Sebelum membahas tentang perselisihan nikel, kita harus tau apa itu nikel? nikel adalah logam berwarna putih keperakan dan bersifat keras, tahan karat, dan mudah dibentuk.
Nikel banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri karena sifatnya yang tahan korosi dan memiliki konduktivitas listrik yang baik.
Beberapa fungsi nikel dalam industri dan kehidupan sehari-hari seperti bahan baku pembuatan baja, bahan baku pembuatan baterai, aplikasi katalis, peralatan rumah tangga, alat listrik dan elektronik, koin dan perhiasan, bahan baku industri kimia, dsb.
Produsen nikel terbesar di dunia adalah Indonesia, Menurut data dari United States Geological Survey (USGS), pada tahun 2021, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan produksi sebesar 800.000 ton pada tahun 2021, yang merupakan sekitar 27% dari total produksi nikel global.
Pada tahun 2019, Indonesia mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor nikel sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk domestik dalam negeri dan mendorong pembangunan smelter di dalam negeri.
Kebijakan ini membatasi ekspor nikel mentah hingga 2,7 juta ton per tahun dan mensyaratkan produsen untuk membangun fasilitas pengolahan di Indonesia.
Namun, Uni Eropa (UE) yang merupakan pasar utama ekspor nikel Indonesia, menganggap kebijakan ini melanggar aturan WTO karena dianggap sebagai pembatasan ekspor yang tidak adil serta melanggar aturan perdagangan internasional.
Pada tahun 2020, Uni Eropa (UE) melaporkan Indonesia ke World Trade Organization (WTO) dan mengajukan gugatan terkait kebijakan pembatasan ekspor nikel.
Perselisihan ini mengancam industri pertambangan Indonesia karena UE berpotensi menerapkan tarif bea masuk yang tinggi terhadap nikel Indonesia, sehingga mengurangi permintaan dan harga jual nikel.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap hasil keputusan akhir World Trade Organization (WTO) tentang larangan ekspor nikel.
Kebijakan Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO. Pada tanggal 17 Oktober 2022 hasil putusan sengketa DS 592 telah keluar yang berisi kekalahan Indonesia pada gugatan Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor nikel yang dituangkan dalam panel final report(detik news, 2022).
Kekalahan Indonesia dalam gugatan dengan WTO terkait kebijakan ekspor nikel memiliki dampak yang signifikan terhadap industri pertambangan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Dampak Kekalahan Indonesia dengan WTO
Pertama, menurunnya pendapatan negara. Kebijakan pembatasan ekspor nikel yang diterapkan oleh Indonesia bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertambangan.
Namun, dengan kekalahan dalam gugatan WTO, Indonesia terpaksa harus membuka kembali akses ekspor nikel, sehingga potensi pendapatan negara dari sektor ini berkurang.
Kedua, merugikan produsen nikel dalam negeri. Pembatasan ekspor nikel di Indonesia sebelumnya bertujuan untuk mendorong pengolahan nikel di dalam negeri dan meningkatkan nilai tambah produk nikel.
Namun, dengan kekalahan dalam gugatan WTO, Indonesia harus membuka kembali akses ekspor nikel, sehingga mengancam kelangsungan produsen nikel dalam negeri.
Ketiga, menurunnya daya saing industri nikel. Dalam jangka panjang, kekalahan Indonesia dalam gugatan dengan WTO dapat menurunkan daya saing industri nikel Indonesia.
Hal ini dapat terjadi karena produsen nikel Indonesia harus bersaing dengan produsen nikel dari negara lain yang dapat mengekspor nikel secara bebas.
Keempat, meningkatkan ketidakpastian investasi.Kekalahan Indonesia dalam gugatan dengan WTO dapat meningkatkan ketidakpastian bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Hal ini dapat terjadi karena investor asing mungkin merasa ragu dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang bisa berubah-ubah.
Kelima, memburuknya hubungan dengan negara-negara pengimpor nikel. Kekalahan Indonesia dalam gugatan dengan WTO juga dapat membawa dampak buruk pada hubungan diplomatik dengan negara-negara pengimpor nikel.
Hal ini dapat terjadi karena kebijakan pembatasan ekspor nikel sebelumnya telah memicu protes dari beberapa negara pengimpor nikel, dan kekalahan dalam gugatan ini dapat meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan negara-negara tersebut.
Upaya Indonesia Mengatasi Dampak Kekalahan dengan WTO
Meskipun dampak yang ditimbulkan oleh kekalahan Indonesia banyak yang merugikan, tetapi Indonesia dapat melakukan upaya untuk mengatasi dampak kekalahan tersebut yaitu melakukan pengoptimalan dan meningkatkan nilai tambah produk olahan nikel, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan, serta meningkatkan diplomasi ekonomi dan daya saing global.
Dengan demikian kekalahan Indonesia dalam perselisihan perdagangan internasional harus dijadikan sebagai pembelajaran bagi Indonesia untuk memperbaiki kebijakan perdagangan dan investasi, sehingga dapat meminimalisir resiko dan menghindari sengketa perdagangan yang merugikan.
Indonesia perlu lebih aktif dalam memahami regulasi perdagangan dunia dan bekerja sama dengan negara-negara anggota WTO dalam mencari solusi yang saling menguntungkan.
Negara Indonesia juga harus memperkuat industri pengolahan domestik sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah dan meningkatkan nilai tambah produk.
Hal ini penting untuk memperkuat posisi negara dalam perdagangan internasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Fadiya Hafizh Khalila
Mahasiswi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi