Help-Seeking Behavior Pada Korban Kekerasan Seksual di Indonesia

Help-Seeking Behavior
Help-Seeking Behavior Pada Korban Kekerasan Seksual di Indonesia. (Sumber: detik.com)

Kekerasan seksual menjadi masalah yang cukup kompleks saat ini. Ruang terjadinya hal ini semakin meluas. Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja bahkan di tempat umum dan terbuka sekaligus, mulai dari instansi pendidikan, pemerintahan bahkan di pesantren sekalipun.

Para pelaku dengan leluasa melakukan hal tersebut tanpa adanya rasa malu maupun takut. Tak jarang juga pelaku merupakan seorang pemuka agama, yang sulit dipercaya dapat melakukan hal tersebut.

Meningkatnya masalah ini terjadi juga karena adanya stigma pada korban yang mengalami, dimana korban merasa malu dan takut untuk membela diri dengan menghindari terungkapnya kejadian ini. Korban merasa tidak memiliki ruang aman untuk bersuara, karena takut akan dihakimi oleh orang lain.

Bacaan Lainnya

Banyak pertanyaan yang muncul “yakin itu gak sama-sama mau?” dan hal semacamnya. Pada Januari s.d November 2022 Komnas Perempuan mencatat adanya 860 kasus kekerasan seksual di ranah publik dan 899 kasus di ranah personal.

Meskipun saat ini mulai banyak orang yang secara tegas menyuarakan stop diskriminasi kepada korban pelecehan seksual dan secara terang-terangan membela korban.

Banyak ditemukan komunitas-komunitas pembela, seperti satgas pencegahan kekerasan seksual di kampus-kampus dan instansi lainnya. Namun tetap saja masih banyak korban-korban kekerasan seksual yang tidak bersuara karena merasa takut dan malu.

Belum lagi dengan orang-orang yang akan meragukan kebenaran kepada korban, karena tidak adanya bukti yang dapat diberikan. Keberanian dari korban untuk mencari pertolongan kepada orang lain untuk membela dirinya dalam istilah psikologis disebut help-seeking behavior.

Baca juga: Guru Melakukan Kekerasan Seksual, Bagaimana Dampak Trauma yang Dialami Korban?

Help-seeking behavior adalah proses yang dilakukan oleh individu untuk mencari bantuan dan dukungan dari sumber-sumber yang tersedia dalam mengatasi masalah atau kondisi yang dihadapi.

Dalam konteks korban kekerasan seksual, help-seeking behavior sangat penting karena kekerasan seksual dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, emosional dan sosial yang serius bagi korban.

Namun, meskipun penting, help-seeking behavior korban kekerasan seksual seringkali dihambat oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang menghambat help-seeking behavior korban kekerasan seksual adalah stigma dan diskriminasi.

Korban sering merasa malu atau tidak percaya diri untuk mencari bantuan karena takut dijudge atau dijauhi oleh masyarakat. Selain itu, kurangnya akses dan keterbatasan sumber-sumber bantuan yang tersedia juga dapat menghambat help-seeking behavior korban kekerasan seksual.

Di beberapa negara, kurangnya dukungan sosial dan pengaturan hukum yang baik dapat menyulitkan korban untuk mencari bantuan yang tepat.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Widyaningtyas dan Damayanti (2022) berjudul Perilaku Pencaran Bantuan Oleh Perempuan Diasbilitas Penyintas Kekerasan Seksual Di Lembaga Yogyakarta.

Hasil penelitian menjelaskan banyak persepsi mereka bahwa orang disabilitas tidak pantas memperoleh bantuan sehingga mempengaruhi perilaku mereka untuk tidak meminta tolong atas hal yang mereka alami.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ikhwanisifa, Raudatussalamah Dan Susanti (2019) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, menjelaskan diadakannya sebuah terapi untuk mengembangkan keterampilan help-seekig behavior pada korban kekerasan seksual.

Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya peningkatan keterampilan namun tidak signifikan. Hal ini menunjukan bahwa perlu adanya perilaku help seeking behavior dan pentingnya hal itu untuk melindungi korban kekerasan seksual agar mengobati rasa traumanya dan mengurangi terjadinya kekerasan seksual.

Baca juga: Analisis HAM di Lingkungan Perguruan Tinggi terhadap Kasus Pelecehan/Kekerasan Seksual

Berdasarkan penjelasan diatas, pentingnya perilaku help seeking behavior ada pada diri setiap individu, terlebih korban kekerasan seksual. Namun hal ini tidak dapat terjadi secara instan.

Perlu adanya kesadaran dari individu tersebut untuk melindungi dirinya sendiri dan yakin untuk bersuara secara lantang bahwa dirinya adalah korban. Hal ini juga membutuhkan peran dari berbagai pihak internal maupun eksternal.

Pihak eksternal dapat berperan mengatasi masalah ini, dengan diperlukan upaya yang konsisten dari pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga sosial untuk meningkatkan akses dan kualitas sumber-sumber bantuan yang tersedia.

Ini termasuk peningkatan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual dan konsekuensi negatifnya, serta memberikan dukungan sosial dan hukum yang lebih baik bagi korban.

Selain itu, perlu juga ditingkatkan kualitas layanan yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga sosial dan medis. Dengan memberikan layanan yang berkualitas dan ramah, korban akan merasa lebih nyaman dan percaya diri untuk mencari bantuan.

Penulis: Aisyah Prima Nur Devita
Mahasiswa Jurusan Magister Psikologi Sains, Universitas Ahmad Dahlan

Editor: Imamah Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:
Ikhwanisifa, I., Raudatussalamah, R., & Susanti, R. (2019). ISLAMIC GROUP PLAY THERAPY: UPAYA PENGEMBANGAN KETERAMPILAN HELP SEEKING BEHAVIOUR DALAM MENGHADAPI KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK. Generasi Emas: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini2(2), 108-115.

Perempuan, K. (2022). Korban Bersuara, Data Bicara Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai Wujud Komitmen Negara. Catatan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2018. Jakarta, 2019.

Widyaningtyas, P. A., & Damayanti, R. (2022). Perilaku Pencarian Bantuan Oleh Perempuan Disabilitas Penyintas Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Lembaga X Yogyakarta). Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior, 4(2), 8-18.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI