Kemunculan paham Asy’ariyah menjadi penengah berbagai persoalan umat pada saat itu yang biasanya disebut dengan madzab Ahli sunnah. Nama Allah Asy’ari adalah sebuah kabilah Arab terkenal di kota Bashra, Nama Al Asy’ariyah juga diambil dari Abu Al Hasan Ali bin Ismail Al Asy’ari yang lahir di kota Bashrah pada tahun 206 H/873 M. Sejarah berdirinya Asy’ariyah juga tidak terlepas dengan adanya teologi Asy’ariyah yang dipicu karena adanya situasi sosial politik yang telah berkembang pada saat itu.Â
Pada masa pemerintahan khalifah Al Makmun, Mu’tazilah menyerang para fuqahaa’ dan muhanddisiin semakin gencar. Serangan itu bentuknya berbeda-beda, ada yang berbentuk pemikiran, dan disertai dengan penyiksaan fisik oleh penguasa ada juga yang berbentuk Al Mihnah. Dalam gerakan Mihnah ada banyak tokoh ulama yang menjadi korban, dari mulai penyiksaan fisik atau bahkan bisa juga sampai hukuman mati.
Akibat hal itu banyak masyarakat yang benci terhadap Mu’tazilah dan terjadilah permusuhan. Setelah kurun pemerintahan khalifah Al Makmun, Al Mu’tazilah dan Al Wasiq dari Dinasti Abbasiyah tahun (813 M-847 M). Paham Mu’tazilah akhirnya mencapai puncaknya pada abad ke 3 Hijriyah. Dan pada saat itu muncullah dua yang menonjol yaitu Abu Al Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, mereka bersatu dan melakukan bantahan terhadap Mu’tazilah.
Baca Juga: Asal Usul Aliran Khawarij dan Eksistensinya pada Zaman Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Dalam pemikiran teologi Asy’ariyah juga mempunyai pokok-pokok ajaran menurut Abu Hasan Al Asy’ari yaitu bahwa zat dan sifat-sifat Tuhan merupakan masalah yang banyak dibicarakan oleh ahli teologi Islam. Teori ini yang dianut oleh para kaum Asy’ariyah. Paham Asy’ariyah ini ternyata berlawanan dengan paham Mu’tazilah. Yang selanjutnya yaitu kebebasan dalam berkehendak Al Asy’ari telah menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, dan tidak mempunyai kekuatan.
Ada lagi akal dan wahyu, menurut golongan Asy’ariyah dan Mu’tazilah akal dan wahyu itu sangat penting, namun dalam persoalan ini mereka berbeda pendapat Al Asy’ari mengutamakan pendapat, Al Asy’ari mengutamakan wahyu sedangkan Mu’tazilah mengutamakan akal. Dan kemudian yaitu kebaikan dengan keburukan, menurut Al-Asy’ari (324/935) seluruh yang diperintahkan dan dianjurkan maupun di perbolehkan oleh Allah SWT itu yang disebut dengan kebaikan, sedangkan keburukan itu kebalikannya dari pada kebaikan. Yang selanjutnya ada juga Qodimnya kalam Allah, Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an ini terdiri dari kata, huruf, dan bunyi.Â
Pemikiran tentang Al-Qur’an itu dibedakan menjadi 2 yaitu kalam Nafsi dan kalam Lafzi. Kemudian adanya keadilan, dalam pandangan Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan ini berbeda, Asy’ariyah mengatakan bahwa Tuhan itu adil, sedangkan Mu’tazilah standar adil tidak adil itu dalam pandangan manusia hukumnya wajib bagi Allah. Dalam perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah mencapai puncaknya.
Septi Ilhamilah
Mahasiswa IAIN Pekalongan
Editor: Diana Pratiwi