Manuskrip Fathul Qorib: Internalisasi Salat

Islam
Manuskrip Fathul Qorib

Terdapat banyak sekali manuskrip di Nusantara, Fathul Qarib adalah salah satu manuskrip yang masih tersimpan di Indonesia. Kabar baiknya ialah manuskrip ini tidak terdapat di museum ataupun perpustakaan tapi masih tersimpan baik di masyarakat tepatnya dipegang dan dijaga oleh Teungku Mukhlis.

Pengarang asli dari manuskrip ini ialah Syeikh Muhammad bin Qasim Al Ghazi, beliau mengarang kitab ini atas permintaan teman-temannya supaya beliau menulis tentang ilmu fikih ringkas yang sedikit tulisannya tapi memiliki makna yang luas, atas permintaan itulah maka beliau mengarang kitab ini.

Kitab ini beliau tulis pada tahun 1238 H/1822 M dan menjadi rujukan bagi pemula dalam mempelajari ilmu fikih.

Baca Juga: Manuskrip Al-Qur’an Batusangkar Warisan Dunia Islam

Bacaan Lainnya

Manuskrip ini ditulis pada abad 19 dengan menggunakan kertas Eropa dengan watermark three crescents, tintanya berwarna hitam dan merah, kondisi manuskrip ini sedikit rusak karena dimakan serangga pada bagian pinggir di setiap halaman, halaman depan dan belakang hilang, luas ukuran pada manuskrip ini 23 x 16,5 cm luas teksnya 16,5 x 11 cm dengan 21 baris pada setiap halamannya. Referensi pada manuskrip ini ialah EAP329/1/98.

Saat melakukan ibadah, internalisasi itu dibutuhkan, kita perlu memahami bagaimana hal itu dilakukan, apa yang harus dicari, dan apa yang merusak ibadah. Kurangnya pengetahuan ini menyebabkan ibadah yang salah, tidak bermanfaat dan akhirnya meninggalkan ibadah, salah satunya salat.

Maka dari itu, wajib bagi kita untuk mencari tahu. Agar kita dapat menginternalisasi ibadah, terutama ibadah salat. Pada manuskrip Fathul Qorib ini membahas fikih ibadah, di antaranya salat. Ada tiga syarat wajib salat bagi pelaku salat, yaitu: pertama, beragama Islam; kedua, baligh; ketiga, berakal.

Ketiga syarat ini jika dimiliki seorang muslim ia dipanggil mukallaf dan ia memiliki tanggung jawab dalam mengerjakan kewajiban yaitu salat. Sehingga orang kafir, anak kecil, dan orang gila tidak disebut mukallaf dan tidak wajib salat.

Hal wajib yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi syarat sahnya salat setelah seorang muslim telah dipanggil mukallaf, yaitu:

  1. Suci dari hadas dan najis di badan. Sehingga wudu bersifat wajib karena ia menjadi syarat sahnya suatu salat;
  2. Menutup aurat dengan pakaian yang suci;
  3. Berdiri atau area pelaksanaan salat adalah tempat yang suci;
  4. Mengetahui waktu masuknya salat;
  5. Menghadap kiblat.

Baca Juga: Hukum Tidak Melaksanakan Salat Jumat saat Covid-19

Terdapat dua keadaan seseorang boleh meninggalkan menghadap kiblat, yaitu salat dalam peperangan dan salat sunah yang dilakukan dalam kendaraan baik arah dekat atau jauh.

Setelah terpenuhi syarat-syarat dengan sempurna baik syarat wajib dan syarat sah, seorang mukallaf dalam salat harus memenuhi rukun-rukun salat.

Terdapat 18 rukun salat, tapi terdapat pula pendapat lain yang mengatakan bahwa rukun salat ada 13 dengan catatan tuma’ninah dijadikan satu dalam satu poin saja dan niat salat sudah termasuk dalam salam sehingga tidak perlu niat keluar.

Penulis: Inggrid Amanda
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses