Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Warga Negara

HAM
Sumber: www.ayoksinau.com

Hak dan kewajiban warga negara dan batasan-batasannya dipahami oleh semua orang, namun setiap orang memiliki aktivitas yang berbeda-beda, sehingga hak dan kewajiban sering kali terlupakan, bahkan tidak jarang tuntutan kewajiban warga negara lebih banyak, ketimbang hak-hak warga negara yang sering kali kurang diperhatikan.

Hak dan kewajiban warga negara baik dalam hal kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan kewarganegaraan, secara hitoritas tidak pernah dirumuskan secara sempurna, karena organisasi negara tidak bersifat statis, yang artinya organisasi negara tersebut mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia.

Hak asasi dan kewajiban warga negara harus berjalan seiring, karena manusia tidak akan dapat mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam organisasi kenegaraan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Peranan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam

Hak asasi dan kewajiban warga negara merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam lagi, karena saat ini negara kita sedang mengembangkan hidup demokrasi.

Hak dan kewajiban merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pertumbuhan kehidupan demokrasi, namun di pihak lain ada juga hanya dalam suatu negara yang menjalankan sistem pemerintahan demokrasi, hak asasi manusia maupun kewajiban warga negara.

Hak asasi manusia dan kewajiban warga negara merupakan satu elemen penting dari demokrasi di samping supremasi hukum, sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 yang kemudian dijabarkan oleh ketetapan MPR maupun peraturan perundang-undangan sebagai produk bersama antara DPR dan presiden.

Hak asasi manusia maupun kewajiban kewarganegaraan diatur secara lebih operasional kedalam peraturan perundang-undangan, peraturan tersebut akan dijadikan sebagai acuan bagi penyelenggara negara untuk menghindari tindakan sewenang-wenang di saat mengoptimalisakan tugas kenegaraan.

Hak Asasi Manusia (HAM)

Istilah HAM pertama kali dikenalkan oleh Roosevelt pada saat Universal Declaration of Human Rights yang dirumuskan pada tahun 1948, sebagai pengganti istilah the Rights of Man pada konstitusi Indonesia (UUD 1945) dengan istilah hak warga negara yang oleh the founding father yakni sebagai pemenuhan hak asasi manusia.

Tapi kedua istilah tersebut dipergunakan secara resmi oleh MPR sebagaimana yang tercantum dalam amandemen kedua UUD 1945 (Bab X dan Bab X A) maupun dalam ketetapan MPR RI Nomor:XV11/1998.

HAM adalah suatu pemikiran yang dituangkan dalam bentuk hukum, pemikiran tersebut sangat legal dan formal. Eropa Barat merupakan tempat munculnya pemikiran liberal, di antara para pemikir liberal yaitu John Locke dan John S Mill yang menekankan pada kebebasan manusia.  

Montesquieu dan Rouseau menekankan pada equality, menghendaki pentingnya pembatasan peran negara.

Baca Juga: Tidak Semua Orang Mendapatkan Perlakuan Hak Asasi Manusia

Menurut pemikiran liberal negara hanya berperan sebagai alat untuk melindungi, menjamin unsur kehidupan, kebebasan, dan kesejahteraan. Pemikiran liberal yang hanya menekan pada kebebasan pada dasarnya ingin menjunjung tinggi kepentingan perorangan, berbeda dengan pemikiran aliran kiri yang menitikberatkan pada kepentingan kelompok.

Menurut versi Indonesia HAM adalah HAM menurut tatanan masyarakat Indonesia, bisa juga dikatakan konsep HAM di Indonesia menitik beratkan kepada keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi. Konsep tersebut dibedakan pada ide dan aplikasi.

Meski demikian secara substansial, HAM merupakan suatu konsep universal yang di dalamnya terdapat aspek-aspek kemanusiaan sebagai suatu dasar yang tidak boleh untuk dilanggar oleh siapapun dan dalam kondisi apapun. HAM merupakan hak dasar, kodrat, dan mutlak bagi manusia.

Menurut Jan Matenson, HAM adalah hak-hak yang diberikan secara langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta karena itu tidak ada kekuatan apapun di dunia ini yang bisa mencabutnya.

Dalam ketetapan MPR RI Nomor: XV11/1998 menyebutkan HAM merupakan hak dasar yang sudah melekat dalam diri manusia dan bersifat kodrati, universal, dan abadi yang dikaruniai oleh Tuhan, berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, dan perkembangan manusia serta masyarakat yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ditegaskan bahwa HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia, dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah.

Dari pemikiran dan rumusan tentang HAM di atas, maka pada hakikatnya HAM terdiri dari dua hak dasar yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dan dari kedua hak dasar tersebut lahirlah HAM lainnya, intinya tanpa kedua dasar hak tersebut, maka hak asasi manusia yang lainnya akan sulit untuk ditegakkan.

Hak asasi dibagi dalam dua jenis yaitu hak asasi individual dan hak asasi sosial. Hak asasi individual sebagai hak fundamental yang melekat pada diri pribadi manusia. Sedangkan hak sosial yaitu hak yang melekat pada diri manusia sebagai mahluk sosial yang mencakup hak ekonomis, sosial, dan kultural. Seperti hak untuk memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan, pekerjaan, dan pendidikan.

Baca Juga: Amanat Undang-Undang dan Ajaran Sosial Gereja untuk Keadilan Hak Asasi Manusia Papua

Menurut hukum hak-hak pokok dibagi menjadi dua kategori yaitu:

  1. Hak-hak pokok yang hanya dimiliki oleh para warga negara;
  2. Hak-hak pokok yang dimiliki oleh semua orang yang berada di negara tersebut tanpa memandang kewarganegaraannya.

Menurut para ahli bahwasanya HAM dibagi atas 4 generasi:

  • Generasi pertama: Memfokuskan pada hak-hak pribadi, politik, dan hukum.
  • Generasi kedua: Menekankan kepada hak-hak dasar ekonomi, sosial, dan budaya.
  • Generasi ketiga: Memberikan penekanan pada hak-hak suatu komunitas supaya berkembang.
  • Generasi keempat: Menekankan pada keseimbangan hak dan kewajiban warga negara.

Berdasarkan pembagian HAM tersebut di atas bahwasanya HAM dan budaya memiliki keterkaitan yang sangat erat, karena dengan budaya manusia dapat mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya dengan bebas serta dengan budaya manusia dapat memenuhi kebutuhannya.

Menurut Ahadian pengaturan HAM dalam UU 1945 sangat terbatas, itu semua disebabkan karena rancangan UUD dibahas dalam suasana ingin merdeka dari penjajahan Belanda, karena tidak ingin memuat hal-hal yang bersumber dari faham Barat termasuk tentang HAM, hal ini dicerminkan dengan adanya pro dan kontra di kalangan pendiri negara tentang urgensi dicantumkannya HAM dalam Undang-Undang Dasar.

Namun pada akhirnya tercapai, Konsensus memasukkan HAM ke dalam konstitusi dengan alasan untuk membatasi kekuasaan para penguasa.

Dalam pembukaan UUD 1945 alenia pertama dan kedua mencerminkan adanya kebebasan dan keadilan. Pada alenia ketiga dan keempat mencerminkan adanya persamaan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.

Berarti subtansi HAM dalam dalam pembukaan UUD 1945 sangat luas, akan tetapi sangat disayangkan karena belum mendapatkan penjabaran yang lebih rinci.

Oleh karena itu, MPR melalui ketetapan Nomor:XVII/1998 serta perubahan Undang-Undang Dasar 1946 Pasal 28-28 J lebih menjelaskan dan merincikan mana yang merupakan HAM serta kewajiban warganegara.

Baca Juga: Kebebasan Berbicara di Ruang Cyber dalam Perspektif Perlindungan Hak Asasi Manusia

Dan apabila diteliti dan dicermati bahwa perubahan kedua UUD 1945 dan ketetapan MPR Nomor XVII/1998 maupun peraturan perundang-undangan lainnya maka pada dasarnya HAM meliputi:

  1. Hak untuk hidup;
  2. Hak berkeluarga;
  3. Hak mengembangkan diri;
  4. Hak keadilan;
  5. Hak kebebasan/ kemerdekaan;
  6. Hak atas kebebasan informasi;
  7. Hak keamanan;
  8. Hak kesejahteraan.

Dan adapun tujuan HAM diatur oleh perundang-undangan antara lain:

  1. Untuk memberikan perlindungan agar HAM tersebut tidak dilanggar oleh pemerintah dan masyarakat;
  2. Untuk membatasi kekuasaan para penguasa;
  3. Untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, dan perkembangan manusia dan masyarakat.

Untuk mengaktualisasikan HAM tersebut, maka setiap orang harus bisa menjalankan dan memenuhi kewajibannya.

Kewajiban Warganegara

Kewajiban warganegara yaitu suatu keharusan bagi setiap warga negara yang tidak boleh ditinggalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kewajiban warganegara bisa juga berarti suatu sikap atau tindakan yang harus dilakukan oleh seorang warganegara sesuai dengan keadaan warga lain.

