Perkembangan AI dalam pendidikan membawa manfaat besar dalam hal kemudahan akses informasi dan penyelesaian tugas secara efisien. Namun, dampak negatifnya tak bisa diabaikan, terutama ketika AI mulai menggantikan proses berpikir kritis dan kemandirian mahasiswa dalam belajar.
Banyak mahasiswa sekarang cenderung bergantung pada AI, sehingga kemampuan mereka untuk berpikir dan memecahkan masalah secara mandiri semakin menurun.
Pendidikan tinggi bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, yang esensial bagi mahasiswa sebagai calon pemimpin dan inovator. Ketergantungan berlebihan pada AI tidak hanya menghambat tujuan ini, tetapi juga membuat mahasiswa lebih pasif dan kurang berusaha memahami konsep secara mendalam.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang dapat mengurangi ketergantungan mahasiswa pada AI agar mereka tetap dapat mengembangkan pemikiran kritis dan kemandirian dalam belajar.
Dalam bahasa Indonesia, artificial intelligence (AI) terdiri dari dua kata, yaitu “artificial,” yang berarti buatan, dan “intelligence,” yang berarti kecerdasan. Dengan demikian, AI dapat diartikan sebagai kecerdasan buatan.
Pada tahun 1955, John McCarthy, seorang profesor di Massachusetts Institute of Technology, mengemukakan definisi pertama AI yang manatujuan pengembangan AI adalah menciptakan mesin yang dapat bertindak dan mengambil keputusan seolah-olah memiliki kecerdasan, serta meniru proses berpikir manusia.
Selain itu, menurut (Liriwati, 2023), kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merujuk pada kemampuan mesin untuk meniru kecerdasan manusia dalam mempelajari, berpikir, dan mengambil keputusan.
1. Diskusi dan Kolaborasi
Diskusi adalah proses berbicara atau bertukar pikiran untuk membahas suatu topik, sedangkan kolaborasi adalah proses bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
Keduanya saling melengkapi, karena diskusi sering digunakan sebagai langkah awal untuk menyelaraskan pemikiran sebelum melanjutkan kolaborasi dalam tindakan nyata. Diskusi menghasilkan ide atau keputusan, sementara kolaborasi merealisasikan hasil diskusi melalui kerja sama aktif.
Untuk itu diskusi kelompok sangat memungkinkan mahasiswa saling bertukar ide dan mengembangkan kemampuan argumentasi mereka tanpa bergantung pada AI. Dalam diskusi, mahasiswa diharuskan memaparkan dan mempertahankan argumen yang mereka buat, yang mengasah kemampuan berpikir kritis (Selwyn, 2019).
2. Pemecahan Masalah Manual
Pemecahan masalah manual adalah proses menyelesaikan masalah secara langsung tanpa bantuan teknologi, mengandalkan kemampuan berpikir, analisis, dan tindakan manusia secara sistematis.
Jadi, penggunaan metode manual dalam tugas tertentu, seperti perhitungan atau analisis data sederhana, dapat membantu mahasiswa memahami konsep dasar secara lebih mendalam. Pendekatan ini melatih mereka untuk tidak hanya mencari jawaban akhir, tetapi juga memahami proses menuju jawaban tersebut (Hwang & Xie, 2018).
3. Penelitian Sederhana
Penelitian sederhana adalah penelitian dengan lingkup terbatas, metode yang mudah, dan fokus pada pemecahan masalah atau pertanyaan spesifik. Penelitian ini ideal untuk pemula karena tidak membutuhkan sumber daya besar atau analisis yang kompleks.
Oleh karena itu, kegiatan penelitian memungkinkan mahasiswa untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan data sendiri. Dalam proses ini, mereka belajar mengevaluasi informasi secara kritis dan menghindari ketergantungan pada solusi otomatis dari AI (Luckin et al., 2016).
4. Batasan Penggunaan AI dalam Tugas Akademik
Batasan penggunaan AI dalam tugas akademik bertujuan untuk menjaga kejujuran, integritas, dan pengembangan kemampuan pribadi pelajar. AI sebaiknya digunakan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti pemikiran atau usaha sendiri.
