mahasiswa kelas internasional; c) mahasiswa yang melalui jalur kerjasama; dan/atau d) mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri.
Diketahui beberapa kampus telah mematok biaya uang pangkal fantastis untuk mahasiswa baru jalur mandiri, tak terkecuali Unnes. Universitas Negeri Semarang menerapkan sistem Uang Pangkal pada tahun ini (2018) untuk calon mahasiswa baru jalur seleksi mandiri yang diberlakukan untuk seluruh Program Studi.
Menurut artikel dalam website resmi Unnes yang membahas mengenai Uang Pangkal, menjelaskan bahwa kebijakan Unnes dalam menetapkan Uang Pangkal didasarkan pada salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, Indonesia tentu punya komitmen untuk membiayai pendidikan. Akan tetapi sumber daya yang dimiliki negara kerap kali terbatas. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki prioritas pembangunan pada bidang lain, seperti infrastruktur, kesehatan, pertahanan dan keamanan, serta bidang lain. Oleh karena itu, agar pendidikan berjalan baik pemerintah tetap membuka kesempatan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan tinggi.
Aturan tersebut selaras dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang mengatur partisipasi masyarakat pada pasal 8 disebutkan “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.” Dalam Peraturan Menteri Keuangan, besaran uang pangkal telah diatur dengan lima kategori berbeda. Lima kategori uang pangkal dibuat agar penetapan uang pangkal didasarkan pada kondisi ekonomi calon mahasiswa. Penetapan kategori lima uang pangkal ini selaras dengan pasal 8 ayat 2 permenristekdikti Nomor 39 tahun 2017 yang mengatur bahwa “uang pangkal… harus tetap memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.” Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan uang pangkal bagi mahasiswa baru jalur mandiri adalah kebijakan pemerintah yang konstitusional.
Helly Injar Priambodho
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang