Layanan Kesehatan Terpadu untuk Penyandang Disabilitas

Lebih dari 22 juta penyandang disabilitas di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses layanan kesehatan yang inklusif, bermutu, dan berkeadilan.

Meskipun telah ada payung hukum melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal.

Banyak fasilitas kesehatan, baik rumah sakit maupun puskesmas, belum memenuhi standar aksesibilitas yang sesuai, baik secara fisik maupun non-fisik.

Secara fisik, masih ditemukan fasilitas yang tidak menyediakan jalur kursi roda, toilet yang ramah disabilitas, atau ruang layanan yang nyaman untuk difabel.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, secara non-fisik, layanan informasi belum tersedia dalam format yang ramah bagi tunanetra, tunarungu, atau kelompok disabilitas lainnya, termasuk minimnya dukungan seperti juru bahasa isyarat.

Keterbatasan dalam pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas juga berkaitan dengan belum meratanya pelatihan dan pembekalan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang inklusif dan responsif terhadap keragaman kebutuhan disabilitas.

Baca juga: Peran Vital Apoteker dalam Meningkatkan Kualitas Layanan Kesehatan

Kondisi ini menunjukkan perlunya penguatan sistemik dalam bentuk kurikulum pendidikan dan program pelatihan berkelanjutan yang mengintegrasikan perspektif disabilitas secara komprehensif.

Tanpa pemahaman dan pendekatan yang tepat, kesenjangan dalam komunikasi, interpretasi kebutuhan, serta pemberian layanan yang sesuai masih kerap terjadi dalam praktik sehari-hari.

Layanan kesehatan yang tersedia saat ini masih bersifat kuratif dan belum terintegrasi secara utuh dengan layanan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.

Puskesmas sebagai garda terdepan dalam sistem layanan dasar belum memiliki sistem skrining disabilitas yang aktif, jalur rujukan khusus, ataupun jejaring dengan layanan rehabilitasi dan sosial.

Hal ini membuat penyandang disabilitas sering kali berpindah-pindah layanan tanpa koordinasi, atau bahkan tidak mengakses layanan sama sekali.

Sebagian besar penyandang disabilitas masih mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi tentang hak mereka dalam sistem pelayanan kesehatan.

Banyak pula yang menghadapi hambatan administratif maupun sosial, seperti biaya tidak langsung, atau jarak ke fasilitas layanan.

Baca juga: Membangun Masyarakat yang Inklusif: Menciptakan Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia

Kondisi ini tidak hanya menunjukkan adanya ketimpangan akses, tetapi juga berisiko memperburuk kondisi kesehatan kelompok yang seharusnya mendapatkan perlindungan khusus.

Kondisi tersebut bertentangan dengan prinsip Universal Health Coverage (UHC) yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs), terutama target 3.8 yang menekankan akses layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua, tanpa diskriminasi.

Oleh karena itu, reformasi sistem pelayanan kesehatan dengan pendekatan terpadu dan inklusif bagi penyandang disabilitas merupakan langkah penting, sebagai bagian dari pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan.

Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan strategi yang menyeluruh dan kolaboratif. Pengembangan model pelayanan kesehatan terpadu yang inklusif menjadi langkah awal yang krusial.

Model ini harus mampu mengintegrasikan layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam satu kesatuan sistem yang saling mendukung.

Fasilitas kesehatan juga perlu mengadopsi standar aksesibilitas nasional, baik dari segi infrastruktur maupun prosedur layanan.

Pelatihan tenaga kesehatan berbasis pendekatan hak asasi dan keberagaman disabilitas perlu diperkuat, agar tercipta interaksi yang setara dan penuh empati.

Selain itu, penyediaan informasi layanan yang mudah diakses dan pembangunan sistem data disabilitas yang akurat juga merupakan pondasi penting dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan.

Baca juga: Film “The Greatest Showman”: Inspirasi atau Justru Objektifikasi Inspirasi terhadap Penyandang Disabilitas?

Pembangunan pelayanan kesehatan yang inklusif dan terpadu membutuhkan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor kesehatan, lembaga pendidikan, organisasi penyandang disabilitas, dan masyarakat secara luas.

Dengan kerja sama dan kebijakan yang berpihak pada keadilan, Indonesia dapat mewujudkan sistem kesehatan yang benar-benar menjangkau semua kelompok warga negara termasuk penyandang disabilitas tanpa ada yang tertinggal.

 

Penulis: Ayu Yunita Ratnaningrum

Mahasiswa Jurusan S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret

Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses