Kontribusi FPCI USU untuk Bumi: Workshop Ecobrick sebagai Gerakan Ramah Lingkungan

Para Peserta GlobaLocal Workshop melakukan sesi foto bersama dengan pembicara

Medan – Foreign Policy Community of Indonesia Chapter Universitas Sumatera Utara (FPCI USU) sukses menyelenggarakan Globalocal Workshop: Harmony in Action – Social Collaboration for Environmental Justice pada Sabtu, 22 Februari 2025.

Acara yang digelar secara hybrid ini merupakan lanjutan dari workshop yang telah dilakukan pada hari sebelumnya secara online dengan menghadirkan pembicara internasional yang ahli di bidang akademik dan NGO dari Korea dan Indonesia. Workshop hari kedua ini diadakan di Saga Creative Hub, Jalan Setia Budi Medan. Uniknya, para peserta hadir dengan membawa satu plastik besar berisi sampah plastik yang telah mereka kumpulkan sebelumnya.

Opening dan Ice Breaking

Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan opening spektakuler oleh MC, Rizka Amalia dan Muhammad Dhani, yang langsung disambut antusias oleh peserta. Setelah itu, peserta diajak untuk mengikuti ice breaking berupa tebak kata melalui gambar dan tebak nama selebriti melalui gambar peta yang disambut dengan respon antusias dari para peserta.

Acara kemudian dilanjutkan dengan opening speech oleh Jacqueliin Patricia, selaku Director of Program FPCI USU, yang menyampaikan harapannya agar kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah plastik.

Bacaan Lainnya

Suasana semakin meriah saat peserta mengikuti ice-breaking dance, yaitu chicken dance, yang berhasil mengundang gelak tawa karena gerakan lucu yang dilakukan, sesi ini berhasil membangkitkan semangat para peserta. Setelah itu, peserta diminta untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing dan latar belakang mereka yang beragam.

Peserta kemudian dibagi ke dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 orang. Sebagai bentuk perkenalan, setiap anggota kelompok diharuskan mengingat informasi unik seperti tanggal lahir, trauma, dan fun fact dari anggota lainnya.

Main Session: Bahaya Sampah Plastik dan Ecobrick

Sesi utama workshop diisi oleh Namira Purba, Executive Director of Project Wings Indonesia, Sebuah desa daur ulang terbesar di dunia, Namira memaparkan materi tentang bahaya sampah plastik bagi lingkungan, seperti pencemaran laut, hancurnya habitat, dan ancaman microplastic yang dikonsumsi manusia setara satu sendok makan setiap harinya.

Namira juga berbagi pengalamannya dalam menghadapi tantangan sebagai aktivis lingkungan, termasuk ejekan sebagai “tukang sampah” saat melakukan aksi ‘clean up’ dari warga sekitar. Namun, ia tidak menyerah dan menciptakan terobosan berupa ecobrick, yaitu bata yang terbuat dari sampah plastik yang dipadatkan dalam botol air mineral bekas.

Berkat upayanya, empat desa di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser telah dinobatkan sebagai desa daur ulang.

Ecobrick yang telah selesai dibuat oleh peserta
Ecobrick yang telah selesai dibuat oleh peserta

Sesi dilanjutkan dengan pembuatan ecobrick, yang menjadi momen paling seru dalam acara ini. Setiap kelompok diwajibkan membuat satu botol ecobrick 600 ml menggunakan sampah plastik yang telah mereka bawa.

Meskipun terlihat sederhana, proses memadatkan plastik ke dalam botol ternyata cukup menantang dan menguras keringat. “Baru kali ini ikut workshop sampai sekeringat ini, haha,” ujar salah satu peserta. Peserta mengikuti sesi ini dengan cukup kompetitif, dimana setiap kelompok saling bersaing untuk menghasilkan ecobrick terbaik.

Setelah sesi pembuatan, Namira memberikan feedback dan memilih Kelompok 4 “The Mulungs” sebagai pemenang ecobrick terbaik dengan ecobrick seberat 226 gr. Ecobrick yang bagus dan dinilai berhasil sendiri dinilai dari kepadatannya dan beratnya.

Sebuah ecobrick yang dibuat dengan botol air mineral sedang haruslah memiliki berat standar sekitar 200 gr serta tidak boleh memiliki bagian yang kosong di dalamnya.

Alat Makan
Alat Makan

Sesi kemudian dilanjutkan dengan sesi makan siang. Sebagai bentuk aksi nyata, peserta diwajibkan membawa cutlery/alat makan serta tumbler sendiri dari rumah sehingga tidak menyisakan sampah plastik nantinya. Terlihat juga disediakan alat makan yang terbuat dari kayu bagi peserta yang lupa membawa alat makannya sendiri dari rumah. Suasana makan siang pun berlangsung hangat dan penuh kebersamaan, dengan setiap peserta menikmati hidangan dengan rekan sekelompoknya.

Acara kemudian dilanjutkan dengan forum session yang dipandu oleh moderator, Maruf Primadoli Tanjung. Dalam sesi ini, Namira berbagi cerita tentang alasan ia memilih menjadi aktivis lingkungan daripada melanjutkan karier sebagai sarjana hukum. “Bukit Lawang, kampung halaman saya, telah memberikan banyak hal bagi saya. Karena itu, saya ingin memberikan yang terbaik untuk Bukit Lawang,” ujarnya.

Acara ditutup dengan penyerahan plakat dan sertifikat kepada Namira Purba, serta sesi dokumentasi bersama peserta. Sebagai penutup, peserta dan pembicara membuat video bertajuk “Globalocal – One Ecobrick, Infinite Impact!”. 

Melalui workshop ini, FPCI USU berharap dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk peduli terhadap lingkungan dan mengambil langkah kecil yang berdampak besar, seperti membuat ecobrick. Seperti slogan yang diusung, “One Ecobrick, Infinite Impact”, setiap langkah kecil kita dapat membawa perubahan besar bagi bumi.

Laporan Oleh: Anastasya Theophilia Simarmata

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses