Di Indonesia terdapat beberapa badan peradilan seperti, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Militer, Pengadilan Tinggi, dan lain sebagainya. Lalu manakah susunan badan peradilan yang benar sesuai dengan Undang-undang?
Pada artikel ini yang akan kita bahas adalah susunan Badan Peradilan Agama yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Â
1. Pengadilan Agama Tingkat Pertama
Pengadilan Tingkat Pertama dalam Peradilan Agama adalah lembaga peradilan yang memiliki kewenangan utama untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara perdata yang berkaitan dengan hukum Islam. Pengadilan ini berada di tingkat paling bawah dalam struktur peradilan agama dan biasanya berlokasi di ibu kota kabupaten atau kota.
Di Indonesia peraturan tentang pengadilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah mengalami beberapa perubahan, di antaranya adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 yang berlaku sampai saat ini.
Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, shadaqah, dan ekonomi syariah berdasarkan hukum Islam, sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
Untuk menjalankan tugasnya Pengadilan Agama memiliki fungsi sebagai berikut:[1]
- Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama, termasuk penyitaan dan eksekusi putusan.
- Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi, dan peninjauan Kembali serta administrasi kepegawaian peradilan lainnya.
- Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama ( umum, kepegawaian, dan keuangan kecuali biaya perkara).
- Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum islam kepada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur pada pasal 52 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
- Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam berdasarkan hukum islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
- Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/tabungan, pensiunan, dan sebagainya.
- Pelaksanaan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan hisab ru’yat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.
Proses perkara di pengadilan tingkat pertama dimulai dengan pendaftaran gugatan atau permohonan oleh pihak yang berperkara, pemeriksaan berkas, sidang pemeriksaan, hingga putusan yang mengikat para pihak. Pengadilan ini juga memberikan kesempatan bagi pihak tidak mampu untuk berperkara secara prodeo (gratis).
Pengadilan Tingkat Pertama merupakan pintu gerbang utama dalam sistem peradilan agama yang berperan sebagai pengadilan fakta dan hukum, artinya hakim di pengadilan ini memeriksa dan menilai bukti serta fakta yang diajukan, sekaligus menerapkan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan terkait dalam memutus perkara.[2]
Baca juga: Penerapan Aplikasi E-Court di Pengadilan Negeri Bondowoso
Â
2. Pengadilan Tingkat Banding
Pengadilan Tingkat Banding dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Tinggi Agama yang memiliki kewenangan untuk mengadili perkara yang sudah diputus oleh Pengadilan Agama (pengadilan tingkat pertama) dan diajukan permohonan banding oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan tersebut.
Pengadilan Tinggi Agama berfungsi sebagai pengadilan tingkat banding yang memeriksa kembali perkara dari aspek fakta dan hukum.
Pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Agama melalui Pengadilan Agama tempat perkara pertama kali diperiksa. Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis dalam waktu 14 hari setelah putusan dibacakan atau diberitahukan.
Setelah permohonan banding diterima, Pengadilan Tinggi Agama akan memeriksa kembali perkara tersebut dan mengeluarkan putusan banding yang bersifat final ditingkat ini, sebelum dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.[3]
Adapun tugas pokok dan fungsi Pengadilan Tinggi Agama adalah sebagai berikut:[4]
- Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Sebagaimana diatur dalam pasal 51 ayat 1 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
- Pengadilan Tinggi agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Selanjutnya fungsi dari pengadilan tinggi agama menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Pembinaan
Yaitu memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk kepada jajaran Pengadilan Agama yang berada di daerah hukumnya, baik menyangkut teknik yustisial, administrasi peradilan, maupun administrasi umum, perlengkapan, keuangan, dan pembangunan.
b. Fungsi Pengawasan
Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, Dan Jurusita Atau Jurusita Pengganti di daerah hukumnya serta terhadap jalannya peradilan di tingkat Peradilan Agama agar diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
c. Fungsi Nasehat
Memberikan pertimbangan dan nasehat hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
d. Fungsi Administratif
Menyelenggarakan administrasi umum, kepegawaian, dan keuangan, serta administrasi lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok teknis peradilan dan administrasi peradilan.
e. Fungsi Lainnya
Memberikan pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset atau penelitian, pelayanan publik dan lain sebagainya.
Â
3. Mahkamah Tingkat Kasasi
Pengadilan tingkat kasasi merupakan tahapan terakhir dalam proses peradilan biasa di Indonesia yang diajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI). Upaya hukum ini bertujuan untuk menilai apakah suatu putusan pengadilan sebelumnya telah menerapkan hukum secara tepat dan benar.
Dengan demikian, kasasi tidak ditujukan untuk memeriksa kembali fakta-fakta perkara, melainkan untuk menguji penerapan hukum oleh pengadilan tingkat sebelumnya, seperti pengadilan tinggi.
Dasar hukum pengadilan kasasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah mengalami beberapa perubahan, di antaranya melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Fungsi utama dari kasasi adalah untuk menjaga keseragaman penerapan hukum di seluruh Indonesia dan mengoreksi potensi kesalahan hukum dari putusan pengadilan tingkat banding.
Putusan Mahkamah Agung dalam kasasi dapat berupa penolakan atas permohonan (sehingga putusan sebelumnya tetap berlaku), penerimaan permohonan dengan konsekuensi pembatalan atau perubahan putusan, atau menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena alasan administratif atau formil.
Dalam era digital, proses pengajuan kasasi juga telah diakomodasi secara elektronik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Â
Penulis:Â Akhmad Rizki Aminullah
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Referensi
By PA, Truktur Organisasi Pengadilan Agama Mentok. (Senin, 10 April 2017), https://pa-mentok.go.id/v3/profile/struktur-organisasi
Dr. Zulkarnain, M.H., Mengenal Peradilan Agama. https://www.pa-ampana.go.id/arsip-artikel/1352-mengenal-peradilan-agama
Malik, I., Tunggakan Perkara di Lingkungan Peradilan Agama dan Upaya Penanggulangannya, APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama Volume 18, Nomor 1, 2018 | Page: 33-50,
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (1985). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (beserta perubahan UU No. 5 Tahun 2004 dan UU No. 3 Tahun 2009). Jakarta: Sekretariat Mahkamah Agung RI.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2019). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Jakarta: Mahkamah Agung RI.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (2022). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2022 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Agung. Jakarta: Mahkamah Agung RI.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (n.d.). Direktori Putusan Mahkamah Agung. Diakses pada 19 Mei 2025 dari https://putusan3.mahkamahagung.go.id
Mahkamah Agung Republik Indonesia. (n.d.). Portal Resmi Mahkamah Agung RI. Diakses pada 19 Mei 2025 dari https://www.mahkamahagung.go.id
PA, Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama. https://pa-cimahi.go.id/tentang-pengadian/kekuasaan-dan-ruang-lingkup-pengadilan-agama
Syahrul, S., UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet). Jurnal Hikmah, Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018.
 [1] PA, Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama. https://pa-cimahi.go.id/tentang-pengadian/kekuasaan-dan-ruang-lingkup-pengadilan-agama
[2] Dr. Zulkarnain, M.H., Mengenal Peradilan Agama. https://www.pa-ampana.go.id/arsip-artikel/1352-mengenal-peradilan-agama
[3]Panitera, Prosedur Pengajuan Perkara Tingkat Banding. https://pa-tais.go.id/layanan-hukum/prosedur-pengajuan-perkara/tingkat-banding
[4] Pengadilan tinggi agama Yogyakarta. https://www.pta-yogyakarta.go.id/home/artikel/1542953776
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News