Beberapa istilah yang berkaitan erat dengan kewajiban warganegara yang memerlukan penjelasan, di antaranya tanggung jawab dan peran warganegara.

Tanggung jawab warganegara merupakan suatu keadaan yang mewajibkan seseorang untuk melakukan tugas tertentu. Tanggung jawab tersebut timbul dengan adanya suatu wewenang atau kekuasaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan peran warganegara yaitu asfek dinamis dari kedudukan warganegara, jika warganegara melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka warganegara tersebut telah menjalankan suatu peranan.

Baca Juga: Kebijakan yang Merampas Hak Rakyat (Omnibus Law)

Istilah peranan mencakup tiga hal antara lain sebagai berikut:

  1. Peranan meliputi norma yang berhubungan dengan posisi seseorang di dalam masyarakat, dalam hal ini peranan merupakan rangkaian peraturan yang mengarahkan seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
  2. Peranan sebagai suatu konsep tentang apa yang bisa dilakukan oleh seorang dalam masyarakat dalam berorganisasi.
  3. Peranan sebagai pelaku penting seseorang dalam struktur sosial masyarakat.

Dari pengertian di atas, tersirat suatu makna bahwasanya kewajiban warganegara bersumber dari negara, dalam artian negaralah yang memberikan kewajiban tersebut kepada warganya.

Pemberian tersebut tertuang dalam perundang-undangan, sehingga warganegara maupun pemerintah negara memiliki peran yang jelas dalam melaksanakan dan menegakkan kewajiban tersebut.

Adapun di antara kewajiban warganegara yang tercantum dalam UUD 1945 yaitu sebagai berikut:

  1. Menjunjung hukum dan pemerintahan;
  2. Turut serta dalam upaya pembelaan negara;
  3. Ikut serta dalam usaha mempertahankan negara.

Di samping itu warganegara juga memiliki kewajiban yang lain seperti:

  1. Membayar pajak;
  2. Menghargai warganegara;
  3. Memenuhi panggilan aparat penegak hukum;
  4. Memelihara kelestarian lingkungan;
  5. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
  6. Ikut memelihara dan menjaga fasilitas umum.

Kewajiban warganegara tersebut sudah menjadi keharusan bagi warga negara untuk melaksanakannya, akan tetapi realitanya tergantung dari beberapa faktor berikut:

  1. Peraturan perundang-undangan itu sendiri;
  2. Penyelenggara negara;
  3. Kesadaran hukum warganegara.

Apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut mengalami kelemahan, maka akan sulit untuk mencapai terwujudnya HAM maupun kewajiban warganegara dengan optimal.

Baca Juga: Komnas HAM Beri Rekomendasi Soal Kasus Sengketa Tambang di Sulsel

Kita ambil saja satu contoh yaitu kasus ‘polisi tembak polisi’, yang mana kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM. Dan seperti yang sudah kita ketahui dalam kasus pelanggaran HAM tersebut menetapkan 5 orang sebagai tersangka.

Kasus tersebut menimbulkan keresahan pada masyarakat Indonesia, di mana salah satu tersangka yakni Putri Candrawati istri dari Ferdy Sambo tidak jua ikut ditahan, hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak masyarakat, apa karena dia seorang anak dan istri pejabat atau dengan alasan kemanusiaan karena dia memiliki anak balita?

Terus bagaimana dengan para ibu di luar sana yang kasusnya lebih ringan dan memiliki anak balita juga, namun tetap ditahan.

Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan dalam benak masyarakat, seolah ingin berkata bahwa hukum HAM di negara ini pincang, kemudian pada 12 Februari 2023 pukul 15:30 pertanyaan tersebut terjawab saat majelis Hakim membacakan hasil putusan sidang, dengan sedetail-detailnya, berdasarkan dengan hasil pemeriksaan, saksi, berkas, dan surat-surat yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Kini rakyat Indonesia merasa lega karena hukum HAM telah ditegakkan dengan seadil-adilnya, hukum tidak bisa diperjual belikan, baik itu dengan harta maupun kekuasaan, hukum harus ditegakkan kepada siapapun tanpa memandang bulu, yang salah tetap salah.

“Apa yang kamu tanam itulah yang akan kamu tuai.”

Penulis: Sapariah 
Mahasiswa PAI IAIN Syeikh Nurjati Cirebon                       

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Baharudin Lopa, Alquran dan HAM. PT Dana Bakti Prima Yasa. Yogyakarta, 1996.

Theo Hujibers, Filsafat hukum, konisius, yogyakarta 1995

Soejono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990

Yasin, Johan (Hak asasi manusia dan kewajiban warganegara,syiar hukum, vol, 11,no.2 2009,pp.147-160.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI