Indonesia, negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadapi tantangan besar terkait pencemaran laut. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan sekitar 80% sampah laut Indonesia berasal dari daratan, terutama melalui aliran sungai besar.
Setiap tahun, Indonesia menyumbang 3,2 juta ton sampah plastik ke lautan, menjadikannya penyumbang terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Dampaknya sangat serius: rusaknya ekosistem laut, penurunan keanekaragaman hayati, dan kerugian ekonomi yang signifikan. Nelayan menghadapi penurunan hasil tangkapan karena laut yang tercemar, sementara kawasan wisata pantai kehilangan daya tarik akibat tumpukan sampah di pesisir.
Masalah ini bukan hanya tantangan lokal tetapi juga global. Salah satu contoh paling mencolok adalah Great Pacific Garbage Patch, zona akumulasi sampah plastik terbesar di dunia, dengan luas hampir dua kali lipat Texas. Fenomena ini menunjukkan skala krisis, tetapi solusi harus disesuaikan dengan konteks lokal masing-masing negara.
Sebuah inisiatif global yang patut dicontoh adalah The Ocean Cleanup Project, yang menggunakan teknologi untuk membersihkan sampah di lautan. Proyek ini telah mengembangkan sistem inovatif untuk mengumpulkan sampah di laut, serta mencegah aliran sampah melalui sungai.
Teknologi seperti sensor IoT dan algoritma berbasis data digunakan untuk memantau pergerakan sampah dan mengoptimalkan proses pembersihan, sebuah pendekatan yang relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Baca Juga:Â Peran Hukum dalam Melindungi Lingkungan Laut di Indonesia
Implementasi di Indonesia
Di Indonesia, solusi serupa dapat dimulai dengan memanfaatkan teknologi untuk memantau dan mengelola sampah di sungai besar seperti Ciliwung, Musi, dan Brantas—penyumbang utama pencemaran laut.
Dengan memanfaatkan data satelit, sensor di lapangan, dan analitik prediktif, pemerintah dan mitra dapat memetakan area rawan dan mendesain intervensi yang lebih tepat guna.
Kebijakan nasional seperti Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan program daerah dapat mendukung adopsi teknologi ini. Kemitraan antara sektor publik dan swasta juga memainkan peran penting dalam mempercepat pengembangan infrastruktur ramah lingkungan yang berbasis data.
Baca Juga:Â Tol Laut dan Tanggul Laut Sayung – Semarang, Solusi atau Memperparah?Â
Sebagai negara dengan lebih dari 80.000 km garis pantai, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam solusi inovatif untuk pencemaran laut.
Dengan kolaborasi antara teknologi, kebijakan, dan partisipasi masyarakat, Indonesia bisa menciptakan masa depan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk dunia.
Penulis: Ibrahim Ihram Hakim
Mahasiswa Teknologi Sains Data Universitas Airlangga
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News