Maka dari itu, penting untuk mengatur batasan penggunaan AI dalam penyelesaian tugas akademik mendorong mahasiswa untuk mencari sumber informasi sendiri dan merangkai pemikiran kritis tanpa bantuan teknologi. Dosen juga dapat menetapkan kebijakan yang jelas mengenai penggunaan AI agar mahasiswa terbiasa mengandalkan kemampuan diri (Holmes, Bialik, & Fadel, 2019).
5. Penanaman Etika Akademik
Penanaman etika akademik adalah langkah penting untuk menciptakan budaya pendidikan yang jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas. Hal ini tidak hanya membangun kualitas individu, tetapi juga memperkuat kredibilitas institusi pendidikan.
Jadi, pemahaman tentang etika akademik mengingatkan mahasiswa tentang pentingnya autentisitas dalam belajar. Ketika mahasiswa memahami dampak negatif ketergantungan pada AI terhadap kualitas pembelajaran mereka, mereka akan lebih sadar untuk berpikir mandiri dan menghargai proses belajar yang otentik (Zhu & Bonk, 2020).
6. Tantangan Kreativitas
Tantangan kreativitas adalah peluang untuk berpikir di luar batasan yang biasa dan menciptakan sesuatu yang baru. Dengan pendekatan yang tepat, tantangan ini dapat menjadi jalan untuk inovasi, pertumbuhan pribadi, dan keberhasilan di berbagai bidang.
AI mungkin sangat membantu dalam tugas-tugas rutin, tetapi kreativitas tetap menjadi kekuatan manusia. Dengan memberikan proyek atau tugas yang menuntut kreativitas, mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan menyelesaikan masalah dengan pendekatan unik tanpa terlalu bergantung pada AI (Williamson & Eynon, 2020).
Penutup
Kesimpulan
AI memang menawarkan banyak kemudahan dalam proses belajar-mengajar, namun ketergantungan yang berlebihan berpotensi menghambat perkembangan berpikir kritis dan kemandirian mahasiswa.
Dengan menerapkan strategi-strategi seperti diskusi, penelitian mandiri, dan pembatasan penggunaan AI, mahasiswa dapat mengasah kemampuan berpikir kritis mereka.
Saran
Institusi pendidikan dan tenaga pendidik sebaiknya merancang kurikulum dan metode pembelajaran yang mendorong kemandirian berpikir mahasiswa, serta menetapkan batasan yang jelas terkait penggunaan AI. Dengan demikian, AI dapat tetap dimanfaatkan secara positif tanpa mengorbankan kemandirian dan kualitas berpikir kritis mahasiswa.
Penulis:
- Deklay Nainggolan
- Melkian Naharia
- Junsy Alcika Batan
- Oktopince Makawimbang
- Bob Imanuel Kaseger
Mahasiswa Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Negeri Manado
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar Rujukan
Selwyn, N. (2019). Should Robots Replace Teachers? AI and the Future of Education. Cambridge, UK: Polity Press.
Luckin, R., Holmes, W., Griffiths, M., & Forcier, L. B. (2016). Intelligence Unleashed: An Argument for AI in Education. London: Pearson.
Zhu, M., & Bonk, C. J. (2020). Exploring Artificial Intelligence in Education: Critical Issues and Ethical Implications. Educational Technology Research and Development, 68(2), 807-824.
Hwang, G. J., & Xie, H. (2018). Review of Artificial Intelligence-Based Learning: Theories, Frameworks, and Applications. Educational Technology & Society, 21(2), 81-91.
Williamson, B., & Eynon, R. (2020). Historical Threads, Missing Links, and Future Directions in AI in Education. Learning, Media and Technology, 45(3), 223-235.
Holmes, W., Bialik, M., & Fadel, C. (2019). Artificial Intelligence in Education: Promises and Implications for Teaching and Learning. Boston: Center for Curriculum Redesign.
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News