Pemilu Amerika Serikat tahun 2024 telah berakhir dan Donald Trump dinyatakan sebagai presiden terpilih Amerika Serikat untuk 4 tahun kedepan dihitung dari tanggal 20 Januari 2025, Trump dinyatakan menang dan menjadi presiden Amerika Serikat terpilih karena berhasil mengantongi mayoritas suara elektoral.
Dalam hal ini Trump berhasil mendapatkan 312 suara elektoral dibandingkan dengan Kamala Harris yang hanya berhasil mendapatkan 226 suara elektoral, lalu sebenarnya apa yang salah dalam sistem Pemilu Amerika Serikat?
Pemilu Amerika Serikat yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali menerapkan sistem yang sangat berbeda dibandingkan dengan negara-negara demokrasi lainnya.
Jika di Indonesia dan banyak negara lainnya presiden yang terpilih merupakan calon presiden dengan suara mayoritas terbanyak, maka lain halnya dengan Amerika Serikat.
Amerika Serikat menggunakan sistem “Electoral College” yang di mana kemenangan calon presiden bukan berasal dari mayoritas suara pada saat Pemilu berlangsung melainkan calon presiden dinyatakan menang jika berhasil mendapatkan mayoritas dari suara elektoral, dalam hal ini calon presiden Amerika Serikat dinyatakan menang jika berhasil mendapat lebih dari 270 suara elektoral.
Dalam sistem politik Amerika Serikat, masyarakat diwakilkan oleh satu orang perwakilan di dewan perwakilan rakyat Amerika Serikat atau House of Representative yang dimana mewakili masyarakat dalam satu daerah pemilihan atau yang lebih dikenal sebagai Congressional Districts. Setiap negara bagian yang ada di Amerika Serikat memiliki jumlah Congressional Districts yang berbeda-beda tergantung dari populasi yang ada di dalam satu negara bagian.
Seperti contoh negara bagian California dengan populasi sekitar 38 juta penduduk memiliki 52 Congressional Districts yang diwakili juga oleh 52 orang perwakilan di House of Representative atau sekitar 700 ribu masyarakat per satu Congressional Districts.
Hal ini juga berlaku di negara-negara bagian yang memiliki populasi yang kecil seperti negara bagian Wyoming yang hanya memiliki 580 ribu penduduk sehingga hanya memiliki 1 Congressional District dan hanya diwakili oleh 1 orang perwakilan di House of Representative. Setiap negara bagian juga memiliki 2 orang senator yang mewakili setiap negara bagian di U.S. Congress.
Electoral College merupakan sebuah sistem Pemilu di mana kemenangan seorang calon presiden ditentukan bukan berdasarkan total suara terbanyak melainkan ditentukan berdasarkan suara elektoral di setiap negara bagian yang kemudian dijumlahkan secara nasional.
Jadi negara bagian dengan Congressional Districts terbanyak memiliki suara kontribusi suara terbanyak pada saat Pemilu, seperti contoh negara bagian California yang memiliki 52 Congressional Districts ditambah dengan 2 suara senator, maka California memiliki 54 suara elektoral.
Sistem yang juga tidak kalah penting adalah sistem Winner take all dimana jika satu calon presiden mendapat suara mayoritas di suatu negara bagian, maka seluruh suara elektoral dari satu negara bagian tersebut menjadi milik calon presiden tersebut, seperti contoh dalam pilpres Amerika Serikat baru-baru ini dimana di negara bagian Pennsylvania.
Trump menang selisih suara hanya sebesar 100 ribu suara, namun dikarenakan Winner take all system maka 19 suara elektoral di negara bagian Pennsylvania berhasil di kantongi Trump.
Di sinilah berbagai macam masalah mulai muncul, dimana setiap suara masyarakat yang ada di negara bagian dengan populasi kecil pada akhirnya lebih berharga dibandingkan dengan suara masyarakat yang ada di negara bagian dengan populasi yang banyak.
