Jimat Tersembunyi Keramahan Ala Sunda: Mendalami Filosofi Someah Hade Ka Semah

Jimat Tersembunyi Keramahan Ala Sunda: Mendalami Filosofi Someah Hade Ka Semahh
Sumber: Dokumen Pribadi

Kebudayaan asli Indonesia saat ini sering kali terabaikan karena adanya bentuk globalisasi dan modernisasi yang berkembang pesat.

Terlepas dari hal tersebut, budaya masyarakat sunda tetap memiliki sebuah “jimat” yang tersembunyi dan mencerminkan kearifan lokal yang masih relevan diterapkan serta sebagai pedoman masyarakat Sunda hingga saat ini.

Jimat yang digunakan oleh masyarakat Sunda adalah sebuah sikap “Someah Hade Ka Semah”, yang mengedepankan dan menjunjung tinggi keramahan, kebaikan dan rasa hormat terhadap para pengunjung.

Hal ini juga didukung oleh subjek, pada intinya subjek menyatakan bahwa prinsip ini masih relevan untuk diterapkan hingga saat ini, subjek T mengatakan bahwa:

Bacaan Lainnya

“Relevanlah, orang masih dipakai juga. Terus emang kalau itu tuh emang udah jadi kebiasaan, terus jadiii ee jadi apa, jadi tradisi meskipun orang jarang yang tau tentang peribahasa itu. Someah Hade Kasemah tuh.” (W1, S1, L, b 43-48)

Akar Filosofis Someah Hade Ka Semah

Berdasarkan buku yang berjudul Kearifan Lokal Nusatara yang ditulis oleh peserta penulis kearifan lokal nusantara.

“Someah Hade ka Semah” memiliki makna sebagai ramah dan bersikap baik terhadap pengunjung.

Secara luas makna dari prinsip ini diartikan masyarakat Sunda sebagai bentuk untuk menghargai pengunjung atau tamu dengan memberikan senyuman yang ramah ketika menghadapi tamunya dan memberikan susuguh (menyajikan) makanan kepada pengunjung.

Hal ini didukung oleh subjek yang telah diwawancarai. Pada intinya subjek menyatakan bahwa makna someah hade ka semah memiliki arti keramahan dan sopan santun.

Tidak hanya dengan tamu saja namun prinsip ini memiliki makna yang luas terhadap orang lain, pernyataan ini diperkuat oleh subjek yang mengatakan bahwa:

“Someah Hade Kasemah tuh, kita harus sopan ke tamu atau ke setiap orang“ (W1, S1, L, b 20-21) dan “Someah tuh sopan lebih dari sopan.” (W1, S1, L, b 24-25)

Dia juga memperluas makna dari sekadar kepada tamu: “luasnya sebenernya ke tetangga, atau ke siapa aja.“ (W1, S1, L, b 39-40)

Menurut Ardiyansyah et al., (2021) prinsip ini memiliki makna filosofis yang dalam, di mana prinsip tersebut berasal dari pandangan masyarakat sunda yang meyakini bahwa keselarasan hidup dapat tercapai jika satu sama lain memberikan kesan yang baik maka interaksi satu sama lain menjadi nyaman dan meminimalisir terjadinya sebuah konflik.

Masyarakat sunda berpendapat bahwa jika manusia berbuat baik kepada orang lain maka ia akan diberikan kebaikan.

Adanya hal tersebut memunculkan suatu hubungan yang harmonis antara satu sama lain dan berpotensi untuk memiliki hubungan interpersonal yang saling menguntungkan

Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Prinsip Someah Hade Ka Semah

Menurut Hidayat & Hafiar, (2019) Terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip soemah hade ka semah yaitu berbuat baik, ramah, dan sopan, sehingga dapat diaktualisasikan sebagai berikut:

Jiwa Empati

Prinsip tersebut mengajarkan setiap individu untuk merasakan dan menempatkan diri pada posisi orang lain.

Sikap Menghargai Perbedaan

Masyarakat sunda dikenal dengan keramahtamahannya sehingga setiap tamu selalu diterima dari berbagai latar belakangnya. Hal ini mencerminkan bahwa prinsip tersebut dapat membangun toleransi pada masyarakat sunda.

Hal ini diperkuat oleh subjek yang mengkonfirmasi bahwa masyarakat sunda benar dikenal sebagai masyarakat yang ramah-ramah meskipun sebelumnya tidak saling kenal. Pernyataan tersebut didukung subjek yang menyatakan:

“…. Kalau itu yang Someah Hade Kasemah itu orang Jawa Barat tuh terkenal dengan ramahnya, makanya ga jarang orang yang bilang di Jawa Barat itu tuh emang orangnya ramah-ramah walaupun tidak kenal, walaupun emang terkesannya sok asik, aa tapi itu di Jawa Barat udah biasa kalau gitu.” (W1, S1, L, b 144-150)

Menjunjung Tinggi Kedermawanan

Prinsip tersebut membangun jiwa individu untuk selalu berbuat baik dan kedermawanan dengan tulus tanpa mengharapkan balasan kepada para tamu.

Menjaga Martabat

Prinsip budaya Sunda tersebut membangun masyarakat untuk selalu menjaga suatu kehormatan dan martabat dengan cara berbuat baik terhadap orang lain atau tamu.

Nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberikan sambutan yang hangat terhadap tamu, memberikan suguhan yang banyak terhadap tamu, memberikan tutur kata yang sopan dan memberikan oleh-oleh untuk tamu ketika selesai berkunjung.

Hal ini dapat memberikan arahan supaya masyarakat sunda semakin harmonis dalam membangun hubungan di masyarakat sehingga dapat meredam ketika adanya konflik ataupun kericuhan.

Tantangan Pelestarian Prinsip Someah Hade Ka Semah

Menurut Simamora et. al,. (2025) ada beberapa tantangan yang sedang kita hadapi dalam melestarikan budaya di era globalisasi seperti modernisasi dan budaya asing sehingga dapat disimpulkan bahwa ada beberapa tantangan melestarikan nilai keramahan di era modern:

Modernisasi dan Perubahan Gaya Hidup

Di era modern ini banyak anak muda yang memilih untuk mengikuti pola hidup modern yang sedang populer dan tidak memperhatikan atau bahkan meninggalkan budaya yang sudah ada semenjak dahulu seperti budaya someah hade ka semah.

Pengaruh Budaya Asing

Di era digital ini budaya asing sangat mudah masuk ke dalam negeri, banyak anak muda zaman sekarang lebih memilih mengikuti budaya asing seperti budaya individualistik yang mana budaya tersebut bertentangan dengan budaya someah hade ka semah.

Gaya Hidup Materialistis

Beberapa masyarakat sunda ketika menerima tamu memikirkan apa untung dan ruginya ketika menjamu tamu tersebut sehingga sikap menjamu yang aslinya sebuah ketulusan dalam menghormati tamu justru berubah menjadi beban.

Pewarisan Budaya

Banyak orang tua yang kurang mengajarkan Bahasa dan budaya daerah sunda sehingga anak-anak generasi sekarang kurang terikat dengan akar budayanya sendiri, karena saat kecil mereka lebih dikenalkan dengan budaya asing dan bukan budaya lokal.

Menurut subjek tantangan yang dihadapi dalam melestarikan prinsip Someah Hade Ka Semah salah satunya adalah dampak dari globalisasi.

Di mana budaya luar yang masuk kedalam budaya lokal sehingga melemahnya identitas budaya lokal.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan mengenai tantangan yang dihadapi oleh subjek ketika diwawancarai, subjek T mengatakan bahwa:

“…. Kebanyakan orang tua di Sunda tuh ngenalinnya tuh kalau ga budaya Indonesia budaya luar. Sekarang, anak sekarang, anak kecilnya tuh. Anak kecil atau udah gede atau dari kecil aja dia udah diajarin bahasa Indonesia. Nahhh makanya sekarang banyak orang Jawa Barat yang ga ngerti juga bahasa Sunda.” (W1, S1, L, b 61-66)

Upaya Pelestarian Prinsip

Subjek memberikan pendapat dalam melestarikan setiap tradisi yang ada pada masyarakat sunda salah satunya dengan cara sosialisasi kepada masyarakat sunda dan memberikan kesadaran terhadap masyarakat sunda dengan tradisi nya. Pernyataan ini diperkuat oleh subjek yang menyatakan bahwa:

“… Nah sebagiannya lagi kalau menurut saya yaa dikampungkampungnya harus di adain lagi budayanya terus ditekankan lagi, terus harus, bukan harus, sosialisasi kalau menurut saya gitu.” (W1, S1, L, b 84-89)

Pernyataan dari subjek tersebut menekankan bahwa pentingnya penguatan tradisi yang bisa dilakukan dengan cara sosialisasi, terutama di bagian kampung agar budaya soemah hade ka semah tetap hidup dan tidak luntur termakan budaya asing.

Dari banyak pernyataan di atas terdapat beberapa langkah sebagai upaya revitalisasi budaya soemah hade ka semah:

  1. Pengenalan budaya. pengenalan budaya bisa dilakukan dari orang tua yang mengenalkan budaya kepada anaknya, sosialisasi terhadap generasi muda dan pemanfaatan alat digital, seperti media sosial, konten kreatif dan platform edukasi yang memiliki peran krusial di era modernisasi
  2. Ajakan tokoh masyarakat. Ketika tokoh yang dikenal masyarakat mempelopori sesuatu maka ajakan mereka akan lebih di dengar. Hal ini menunjukkan betapa berpengaruhnya pengaruh figur masyarakat dalam menggerakkan perubahan.
  3. Brand personality. Menurut penelitian Dasrun Hidayat dan Hanny Hafiar (2019), budaya someah bukan hanya bagian dari tradisi, tapi juga sudah menjadi identitas dan “brand personality” masyarakat Sunda.

Maka dari itu, upaya revitalisasi dengan menjadikannya brand personality dapat dilakukan dengan pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai tradisi.

Pemanfaatan media sosial sebagai sarana diseminasi budaya dan praktik nyata di masyarakat sebagai bukti konkret.

Penulis:
1. Alfian Ade Nugroho
2. ⁠Ratna Wulandari
3. ⁠Anna Yunaida
4. ⁠Faridatul Fadilah
Mahasiswa Prodi Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Dosen Pengampu: Hartosujono, A.Md., S.E., S.Psi., M.Si

 

Daftar Pustaka

Ardiyansyah, A., Suryantoro, D. N., Sutrisna, P., & Kadir, S. S. M. A. (2021). Penerapan Filosofi Sunda “Soméah Hadé Ka Sémah” Dalam Interaksi Virtual. Jurnal Kewarganegaraan, 5(2), 642–650.

https://doi.org/10.31316/jk.v5i2.1958

Hidayat, D., & Hafiar, H. (2019). Nilai-nilai Budaya Someah pada Perilaku Komunikasi Masyarakat Suku Sunda. Jurnal Kajian Komunikasi, 7(1), 84–96.

Nusantara, P. P. K. L. (2021). Kearifan Lokal Nusantara. Perpustakaan Nasional RI:Jakarta

Simamora, E. P. dkk. (2025). Tantangan dan Peluang dalam Melestarikan Identitas Budaya Batak Toba di Era Globalisasi. Journal of Citizen Research and Development, Vol. 2(1), 33-37

 

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses