Euthanasia: Tentukan atau Biarkan Nasib Seseorang

Euthanasia
Sumber: istockphoto, Karya: Bet_Noire.

Euthanasia merupakan salah satu tindakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaannya, pada umumnya tindakan ini dilaksanakan pada pasien yang tidak dapat sembuh.

Tindakan euthanasia memunculkan banyak perdebatan terkait aspek etika, hukum, moral, serta kemanusiaan. Beberapa orang menganggap tindakan ini merupakan salah satu hak asasi karena merupakan sebuah pilihan untuk mati dengan bermartabat, di sisi lain beberapa orang menolak tindakan ini karena bertentangan dengan ajaran beragama.

Maka dari itu esai ini akan membahas terkait permasalahan euthanasia dalam berkehidupan disertai dengan opini penulis.

Euthanasia dapat dibedakan menjadi euthanasia aktif dan pasif. Euthanasia aktif melibatkan tindakan yang disengaja, seperti memberikan suntikan mematikan, sedangkan euthanasia pasif dilakukan dengan menghentikan perawatan medis yang memperpanjang hidup, seperti melepaskan alat bantu napas.

Bacaan Lainnya

Kedua bentuk euthanasia ini dapat dilakukan secara sukarela, di mana pasien memberi persetujuan, atau non-sukarela, di mana pasien tidak dapat memberikan persetujuan karena kondisi fisiknya (Taylor, 2021).

Euthanasia aktif dan pasif serta pilihan sukarela atau non-sukarela menjadi pokok perdebatan hukum dan moral di banyak negara. Perbedaan konsep ini berpengaruh pada bagaimana regulasi diterapkan dan bagaimana dokter serta keluarga pasien berperan dalam pengambilan keputusan.

Salah satu argumen yang mendukung euthanasia adalah hak individu untuk memilih cara mengakhiri hidupnya, terutama jika mereka mengalami penderitaan yang tak tertahankan. Menurut para pendukung, euthanasia memberikan hak otonomi terhadap tubuh seseorang dan memungkinkan mereka untuk mati dengan martabat.

Baca Juga: Mengapa Obat Herbal menjadi Alternatif dalam Dunia Medis?

Ini adalah bentuk kebebasan individu untuk menentukan kapan dan bagaimana mereka ingin menyudahi penderitaannya. Pasien yang mengalami penyakit terminal seringkali merasa bahwa kehidupan mereka sudah tidak bernilai karena penderitaan yang ditimbulkan.

Dalam situasi ini, euthanasia dapat dianggap sebagai tindakan belas kasih yang memungkinkan seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang damai dan tanpa rasa sakit (Garcia, 2021).

Dalam beberapa kasus, perawatan medis yang tersedia hanya memperpanjang penderitaan tanpa meningkatkan kualitas hidup pasien (Peterson, 2022).

Pihak yang menolak euthanasia mengemukakan bahwa kehidupan adalah hal yang sakral dan tidak boleh diakhiri oleh manusia. Mereka percaya bahwa semua kehidupan memiliki nilai yang harus dijaga, terlepas dari keadaan medis atau penderitaan seseorang.

Dari perspektif ini, euthanasia dipandang sebagai bentuk pembunuhan yang melanggar prinsip moral dan religius. Ada juga kekhawatiran tentang kemungkinan penyalahgunaan euthanasia jika dilegalkan. Misalnya, beberapa pihak mungkin mempengaruhi pasien untuk memilih euthanasia demi keuntungan finansial atau alasan lain yang tidak etis.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana memastikan bahwa keputusan euthanasia benar-benar didasarkan pada kehendak bebas pasien, tanpa adanya tekanan dari pihak ketiga.

Baca Juga: Merancang dan Membangun Robot Medis yang Aman dan Efektif: Kontribusi Teknik Mesin untuk Meningkatkan Layanan Kesehatan

Berbagai negara memiliki pendekatan yang berbeda terhadap euthanasia. Di beberapa negara seperti Belanda, Belgia, dan Kanada, euthanasia diatur secara hukum dengan kriteria ketat, seperti harus ada penderitaan yang tak tertahankan dan tidak adanya alternatif pengobatan.

Di negara-negara ini, euthanasia dianggap sebagai bagian dari hak pasien untuk mati dengan martabat. Namun, di negara-negara lain, seperti Indonesia, euthanasia tetap ilegal.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), euthanasia dianggap sebagai tindakan kriminal, dan siapa pun yang terlibat dalam tindakan ini bisa dihukum. Meskipun ada beberapa usulan reformasi hukum, euthanasia masih menjadi topik yang kontroversial di banyak negara.

Menurut saya, euthanasia seharusnya menjadi pilihan yang tersedia dalam sistem kesehatan, tetapi hanya dengan regulasi ketat dan pengawasan yang kuat. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan nasib hidupnya sendiri, terutama jika mereka menghadapi penderitaan yang tak tertahankan akibat penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Namun, penting untuk memastikan bahwa keputusan ini benar-benar berasal dari pasien sendiri, tanpa tekanan dari pihak lain. Di sisi lain, saya memahami kekhawatiran tentang nilai kehidupan dan penyalahgunaan euthanasia.

Baca Juga: Implementasi Teknologi AI dalam Pelaksanaan Operasi Bedah Medis Efektif atau Berbahaya?

Oleh karena itu, proses pengambilan keputusan euthanasia harus melibatkan penilaian medis yang ketat dan pengawasan hukum yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan. Dengan adanya pengawasan yang baik, euthanasia dapat menjadi cara yang manusiawi untuk mengakhiri penderitaan yang tidak perlu.

Euthanasia adalah isu yang kompleks dengan berbagai dimensi etis, hukum, dan kemanusiaan. Di satu sisi, ada argumen kuat tentang hak individu untuk memilih mati dengan martabat. Di sisi lain, ada kekhawatiran moral dan hukum tentang kemungkinan penyalahgunaan.

Regulasi yang ketat dan pengawasan hukum yang baik diperlukan untuk memastikan bahwa euthanasia dilakukan dengan tujuan yang benar, yaitu untuk mengurangi penderitaan pasien yang tidak dapat disembuhkan.

Penulis: Abelino Putra Kusyari (222310101039)
Mahasiswa Keperawatan Universitas Jember

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses