Abstrak
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu bentuk kejahatan yang menimbulkan dampak serius bagi korban dan masyarakat secara keseluruhan.
Metode pencegahan dan penanganan yang efektif menjadi perhatian utama dalam upaya menekan angka kejahatan ini. Salah satu pendekatan yang kontroversial namun berkembang dalam penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak adalah kebiri kimia terhadap pelaku.
Tinjauan tentang kebiri kimia sebagai salah satu strategi dalam mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Diskusi melibatkan aspek etika, efektivitas, dan implikasi hukum dari penggunaan kebiri kimia sebagai alternatif penanganan.
Hasil peninjauan menunjukkan bahwa kebiri kimia menimbulkan pro dan kontra dalam konteks penanganan kekerasan seksual terhadap anak. Meskipun beberapa studi menyoroti potensi efektivitasnya dalam mencegah pelaku melakukan tindakan berulang, kebiri kimia juga menimbulkan pertanyaan etis yang serius serta risiko dampak samping yang tidak diinginkan.
Implikasi hukum juga menjadi faktor penting dalam menganalisis penerapan kebiri kimia, termasuk keadilan dan hak asasi manusia pelaku.
Pemahaman mendalam tentang konsekuensi dan keterbatasan kebiri kimia dalam konteks kekerasan seksual terhadap anak penting untuk membuka ruang diskusi yang lebih luas dalam pengembangan strategi penanggulangan yang holistik dan berbasis bukti.
Dengan demikian, penelitian dan perdebatan lebih lanjut diperlukan untuk merumuskan pendekatan yang paling efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam memerangi kejahatan ini.
Kata Kunci: Kebiri, Hak Asasi, Kekerasan Seksual, Anak
Abstract
Sexual violence against children is a form of crime that has a serious impact on victims and society as a whole. Effective prevention and treatment methods are a major concern in an effort to reduce the number of these crimes. One controversial but growing approach to tackling child sexual abuse is chemical castration of perpetrators.
 A review of chemical castration as one of the strategies in addressing sexual violence against children. The discussion involves the ethical aspects, effectiveness, and legal implications of using chemical castration as an alternative treatment.
The results of the review show that chemical castration raises pros and cons in the context of handling sexual violence against children. While some studies highlight its potential effectiveness in deterring repeat offenders, chemical castration also raises serious ethical questions as well as the risk of unintended side effects.
Legal implications are also an important factor in analysing the application of chemical castration, including justice and the human rights of perpetrators.
An in-depth understanding of the consequences and limitations of chemical castration in the context of child sexual abuse is important to open up a broader discussion in developing holistic and evidence-based response strategies. As such, further research and debate are needed to formulate the most effective and humane approach in combating this crime.
Keywords: Castration, Human Rights, Sexual Violence, Children
Pendahuluan
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan di seluruh dunia, menyebabkan dampak psikologis, fisik, dan sosial yang serius bagi korban serta masyarakat secara luas.
Meskipun upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, prevalensi kekerasan seksual terhadap anak tetap menjadi tantangan yang menghantui banyak negara. Dalam konteks ini, penanganan pelaku kekerasan seksual menjadi subjek perdebatan yang mendalam dan kontroversial.
Salah satu pendekatan yang menarik perhatian dalam upaya penanganan pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah kebiri kimia. Kebiri kimia mengacu pada penggunaan obat-obatan untuk mengurangi atau menghilangkan hasrat seksual seseorang dengan cara mengganggu fungsi sistem reproduksi mereka.
Metode ini telah muncul sebagai alternatif dalam mengatasi risiko pelaku melakukan tindakan berulang, terutama ketika mereka dianggap sebagai ancaman serius terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak-anak.
Pembahasan
Dalam ketentuan pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa (1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan Undang-undang.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan putusan pengadilan jaksa harus mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan putusan pengadilan untuk memperlancar pelaksanaan putusan tersebut.
Pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (incracht) dalam perkara pidana dilakukan oleh Jaksa, dan oleh karenannya salinan putusan akan diberikan kepadanya oleh Panitera.
Dalam ketentuan KUHAP, hanya ada 7 pasal yang mengatur terkait dengan pelaksanaan putusan pengadilan, yakni ketentuan pasal 270 sampai pasal 276 KUHAP. Adapun pasal-pasal tersebut mengatur terkait yaitu :
- Pasal 270 KUHAP: Pelaksanaan putusan pengadilan oleh Jaksa
- Pasal 271 KUHAP: Pelaksanaan pidana mati
- Pasal 272 KUHAP: Pelaksanaan pidana berturut-turut, apabila terpidana dijatuhi pidana sejenis berturut-turut
- Pasal 273 ayat (2) KUHAP: Pelaksanaan pidana denda dalam jangka waktu satu bulan, kecuali putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi, pembayaran denda tersebut bisa diperpanjang paling lama 1 bulan hal terdapat alasan yang kuat
- Pasal 273 ayat (3) dan (4) KUHAP: Pengaturan barang bukti yang dirampas untuk negara
- Pasal 274 KUHAP: Pelaksanaan putusan ganti kerugian kepada pihak lain yang dirugikan Â
- Pasal 275 KUHAP: Biaya perkara
- Pasal 276 KUHAP: Pelaksanaan pidana bersyarat, pasal 270 KUHAP menentukan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat keputusan kepadanya.
Penutup
Penggunaan hukum kebiri kimia dalam konteks hukum pidana haruslah diatur dengan cermat, mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, dan keseimbangan antara perlindungan masyarakat dan hak individu.
Perlu adanya dialog terbuka dan mendalam antara para ahli hukum, praktisi medis, aktivis hak asasi manusia, dan masyarakat luas untuk menggali solusi yang paling sesuai dan adil dalam menangani isu ini.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat sipil untuk bekerja sama secara konstruktif untuk mencapai solusi yang menghormati hak asasi manusia, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, dan mempromosikan keadilan sosial yang inklusif.
Penulis:
- Zidan Alrifqy Putra Arianto
- Rayhan Akbar Prana
Mahasiswa Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News