Identitas Buku
Penulis | Prof. Dr. Darwis A. Soelaiman, M.A. |
Penerbit | Bandar Publishing |
Kota Terbit | Banda Aceh |
Tahun Terbit | 2019 |
Jumlah Halaman | 191 Halaman |
ISBN | 978-623-7499-37-4 |
Pengantar
Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam adalah buku yang mengajak pembaca untuk memahami ilmu pengetahuan dari sudut pandang filsafat, baik dalam tradisi Barat maupun Islam.
Buku ini terdiri dari 11 bab, yang secara bertahap membahas dasar-dasar filsafat hingga tantangan sains modern dan upaya umat Islam membangkitkan kembali peradaban ilmu.
Karya ini sangat cocok bagi mahasiswa, akademisi, dan pembaca umum yang ingin memahami dasar-dasar filsafat ilmu sekaligus menelaah bagaimana ilmu dapat dikembangkan secara bertanggung jawab dan bermoral.
Pemikiran penulis yang kritis dan argumentatif menjadikan buku ini sebagai rujukan penting dalam studi filsafat ilmu kontemporer.
Bab 1: Filsafat Umum
Bab pertama menjelaskan apa itu filsafat. Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan secara umum merupakan upaya manusia memahami hakikat realitas.
Filsafat umum mencakup kajian menyeluruh tentang segala hal, termasuk ilmu, agama, dan seni. Dalam dunia pendidikan, filsafat sangat penting karena melatih pola pikir kritis dan mendalam.
Meskipun dianggap spekulatif, filsafat justru membantu manusia memahami hidup secara lebih bermakna dan bertanggung jawab.
Baca Juga:Â Resume Buku: Kompilasi Penelitian Berbasis Filsafat Ilmu Pendidikan Islam
Bab 2: Filsafat Ilmu Pengetahuan
Bab ini memperkenalkan filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membahas ilmu pengetahuan secara mendalam—bukan hanya isinya, tetapi juga bagaimana ilmu dibangun, dipahami, dan digunakan.
Filsafat ilmu membahas pertanyaan seperti: apa itu ilmu, bagaimana ilmu diperoleh, dan apa batasnya. Sifatnya reflektif dan kritis, serta membantu kita mengevaluasi dan mengarahkan ilmu agar tetap berpijak pada nilai-nilai etis dan sosial.
Bab 3: Ontologi
Ontologi adalah kajian tentang realitas dan apa yang “ada”. Dalam konteks ilmu, ontologi berfungsi untuk menjelaskan apa objek yang dipelajari oleh suatu ilmu dan bagaimana realitas itu dipahami.
Misalnya, fisika mempelajari benda dan energi, sementara sosiologi mempelajari manusia dan masyarakat. Cara pandang ontologis dipengaruhi oleh paradigma—seperti Barat yang cenderung materialistik, sementara Islam mencakup unsur spiritual. Ontologi penting agar ilmu bisa berkembang secara koheren dan tidak saling bertentangan.
Bab 4: Epistemologi
Epistemologi membahas bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan bagaimana menilai kebenarannya. Ada beberapa sumber pengetahuan, seperti pengalaman (empirisme), akal (rasionalisme), intuisi, dan wahyu.
Metode ilmiah menjadi alat utama dalam memperoleh pengetahuan secara sistematis. Bab ini juga membahas teori kebenaran seperti korespondensi, koherensi, dan pragmatisme.
Epistemologi membantu kita lebih kritis dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum teruji.
Baca Juga:Â Ringkasan Singkat Buku Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam Karya Seyyed Hossein Nasr
Bab 5: Logika
Logika adalah alat berpikir yang penting dalam menyusun argumen dan menarik kesimpulan yang benar. Ada dua jenis utama logika: deduktif (dari umum ke khusus) dan induktif (dari khusus ke umum).
Logika membantu ilmuwan berpikir secara sistematis, menghindari kesalahan berpikir (fallacies), dan menyusun teori yang kuat.
Tak hanya di dunia akademik, logika juga berguna dalam kehidupan sehari-hari agar kita tidak mudah tertipu atau salah paham.
Bab 6: Aksiologi
Aksiologi membahas nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan, seperti nilai moral dan manfaat sosial. Ilmu tidak bebas nilai karena dalam praktiknya, ilmu selalu terhubung dengan kepentingan manusia.
