Media sosial, terutama Instagram dan TikTok, telah mengubah cara kita berpakaian. Di satu sisi, kita punya “fashion victim” yang rela mengikuti tren demi tren tanpa mempertimbangkan kepribadian. Di sisi lain, ada “fashion savvy” yang lebih selektif dan punya gaya khas.
Mahasiswa di Yogyakarta, sebagai pengguna aktif media sosial, terbagi dalam dua kelompok ini. Lantas, kamu termasuk yang mana? Yuk, temukan jawabannya!
Pernahkah kamu merasa harus punya baju baru setiap kali ada tren fashion baru? Atau mungkin kamu lebih suka memiliki gaya yang unik dan berbeda dari yang lain? Dunia fashion saat ini sangat dipengaruhi oleh media sosial.
Instagram, TikTok, dan platform lainnya seolah-olah menjadi diktator gaya hidup. Namun, di balik gemerlapnya dunia fashion digital, ada dua tipe individu yang menarik untuk diperhatikan: “fashion victim” dan “fashion savvy“. Untuk mengetahui hal tersebut, kami yang berjumlah 4 mahasiswa melakukan penelitian terhadap mahasiswa di Yogyakarta, yang notabene adalah pengguna aktif media sosial, yang menjadi contoh nyata dari kedua tipe ini.
Penelitian yang kami lakukan pada bulan September-November 2024 ini, bertujuan untuk mengungkap bagaimana media sosial mempengaruhi pilihan gaya berpakaian mahasiswa di Yogyakarta, serta membedakan antara mahasiswa yang mengikuti tren tanpa berpikir panjang (“fashion victim“) dan mereka yang lebih selektif (“fashion savvy“).
Bagaimana media sosial mempengaruhi persepsi mahasiswa tentang gaya berpakaian? Apakah ada perbedaan signifikan antara “fashion victim” dan “fashion savvy” dalam hal pilihan gaya berpakaian?
Gaya berpakaian telah menjadi salah satu bentuk ekspresi diri yang kuat, terutama di kalangan generasi muda. Media sosial, dengan jangkauannya yang luas dan pengaruhnya yang kuat, telah membentuk lanskap fashion secara signifikan.
Mahasiswa saat ini sangat bergantung pada media sosial sebagai sumber informasi dan hiburan utama. Platform seperti Google, YouTube, Instagram, Facebook, dan Twitter telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Perkembangan media sosial telah memberikan pengaruh signifikan terhadap gaya hidup mahasiswa. Gaya hidup adalah cerminan diri seseorang, termasuk nilai, sikap, dan pandangan dunia. Mahasiswa, sebagai individu yang sedang membangun identitas, memiliki gaya hidup yang khas.
Fenomena ini memunculkan dua kelompok mahasiswa dalam hal pilihan gaya berpakaian, yaitu “fashion victim” dan “fashion savvy”. Konsep “fashion victim” dan “fashion savvy” sering digunakan untuk menggambarkan dua tipe konsumen fashion yang berbeda.
Fashion victim” cenderung mengikuti tren fashion secara membabi buta, tanpa mempertimbangkan kepribadian atau kesesuaian gaya dengan tubuh. Sebaliknya, “fashion savvy” adalah individu yang lebih selektif dalam memilih pakaian, dengan mempertimbangkan kualitas, kenyamanan, dan keunikan.
Penelitian yang kami lakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam untuk menggali pemahaman mendalam tentang pengalaman mahasiswa dalam memilih gaya berpakaian di era media sosial.
Wawancara difokuskan pada frekuensi penggunaan media sosial, sumber inspirasi, dan alasan di balik pilihan gaya berpakaian mereka. Untuk memastikan validitas data, dilakukan triangulasi dengan membandingkan hasil wawancara dengan observasi non-partisipan. Metode ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk menggali makna yang lebih dalam dari fenomena yang diteliti.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta. Wawancara dilakukan secara tatap muka dan berlangsung selama kurang lebih 15 menit.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka untuk menggali informasi mengenai: frekuensi penggunaan media sosial, platform yang digunakan, pengaruh media sosial terhadap pilihan gaya berpakaian, persepsi tentang “fashion victim” dan “fashion savvy” dan pengalaman pribadi.
Hasil survey yang kami lakukan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa mengakui bahwa media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pilihan gaya berpakaian mereka. Media sosial tidak hanya menjadi sumber inspirasi, tetapi juga menciptakan tekanan untuk tampil sesuai dengan tren yang sedang populer.
a. Fashion Victim:
Mahasiswa yang termasuk dalam kategori “fashion victim” cenderung mengikuti tren fashion secara cepat dan tanpa pertimbangan yang matang. Mereka sering membeli pakaian hanya karena sedang populer, tanpa mempertimbangkan apakah pakaian tersebut sesuai dengan bentuk tubuh atau gaya pribadi mereka. Biasanya mereka terpengaruh teman sebaya, keluarga, atau selebriti.
b. Fashion Savvy:
Mahasiswa yang termasuk dalam kategori “fashion savvy” lebih selektif dalam memilih pakaian. Mereka menggunakan media sosial sebagai sumber inspirasi, tetapi tidak terpaku pada satu tren tertentu. Mereka lebih memperhatikan kualitas bahan, kenyamanan, dan keunikan suatu pakaian.
Salah satu subjek bernama Nela, seorang mahasiswi semester 5 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, mengaku sering tergoda untuk membeli barang yang sedang viral di TikTok.
“Aku pernah beli celana, jaket dan sandal yang lagi hype. Ternyata pas dipakai bebarengan enggak nyaman dan kurang cocok sama gaya sehari-hariku, apalagi enggak nyambung sama sekali pas dipakai bebarengan padahal kan itu semuanya lagi viral-viralnya” ujarnya.
Berbeda dengan Nela, Sasa, mahasiswa jurusan hukum UIN Sunan Kalijaga, lebih suka menciptakan gaya sendiri. “Aku sering mix and match baju-baju yang aku punya dengan aksesori unik. Menurutku, itu lebih seru dan bisa jadi identitas diri,” kata Sasa. Dari hal tersebut maka, Nela bisa dikatakan sebagai “fashion victim” yang lebih fokus pada tren, sementara Sasa adalah contoh “fashion savvy” yang mengedepankan kepribadian.
Baca juga: Strategi Sukses Fashion Public Relations di Era Digital dengan Sentuhan Kreatif
Perkembangan media sosial, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa, telah mengubah gaya hidup secara signifikan. Platform-platform digital ini tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga membentuk tren dan gaya hidup yang baru.
Gaya hidup modern yang ditampilkan di media sosial seringkali menjadi acuan bagi banyak orang, termasuk mahasiswa. Mahasiswa perlu bijak dalam memanfaatkan media sosial sebagai sumber inspirasi.
Mereka harus mampu membedakan antara tren yang sesungguhnya sesuai dengan gaya pribadi mereka dan tren yang hanya bersifat sementara. Hal ini menunjukkan pentingnya literasi media bagi mahasiswa agar dapat memanfaatkan media sosial secara bijak dan tidak terjebak dalam konsumerisme mode yang berlebihan.
Di era media sosial yang serba cepat, tren fashion silih berganti. Namun, di balik gemerlapnya dunia mode, penting bagi kita untuk memiliki identitas diri yang kuat.
Daripada menjadi budak tren, jadilah pencipta gaya! Dengan memahami diri sendiri dan memilih pakaian yang sesuai dengan kepribadian, kita bisa tampil percaya diri dan unik. Intinya, jangan takut untuk berbeda dan jadilah versi terbaik dari dirimu sendiri.
“Yuk, sama-sama bijak dalam menggunakan media sosial dan jadikan fashion sebagai bentuk ekspresi diri yang positif!“. “Fashion Victim” Atau “Fashion Savvy”? Yuk, share pengalamanmu di kolom komentar!
Penulis:
- Mevia Salsa Awalya (2022011035)
- Ilham Ardiansyah (2022011085)
- Sonya Dafa Ratnalusty N. (2022011086)
Mahasiswa Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News