Seperti contoh di negara bagian seperti Wyoming walaupun hanya memiliki 580 ribu suara namun memiliki 3 suara elektoral (1 suara melalui House of Representative dan 2 suara melalui senator) yang membuat masyarakat yang ada di Wyoming mempunyai suara yang lebih berharga dan lebih diperhitungkan dibandingkan dengan masyarakat yang ada di negara bagian California.
Masalah lain yang juga muncul ketika menggunakan sistem Electoral College adalah calon presiden yang kemudian menang dan terpilih menjadi presiden Amerika Serikat bisa saja bukan merupakan calon presiden dengan total suara terbanyak atau bisa dibilang kalah dalam hal total suara masyarakat.
Hal ini tidak hanya terjadi sekali dalam sejarah pemilihan presiden di Amerika Serikat, namun sudah terjadi sebanyak 5 kali yakni di tahun 1824, 1876, 1888, 2000 dan yang paling terakhir di tahun 2016.
Jika dilihat dari pemilihan presiden di tahun 2016, Hillary Clinton memperoleh suara sebanyak hampir 66 juta suara atau sebanyak 48,2 persen dari total suara sedangkan Donald Trump hanya memperoleh suara sebanyak hampir 63 juta suara atau sekitar 46,1 persen dari total suara,
Namun Trump dinyatakan sebagai presiden Amerika Serikat yang ke 45 dikarenakan berhasil mengantongi 304 suara elektoral dibandingkan dengan Hillary yang hanya mampu mengantongi 227 suara elektoral.
Beberapa negara bagian telah dikenal memiliki konsistensi dalam memilih calon mereka, seperti California yang dalam 4 pemilihan terakhir selalu konsisten memilih calon presiden yang berasal dari partai Demokratik.
Di lain sisi ada juga Texas yang dalam 4 pemilihan terakhir selalu konsisten memilih calon presiden yang berasal dari partai Republikan, lalu ada juga negara-negara bagian seperti Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin yang memiliki pilihan yang berbeda setiap pemilihannya
Negara-negara bagian dengan tipe seperti ini dikenal dengan sebutan Swing States atau negara bagian yang bisa saja memilih partai Demokratik ataupun Republikan dan biasanya negara-negara bagian seperti ini menjadi penentu calon presiden siapa yang kemudian akan menang karena kecenderungannya untuk memilih partai yang berbeda setiap Pemilu.
Di sinilah muncul masalah baru dimana pada akhirnya calon presiden yang akan melakukan kampanye kemudian memfokuskan kampanye mereka hanya pada negara-negara bagian yang dianggap sebagai Swing States dan kemudian membiarkan negara-negara bagian yang dianggap telah “dikuasai”.
“Semua suara berharga, dan cara kita untuk membuat itu berhasil adalah dengan sistem national voting dan itu berarti hapus sistem Electoral College” ujar Elizabeth Warren yang bertugas sebagai senator mewakili negara bagian Massachusetts.
Menurut data dari Paw Research Center menyebutkan bahwa 63% masyarakat Amerika Serikat setuju jika Electoral College diganti dengan national voting yang kemudian memungkinkan calon presiden untuk dinyatakan sebagai calon presiden terpilih jika berhasil memperoleh mayoritas suara masyarakat Amerika Serikat.
Berbagai upaya telah diusahakan untuk mengganti Electoral College dengan sistem yang lebih baik, namun setiap upaya yang dilakukan tidak pernah berhasil karena digagalkan oleh senator-senator yang berasal dari partai Republikan yang sangat diuntungkan dengan adanya Electoral College bahkan dari tahun 1800-an.
Sistem Electoral College yang digunakan di Amerika Serikat secara tidak langsung mematikan kata demokrasi yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat serta para pemimpin yang ada di Amerika Serikat.
Dengan adanya kejadian-kejadian seperti calon presiden yang “gagal” menang karena kalah dalam sistem elektoral membuktikan bahwa masih banyak hal yang salah dalam satu sistem dan diperlukan banyak pembaharuan serta perbaikan atau bahkan perubahan untuk mengganti sistem yang sudah tidak relevan lagi apalagi di negara yang menjunjung tinggi kata demokrasi.
Penulis: Raden Samuel Christian Soeprodjo
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Satya Wacana
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News