Oleh karena itu, ilmu harus diarahkan untuk kebaikan, bukan merusak. Ilmuwan punya tanggung jawab moral terhadap dampak ilmu.
Aksiologi juga menyentuh nilai estetika dan manfaat praktis—ilmu yang baik adalah yang benar, indah, dan bermanfaat bagi kehidupan.
Baca Juga:Â Pengaruh Filsafat pada Ilmu Pengetahuan
Bab 7: Sains Modern
Sains modern berkembang pesat di Barat sejak revolusi ilmiah. Ciri utamanya adalah bersifat empiris, rasional, dan sekuler, memisahkan ilmu dari agama.
Sains modern membawa banyak manfaat dalam teknologi dan kesehatan, tapi juga menyebabkan krisis lingkungan, degradasi moral, dan dehumanisasi.
Karena itu, sains perlu diawasi dan diarahkan agar tidak menjadi alat penindasan. Diperlukan paradigma baru yang menggabungkan sains dengan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual.
Bab 8: Sikap Ilmuwan Muslim terhadap Sains Modern
Umat Islam tidak boleh menelan sains modern mentah-mentah. Ilmuwan Muslim perlu mengkritisi aspek ideologis dari sains modern dan memilah mana yang sesuai dengan Islam.
Kita perlu membangun paradigma sains yang berbasis tauhid dan etika. Sejarah mencatat bahwa ilmuwan Muslim dahulu menggabungkan wahyu dan akal secara harmonis—tradisi ini bisa dihidupkan kembali untuk menciptakan sains yang Islami dan bermanfaat.
Bab 9: Konsep Islam Mengenai Ilmu
Dalam Islam, ilmu adalah jalan untuk mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya. Ilmu tidak netral, tapi harus membawa manfaat dan nilai-nilai moral. Sumber ilmu dalam Islam meliputi akal, pengalaman, dan wahyu.
Karena itu, ilmu dalam Islam bersifat menyeluruh, mencakup dunia dan akhirat, materi dan spiritual. Pendidikan Islam idealnya mengintegrasikan ilmu agama dan umum agar menghasilkan manusia yang berilmu dan berakhlak.
Baca Juga:Â Identitas Agama: Fenomena Muslimah di Cina Berhijab dalam Perspektif Filsafat Islam
Bab 10: Sains dan Peradaban Islam dalam Sejarah
Dulu, dunia Islam pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan. Tokoh seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Khawarizmi menjadi pelopor dalam banyak bidang ilmu.
Kejayaan ini didorong oleh semangat mencari ilmu dan dukungan negara terhadap riset dan pendidikan.
Namun, kejayaan itu meredup karena invasi, konflik internal, dan menurunnya semangat ilmiah. Dari sejarah ini, kita bisa belajar untuk membangun kembali peradaban ilmu yang Islami.
Bab 11: Upaya Membangun Kembali Sains dan Peradaban Islam
Bab terakhir berisi ajakan membangun kembali peradaban ilmu di dunia Islam. Kuncinya ada pada pendidikan yang mengintegrasikan ilmu umum dan agama, serta membentuk ilmuwan yang bermoral.
Riset harus diarahkan untuk kemaslahatan umat, bukan sekadar prestise akademik. Penulis menekankan pentingnya kerja sama antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat.
Dengan semangat baru yang sesuai zaman, umat Islam bisa kembali menjadi pelopor ilmu pengetahuan.
Baca Juga: Pandangan Filsafat Pengorbanan dari Keluarga Nabi Ibrahim AS sehingga Disebut Hari Raya Qurban
Penutup
Secara keseluruhan, buku Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam menyajikan kajian mendalam dan seimbang antara dua tradisi besar dalam memahami ilmu.
Penulis tidak hanya membandingkan, tetapi juga mengharmoniskan pendekatan Barat dan Islam dalam kerangka etika dan spiritualitas.
Buku ini mengingatkan bahwa ilmu bukan sekadar metode, melainkan juga mengandung nilai dan tanggung jawab sosial.
Resume ini diharapkan menjadi pintu awal untuk memahami isi buku. Bagi yang ingin menggali lebih dalam, membaca langsung karya ini sangat disarankan.
Buku ini mengajak kita merefleksikan arah ilmu pengetahuan modern dan pentingnya membangun paradigma yang berpijak pada nilai-nilai luhur.
Penulis: Revanita Anggreani
Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Dosen Pengampu: Zein Muchamad Masykur, M. Ag.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News