Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial, kebiasaan berbagi cerita, gambar, dan aktivitas sehari-hari di dunia maya semakin marak terjadi. Fenomena ini, yang dikenal dengan istilah oversharing, menunjukkan kecenderungan seseorang untuk membagikan informasi pribadi secara berlebihan di platform digital seperti Instagram, Twitter, atau Facebook.
Fenomena oversharing sering kali bermula dari kebutuhan untuk berbagi momen bahagia atau cerita kehidupan. Namun, tanpa disadari, kebiasaan ini dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, media sosial menawarkan panggung bagi individu untuk mengekspresikan diri, membangun jejaring sosial, hingga mencari dukungan emosional. Di sisi lain, terlalu banyak informasi pribadi yang diunggah dapat menjadi bumerang, menimbulkan risiko keamanan, privasi, hingga tekanan sosial.
Menurut sebuah studi, banyak orang yang oversharing merasa didorong oleh kebutuhan akan validasi sosial. Jumlah ālikesā atau komentar sering kali menjadi tolak ukur nilai diri, yang sayangnya dapat membuat seseorang terus-menerus membagikan informasi lebih banyak lagi. Hal ini tidak hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga dapat membuat seseorang rentan terhadap ancaman seperti pencurian identitas atau kejahatan siber.
Baca Juga:Ā Fenomena Doom Spending di Kalangan Mahasiswa
Lebih ironisnya, oversharing juga kerap memunculkan fenomena lain, seperti perasaan cemas dan tidak percaya diri akibat perbandingan sosial. Ketika melihat unggahan orang lain yang tampak lebih sukses, bahagia, atau sempurna, individu yang sebelumnya merasa nyaman dengan hidupnya bisa saja merasa minder.
Padahal, apa yang ditampilkan di media sosial sering kali hanya āsisi terbaikā dari kehidupan seseorang, bukan gambaran utuh dari realitas.
Selain itu, oversharing juga memiliki dampak jangka panjang terhadap reputasi digital. Apa yang diunggah di internet bersifat permanen dan sulit dihapus sepenuhnya. Hal ini menjadi tantangan khusus bagi generasi muda yang tanpa sadar membangun jejak digital yang dapat memengaruhi peluang karier atau hubungan di masa depan.
Untuk menghindari dampak negatif oversharing, penting bagi setiap pengguna media sosial untuk mengadopsi pola pikir kritis dan bijak dalam menggunakan platform digital. Tidak semua cerita atau momen perlu dibagikan. Pertimbangkan apakah informasi yang akan diunggah dapat memberikan manfaat atau justru menimbulkan risiko.
Fenomena oversharing seharusnya menjadi pengingat bahwa dunia maya bukanlah tempat yang sepenuhnya aman. Setiap unggahan memiliki konsekuensi, baik positif maupun negatif. Dengan kesadaran yang lebih besar akan risiko-risiko ini, kita dapat menggunakan media sosial secara lebih sehat dan bertanggung jawab.
Penulis: Rosa Amilianti
MahasiswaĀ Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News