Hukuman Mati dan Hak Asasi Manusia

Hukuman Mati dan Hak Asasi Manusia
Ilustrasi Hukum (Sumber: Penulis)

Hukum adalah suatu sistem norma atau peraturan yang dibuat dan diterapkan oleh negara atau lembaga yang berwenang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, guna menciptakan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Hukum memiliki peran penting dalam menjaga tatanan sosial, melindungi hak-hak individu, serta menyelesaikan sengketa yang muncul di antara pihak-pihak yang berbeda.

Hukum berfungsi sebagai pedoman atau aturan yang mengatur tingkah laku individu, kelompok, atau badan hukum dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu hukuman yang ada di Indonesia adalah hukuman mati, hukuman mati merupakan jenis pidana yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.

Hukuman mati adalah salah satu bentuk sanksi yang paling kontroversial dalam sistem peradilan pidana. Di beberapa negara, hukuman mati dianggap sebagai bentuk hukuman yang sah bagi pelaku kejahatan yang mana kejahatan tersebut termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa atau sangat berat, seperti pembunuhan atau terorisme.

Bacaan Lainnya

Namun, dalam perspektif hak asasi manusia, hukuman mati sering dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), terutama hak untuk hidup yang dianggap sebagai hak paling fundamental bagi setiap individu.

Pada Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”, Pasal tersebut sebagai salah satu dasar yang menegaskan hak dasar manusia.

Penjatuhan pidana mati berarti mengambil hak hidup seseorang, setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Namun dalam Pasal 28 J menyebutkan setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dan wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan boleh Undang-Undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan hak dan kebebasan orang lain.

Dalam pasal tersebut terdapat pertanggungjawaban bagi mereka yang melanggar HAM, sementara sistem hukum pidana Indonesia masih menerapkan pidana mati. Pertimbangan hakim dalam putusan pidana mati sebenarnya bermaksud untuk membela hak asasi manusia pada korban yang dirampas oleh terpidana.

Menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI) Sandra Moniaga, pada siding paripurna tahun 2016 menetapkan sikap menolak hukuman mati karena berkaitan erat melanggar dua aspek hak asasi manusia, yaitu hak atas hidup dan hak untuk bebas dari penyiksaan dan tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, kemanusiaan dan Pancasila.

Hak hidup dan hak untuk tidak disiksa merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun (non-derogable rights) dan hak konstitusional sesuai Pasal 28I UUD 1945.

Namun dalam pembaharuan kitab undang-undang hukum perdata (KUHP) disebutkan bahwa dalam pelaksanaan pidana mati terdapat batas waktu, yang dimana Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun, dengan mempertimbangkan rasa penyesalan terdakwa dan harapan untuk perbaikan diri, serta peran terdakwa dalam tindak pidana.

Disinilah berkembangnya tanggapan pro maupun kontra dalam masyarakat. Pendukung hukuman mati berargumen bahwa hukuman mati berfungsi sebagai pencegah kejahatan, terutama kejahatan-kejahatan berat seperti pembunuhan, terorisme dan kejahatan berat lainnya.

Mereka percaya bahwa potensi hukuman mati akan menakut-nakuti pelaku potensial dari melakukan kejahatan serupa. Hukuman mati dianggap sebagai bentuk keadilan bagi korban dan keluarganya, terutama dalam kasus kejahatan yang sangat brutal atau mengerikan.

Mereka yang mendukung hukuman mati berpendapat bahwa pelaku yang melakukan tindakan kekerasan ekstrem harus membayar dengan nyawanya, sebagai bentuk pemulihan bagi yang ditindas. Sedangkan bagi yang kontra mengatakan bahwa hukuman mati tidaklah memberikan efek jera kepada masyarakat, salah satu argumen utama yang menentang hukuman mati adalah bahwa sistem peradilan tidak sempurna dan bisa menyebabkan kesalahan.

Terdapat banyak contoh di mana orang yang dihukum mati ternyata tidak bersalah setelah diperiksa kembali, seringkali berkat bukti baru atau perkembangan teknologi seperti DNA. Eksekusi terhadap orang yang salah tak dapat dibatalkan, sehingga ada risiko pembunuhan yang tidak adil.

Hukuman mati, meskipun sering dianggap sebagai solusi untuk kejahatan-kejahatan berat, menimbulkan perdebatan mendalam terkait dengan hak asasi manusia. Sebagai bentuk hukuman yang paling ekstrem, hukuman mati berisiko melanggar hak dasar setiap individu untuk hidup, yang dijamin oleh berbagai konvensi internasional.

Banyak pihak berpendapat bahwa hukuman mati tidak dapat dibenarkan, mengingat adanya kemungkinan kesalahan pengadilan yang tak dapat diperbaiki, serta ketidakmampuan sistem hukum untuk sepenuhnya menjamin keadilan tanpa cacat.

Dari perspektif hak asasi manusia, hukuman mati dianggap sebagai bentuk pembalasan yang tidak sesuai dengan prinsip rehabilitasi atau pemulihan, yang lebih menekankan pada perbaikan perilaku pelaku kejahatan.

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak memiliki dampak signifikan dalam mengurangi angka kejahatan, yang membuatnya menjadi solusi yang tidak efektif dan merugikan. Pelaku kejahatan, meskipun melakukan perbuatan jahat, tetap berhak mendapatkan perlakuan manusiawi, termasuk kesempatan untuk memperbaiki diri.

 

Penulis: Anggie Aniela Kirani
Mahasiswa Hukum, Universitas Bangka Belitung 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses