Implementasi Konsep SAHDZAN (Sabar dan Husnudzan) dalam Perawatan Kesehatan Mental selama Pandemi COVID-19

Sabar dan Husnudzan
Sumber: Penulis

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan mental.

Data menunjukkan bahwa sejumlah besar masyarakat mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan trauma psikologis akibat situasi pandemi yang penuh ketidakpastian.

Untuk itu, dalam esai ini mencoba mengkaji penerapan konsep sabar dan husnudzan sebagai pendekatan spiritual untuk meningkatkan kesehatan mental selama pandemi.

Pentingnya Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Kesehatan mental adalah kondisi psikologis yang memungkinkan individu menjalani hidup produktif, beradaptasi dengan perubahan, dan memberikan kontribusi positif bagi komunitasnya.

Bacaan Lainnya

Pandemi COVID-19 meningkatkan angka gangguan kesehatan mental, termasuk di Indonesia. Penelitian oleh PDSKJI mencatat 64,3% masyarakat mengalami kecemasan dan depresi selama pandemi. Kondisi ini juga dirasakan oleh pasien COVID-19 dan tenaga kesehatan yang menghadapi beban kerja berlebih.

Konsep Sabar dan Husnudzan

Sabar, menurut Islam berarti menahan diri dari hal-hal negatif, baik dalam menaati perintah Allah maupun menghadapi cobaan hidup.

Penelitian menunjukkan bahwa sabar dapat mengurangi stres, meningkatkan pengendalian emosi, serta menjadi mekanisme pertahanan psikologis yang efektif.

Husnudzan, atau berprasangka baik adalah keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah dengan hikmah yang baik. Husnudzan memberikan ketenangan batin, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan optimisme.

Baca Juga: Regulasi Emosi dalam Kehidupan Modern Menurut Psikologi dan Islam

Implementasi Konsep Sabar

Menurut Hafiz, dkk. yang mengembangkan skala sabar pada konteks Indonesia, dipaparkan bahwa sabar memiliki 3 unsur yaitu unsur komponen utama, unsur komponen pendukung, dan unsur atribut, yaitu:

Unsur komponen utama mencakup empat hal penting, yaitu kemampuan untuk memahami situasi sebagai respons awal, melibatkan proses aktif, mematuhi aturan, serta berorientasi pada kebaikan.

Kemudian, unsur komponen pendukung mencakup enam aspek yang memperkuat kesabaran seseorang, yaitu sikap optimis, semangat pantang menyerah, kemauan mencari informasi atau pengetahuan, kemampuan membuka alternatif solusi, konsistensi dalam sikap dan tindakan, serta ketahanan untuk tidak mengeluh.

Unsur terakhir, yaitu atribut, menggambarkan bagaimana proses kesabaran itu terjadi. Atribut ini meliputi aspek emosi, pikiran, perkataan, dan perbuatan atau perilaku.

Implementasi Konsep Huznudzan

Menurut Gusniarti, dkk yang mengembangkan skala huznudzan berdasarkan sudut pandang kelompok muslim, dipaparkan bahwa huznudzan memiliki 3 dimensi yaitu dimensi husnudzan kepada Allah, kepada peristiwa dan kepada manusia.

Dimensi pertama adalah husnudzan kepada Allah, yang ditandai dengan keyakinan bahwa tidak ada hal yang sia-sia, perasaan bahwa Allah selalu menyayangi, kepercayaan bahwa doa akan dikabulkan, optimisme terhadap janji-janji Allah, tidak terpengaruh oleh kondisi kaya atau miskin, keyakinan bahwa Allah menjadi kendali perilaku, serta kemampuan menghadapi ujian dengan sabar.

Baca Juga: Mengatasi Depresi: Melalui Perspektif Psikologi Islam

Dimensi kedua adalah husnudzan kepada peristiwa, yang mencakup cara pandang positif terhadap kejadian, keyakinan bahwa di balik kesulitan selalu ada kemudahan, pemahaman bahwa setiap kejadian hanya bersifat sementara, sikap tidak berlebihan dalam merespons suka atau duka, serta kepercayaan bahwa setiap hal memiliki manfaat.

Dimensi terakhir adalah husnudzan kepada manusia. Dimensi ini mencakup kemampuan untuk memaafkan perilaku negatif orang lain, kesiapan untuk menerima teguran, usaha memahami perilaku orang lain meskipun tampak negatif, mendoakan kebaikan bagi orang lain, kesadaran bahwa tidak ada makhluk yang sempurna, serta tidak mudah berprasangka buruk terhadap orang lain.

Dengan memahami dan menerapkan kedua konsep ini, seseorang diharapkan dapat membangun sikap yang lebih positif dan harmonis dalam menjalani kehidupan

Kesimpulan

Konsep sabar dan huznudzan menawarkan solusi spiritual untuk mengatasi tantangan mental selama pandemi COVID-19.

Kedua pendekatan ini membantu individu memandang kehidupan dengan lebih positif, mengurangi beban psikologis, dan menciptakan kesejahteraan mental. Dalam konteks pandemi yang penuh ketidakpastian, penerapan nilai-nilai ini menjadi relevan dan signifikan.

 

Penulis: Talitha Nasywa Iskandar
Mahasiswi Prodi Psikologi Islam, Institut Agama Islam Negeri Langsa

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Ross, H.O., Hasanah, M., Kusumaningrum, F.A. (2023). Implementasi Konsep Sahdzan (Sabar dan Huznudzan) sebagai Upaya Perawatan Kesehatan Mental di Masa Pandemi COVID-19. Khazanah: Jurnal Mahasiswa, 12(1), 73-82.

WHO. (2020). Mental Health and COVID-19. Retrieved from [who.int](https://www.who.int).

Zhang, J., et al. (2020). Psychological distress during the COVID-19 pandemic. Brain, Behavior, and Immunity, 87, 49-50.

Fairuzzahra, D.A., et al. (2018). Hubungan Husnudzon dan Kecemasan pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Islam, 5(2), 69-74.

Indria, J., et al. (2019). Hubungan Kesabaran dan Stres Akademik pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi, 13(1), 21-34.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses