Pentingkah Pengembangan Minat dan Bakat Siswa di Sekolah? (Ekstrakurikuler vs Intrakurikuler)

Berbicara tentang pendidikan tentu tidak lepas dari aspek yang terdapat di dalamnya yaitu kurikulum dari pendidikan itu sendiri. Mengapa standar kurikulum yang dibangun dan dirancang oleh pemerintah sering kali tidak sesuai pada kebutuhan. Memang dalam merumuskan kurikulum sekolah memiliki wewenang untuk mengimprovisasi isi kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Namun keyataannya, tetap saja lagi-lagi sekolah dihadapkan pada kepatenan dan standarisasi pendidikan di Indonesia yang mengaharuskan sekolah untuk mengikuti standar tersebut. Tetapi apakah dengan mengikuti semua standar, siswa-siswa di Indonesia dapat lebih mengembangakan kemampuan di dalam dirinya? Jika hal itu ditolak dengan alasan bahwa setiap sekolah telah menerapkan pembelajaran terkait dengan minat dan bakat siswa, maka kita lihat seberapa besar porsi yang sudah diterapkan. Kita lihat seberapa besar perbandingan antara pembelajaran yang sudah distandarisasi dengan pembelajaran terkait minat dan bakat. Sejauh ini tiap-tiap sekolah mengandalkan pada kegiatan ekstrakurikuler untuk menerapkan pengembangan minat dan bakat siswanya.

Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang kegiatan ekstrakurikuler pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah menyebutkan,
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang di lakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuer, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan , untuk mengembangkan potensi, bakat, minat kemampuan kepribadian kerjasama dan kemandirian peserta ddik secara optimal utuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran pendidikan”

Dari situ yang perlu digarisbawahi adalah bahwa kegiatan ekstrakurikuler hanya dilakukan di luar dari jam belajar kegiatan intrakurikuler (konvensional) yang dilakukan selama 8 jam per hari. Yang artinya perbandingan porsi antara jam belajar ekstrakurikuler dengan jam belajar intrakurikuler yaitu 2:8.

Bacaan Lainnya
DONASI

Selain itu, apakah dengan penyeragaman pembelajaran yang sudah distandarisasi oleh pemerintah nantinya akan benar-benar bermanfaat bagi peserta didik? Setiap peserta didik memiliki kecenderungan kecerdasan yang berbeda-beda. Maka bentuk penyeragaman pembelajaran tersebut apabila ditelisik lebih jauh akan sampai pada tata nilai filosofi neo-liberalisme dan kapitalisme (Subkhan, 2016:31). Sehingga dengan begitu perlu adanya pendekatan pembelajaran yang beragam dan akomodatif terhadap keragaman siswa yang nantinya akan mengarah pada personalized learning.

Pendidikan yang berpusat pada individu (personalized learning) bukan jenis pendidikan yang egois atau narsis. Sebaliknya, ini adalah cara yang amat menganggap serius tentang perbedaan individu. Para pendidik berusaha mempelajari sebanyak mungkin yang mereka bisa tentang kekuatan dan kecenderungan belajar masing-masing siswa. Sejauh mungkin, pendidikan memanfaatkan informasi ini untuk merancang pendidikan yang optimal untuk masing-masing anak (Gardner, 2013:77).

Salah satu teori yang mendasari dari pemaparan di atas adalah teori Multiple Intelligences. Teori ini diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1980-an. Di dalam teori nya tersebut Gardner mempercayai bahwa kompetensi kognitif manusia akan lebih baik jika dideskripsikan dalam hal rangkaian keahlian, bakat, atau kemampuan mental, yang ia sebut sebagai kecerdasan. Semua individu normal memiliki tiap keahlian ini hingga taraf tertentu; setiap individu mempunyai perbedaan dalam tingkat keahlian dan dalam sifat kombinasinya. Ia mempercayai bahwa teori kecerdasan ini mungkin lebih manusiawi dan lebih faktual dibandingkan pandangan alternatif tentang kecerdasan serta lebih memadai dalam mencerminkan data perilaku ”cerdas” manusia. Teori seperti itu memiliki implikasi pendidikan yang tinggi (Gardner, 2013:18).

Keberadaan teori Multiple Intelligences ini memiliki potensi kuat dalam membenahi kesenjangan pendidikan seperti yang sudah dijelaskan pada paragraph di atas. Model pembelajaran berbasis Multiple Intelligences akan lebih memberikan fasilitas kepada siswa untuk dapat mengeksplore atau mengembangkan kecerdasan dan bakat yang dimiliki dengan penerapan yang tepat serta desain kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Laili Puspitaningrum
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

 

Daftar Pustaka
Gardner, Howard. (2013). Multiple Intelligences. Terjemahan oleh Yelvi Andri Zaimur. Jakarta: Daras Books.
Subkhan, Edi. (2016). Pendidikan Kritis. Yogyakarta: AR-RUZZ Media

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI