Kompleksitas Poligami dan Keluarga Ideal dalam Kehidupan Nabi

Nabi
Keluarga Islami.

Poligami atau praktik pernikahan seorang laki-laki dengan lebih dari satu istri, merupakan salah satu topik yang sering diperdebatkan dalam Islam. Meskipun poligami diperbolehkan dalam ajaran Islam, terdapat aturan dan batasan yang harus dipenuhi.

Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat tiga dijelaskan bahwa seorang laki-laki diizinkan untuk menikahi hingga empat orang istri dengan syarat dapat berlaku adil terhadap mereka.

Sebelum datangnya Islam beberapa nabi terdahulu seperti Nabi Ibrahim, Nabi Sulaiman, Nabi Daud tercatat menikahi lebih dari satu istri. Namun, Islam datang untuk mengatur dan membatasi praktik poligami agar tidak disalahgunakan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah poligami dapat membentuk keluarga yang ideal? Apakah poligami dapat membentuk keluarga yang sakinah?

Praktik Poligami Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub

Mari kembali kita telaah kisah tentang Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tercatat memiliki dua orang istri dalam kehidupannya. Istri pertama Nabi Ibrahim adalah Siti Sarah. Siti Sarah adalah wanita solehah dan setia mendampingi Nabi Ibrahim menjalankan perintah Allah.

Namun setelah bertahun-tahun pernikahan mereka, tidak kunjung dikaruniai seorang anak. Hingga suatu hari Siti Sarah menyarankan Nabi Ibrahim untuk menikahi Siti Hajar, seorang budak perempuan yang mereka miliki. Siti Sarah harapan dengan mebikahi Siti Hajar, Nabi Ibrahim dapat memperoleh keturunan.

Pernikahan kedua Nabi Ibrahim membuahkan hasil. Siti Hajar melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail. Kelahiran Ismail memenuhi harapan Siti Sarah, akan tetapi hal tersebut juga membuat Siti Sarah merasa cemburu, dan terancam posisinya sebagai istri pertama akan tergantikan.

Sampai rasa cemburunya mulai memuncak hingga meminta Nabi Ibrahim untuk mengusir Siti Hajar dan Ismail. Tak hanya itu, Siti Sarah juga bersumpah akan memotong Siti Hajar jika Nabi Ibrahim menyentuhnya.

Selanjutnya Nabi  Ya’qub yang juga melakukan poligami. Nabi Ya’qub menikahi kakak beradik bernama Lea dan Rahil. Setelah menikah beberapa tahun Lea dikaruniai anak, sedangkan Rahil tidak. Akhirnya Rahil menghadiahi Nabi Ya’qub pembantunya untuk dinikahi bernama Bilha.

Lea yang tidak mau kalah juga akhirnya menghadiahi Nabi Ya’qub pembantunya untuk dinikahi bernama Zulfa. Hingga beberapa tahun dari istri-istrinya kecuali Rahil, telah melahirkan sepuluh anak. Ketika sepuluh anak tersebut beranjak dewasa, akhirnya Nabi Ya’qub dikaruniai anak dari rahim Rahil yang diberi nama Yusuf.

Tidak lama kemudian Yusuf memiliki adik dari ibu Rahil yang diberi nama Bin Yamin. Ketika Yusuf beranjak dewasa ia bermimpi melihat matahari, sebelas bintang dan bulan bersujud kepadanya.

Diceritakanlah mimpi tersebut kepada ayahnya, Nabi Ya’qub pun mentakwilkan mimpi itu dan berkata bahwa Yusuf telah dipilih Allah untuk melanjutkan perjuangannya. Nabi Ya’qub pun juga melarang Yusuf untuk menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya untuk menghindari iri hati.

Akan tetapi pembicaraan tersebut terdengar oleh Zulfa. Zulfa akhirnya menceritakan mimpi Yusuf kepada saudara-saudara Yusuf yang lain. Mendengar berita itu, saudara-saudara Yusuf merencanakan akan melukai Yusuf.

Dari potret dua keluarga nabi yang berpoligami di atas, apakah keduanya termasuk keluarga yang ideal? Rasa cemburu antar pasangan, rasa cemburu antar saudara yang menyebabkan tidak sedikit kejadian-kejadian mengenaskan dalam kehidupan mereka.

Baca Juga: Hukum Poligami dalam Islam

Pengkhianatan Istri Nabi Nuh

Keluarga yang tidak melakukan praktik poligami juga tidak bisa disebut ideal. Seperti kisah Nabi Nuh yang istrinya tidak mendukung misi kenabiannya. Istri Nabi Nuh malah bersikap acuh tak acuh dan bahkan mengejek suaminya, ia tidak beriman kepada Allah dan tidak mengikuti ajakan Nabi Nuh untuk beriman.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun bahtera, Nabi Nuh mengajak istrinya untuk masuk ke dalam bahtera tersebut, namun istrinya menolak dan memilih tetap tinggal di luar bersama kaum yang ingkar.

Akhirnya saat banjir besar melanda dan menenggelamkan seluruh kaum yang ingkar, istri Nabi Nuh pun terhanyut dan menjadi salah satu korban dari azab Allah. Nabi Nuh sebagai seorang Nabi pun tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan istrinya.

Masih banyak lagi kisah keluarga nabi yang tidak cukup disebutkan di sini. Seperti Nabi Zakaria yang baru dikaruniai anak di usia renta, Nabi Isa yang lahir tanpa seorang ayah, Nabi Luth yang dikhianati istri, hingga keluarga Imran yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an.

Keluraga Ideal Menurut Al-Qur’an

Keluarga ideal dalam Al-Qur’an dapat kita telaah dalam surat At-Thur: 21. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kelak di surga Allah akan mempertemukan orang tua dengan keturunannya yang seiman.

Meskipun keturunannya belum mencapai derajat tersebut dalam amalnya, namun orang-orang beriman yang anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan akan diberikan derajat dan status yang sama seperti yang diberikan Allah kepada mereka diterima di sisi Allah.

Yang artinya tidak peduli jika dalam keluarga yang poligami atau tidak, jika keluarga tersebut didasari iman yang sama, taat kepada Allah, senantiasa membangun keimanan terus signifikan maka bisa disebut keluarga yang ideal.

Dalam keluarga yang ideal harus didasari dengan iman yang sama, iman yang kuat. Sehingga bisa bertemu di surga-Nya. Semoga kita bisa sehidup sesurga bersama keluarga.

Penulis: Nurlailatul Badriyyah Rekak
Mahasiswa S1 Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI