Negara-negara kepulauan kecil di Samudra Pasifik, seperti Tuvalu, Kiribati, Nauru, Kepulauan Solomon, dan Fiji, menghadapi ancaman eksistensial akibat kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh perubahan iklim global.
Studi Bank Dunia memperkirakan kenaikan permukaan laut hingga setengah meter pada paruh kedua abad ini, yang dapat menyebabkan 50% hingga 80% wilayah perkotaan utama di negara-negara tersebut terendam air.
Misalnya, Tuvalu diprediksi akan mengalami banjir harian yang menenggelamkan hingga 95% wilayah ibu kotanya Funafuti pada akhir abad ini, sehingga kota tersebut diperkirakan tidak dapat dihuni lagi pada tahun 2050.
Berikut adalah tabel ringkasan kenaikan permukaan air laut global berdasarkan data dan analisis selama 5 dekade terakhir (1990-an hingga 2024:
Periode |
Kenaikan Permukaan Laut (cm) |
Rata-rata Kenaikan per Tahun (cm) |
1993 – 2000 | 2,0 | 0,29 |
2000 – 2010 | 3,0 | 0,30 |
2010 – 2020 | 3,5 | 0,35 |
2020 – 2023 | 2,3 | 0,76 (2022-2023 rekor tertinggi) |
1993 – 2023 | 9,4 – 10,1 | 0,30 – 0,42 |
Tahun 2024 | 0,59 (kenaikan tahunan) | 0,59 |
Sejak 1993, permukaan laut global telah naik sekitar 10 cm dengan rata-rata kenaikan tahunan awal sekitar 0,3 cm. Laju kenaikan permukaan laut mengalami percepatan, terutama dalam 5 tahun terakhir, dengan rekor kenaikan tahunan 0,76 cm pada 2022-2023.
Pada 2024, kenaikan permukaan laut tercatat 0,59 cm, lebih tinggi dari rata-rata tahunan sebelumnya yang diperkirakan 0,43 cm. Penyebab kenaikan permukaan laut adalah kombinasi ekspansi termal air laut akibat pemanasan dan pencairan es di daratan seperti Greenland dan Antartika.
Fenomena mencairnya es di Antartika, Arktik, dan Greenland semakin mempercepat kenaikan permukaan laut, yang mengancam keberlangsungan hidup sekitar 200.000 penduduk di negara-negara atol Pasifik. Dampak ini tidak hanya mengancam tempat tinggal, tetapi juga budaya lokal, ekosistem, dan spesies langka di wilayah tersebut.
Baca juga:Â Kebakaran di Bawah, Perubahan di Atas: Letusan Gunung Marapi 2023 dan Permasalahan Iklim
Selain itu, negara-negara ini juga menghadapi kerugian ekonomi signifikan akibat badai yang semakin sering dan kuat, dengan kerugian tahunan mencapai hingga 7% dari total output ekonomi di beberapa negara seperti Tuvalu dan Kiribati.
Upaya mitigasi yang direkomendasikan meliputi investasi dalam infrastruktur berkelanjutan untuk melindungi sumber daya air tawar, perikanan, dan pasokan energi, serta tindakan global yang mendesak untuk menekan emisi gas rumah kaca. Namun, tanpa tindakan cepat, negara-negara kecil di Pasifik ini berisiko hilang dari peta dunia, menjadikan perubahan iklim sebagai bencana eksistensial yang paling nyata di abad ini.
Penulis: Satria Pratama Abriansah
Mahasiswa Hubungan internasional, Universitas Cenderawasih
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News