Pengaplikasian Motif Batik Melalui Inspirasi Wisata Hutan Penggaron

Motif Batik
Motif Batik (Sumber: Penulis)

Batik merupakan peninggalan budaya di mana cara membuatnya dari kain putih polos yang dibuat motif, lalu dicanting dengan malam atau dengan cap. Batik juga salah satu aspek budaya yang harus dilestarikan karena memiliki motif yang beragam seperti motif Kawung, motif Pekalongan, dan sebagainya.

Setiap motif batik memiliki makna dan ciri khasnya sendiri, hal tersebut juga menyesuaikan dengan daerah asal masing-masing. Pada pembahasan artikel ini, akan menilik salah satu motif batik, dimana asalnya dari sebuah inspirasi di salah satu wisata area Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.

Nama tempat batiknya adalah Adhisty, berlokasi di Jalan Panjaitan Raya, Siroto, Susukan, Kecamatan Ungaran Timur. Adhisty telah berdiri sejak 2010, tempat ini wilayahnya jadi satu antara tempat pembuatan kain batik dengan butik.

Butiknya menjual berbagai macam souvenir yang terbuat dari kayu dan tentu saja berbagai macam baju dan kain batik tulis maupun batik cap. Selain itu, juga ada pakaian adat khas Kabupaten Semarang yaitu Gagrak Semarangan.

Bacaan Lainnya

Gagrak Semarangan menjadi pakaian yang sering dikenakan oleh pegawai di lingkungan pemerintah Kabupaten Semarang dan dipakai setiap hari kamis. Batik Adhisty dalam proses pembuatannya masih dibilang tradisional, jadi untuk harga yang dijual cukup mahal mulai dari harga 200 ribuan.

Setiap motif batik yang dijual adalah khas dari Jawa Tengah seperti motif Baru Klinthing, motif Semanggi, dan motif Pring. Batik yang dibuat murni kreasi sendiri, jadi jangan khawatir karena juga bisa melihat sendiri, proses langsung pembuatan batik atau bagi yang ingin belajar proses pembuatannya juga bisa.

Pemilik UKM mengatakan bahwa beliau dalam menjual karya tidak hanya sekedar menjual kain. Tapi membuat karya terbaik terlebih dahulu baru menjualnya. Jadi tidak heran, kualitas batik di UKM tersebut memiliki standar yang tinggi. Selain itu, ada salah satu khas dalam Adhisty dan menjadi cikal bakal berdirinya tempat ini, yaitu inspirasinya.

Batik Adhisty terinspirasi dari wisata hutan penggaron yang penuh dengan pohon pinus. Karena inspirasi itulah, seorang gubernur Jawa Tengah yaitu Bibit Waluyo (2008-2013) pada saat itu memberikan nama motif tersebut ialah cemoro Sewu. Alasan dibalik pemberian nama tersebut karena karakter hutan penggaron penuh dengan pohon pinus atau cemara. Itulah ciri khas pada motif batik Adhisty di antara motif lainnya.

Baca juga: Batik sebagai Identitas Desa Jarum

Setiap pengunjung ke butik Adhisty kebanyakan adalah warga lokal. Jarang sekali pengunjung luar kota yang mengetahui tempat tersebut. Karena Adhisty lokasinya sedikit sembunyi, agak jauh dari jalan raya, dan dikelilingi oleh hutan.

Melihat inspirasi bentuk motif di tempat Adhisty, bisa menjadi pandangan bahwa dalam sekitar terdekat kita, terdapat hal-hal yang bisa kita buat sesuatu dengan kreasi kita sendiri. Adhisty mengambil inspirasi dari hutan penggaron yang penuh pohon pinusnya lalu dibuat motif batik.

Kepekaan dan daya kreativitas menjadi tantangan tersendiri untuk membuat sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan. Seperti kata beliau sebelumnya, membuat karya terbaik terlebih dahulu baru menjualnya. Bisa menjadi acuan bagi seniman lokal, yang ingin memperkenalkan karyanya ke publik.

Bahwa jangan terlalu fokus terhadap bagaimana penjualannya, tapi apa yang kita jual, bagaimana standar karya kita, dan mutu karya. Maka pembeli akan menilai sendiri.

Batik sendiri juga sebagai warisan budaya yang mulai luntur. Zaman sekarang, para pemuda cenderung kurang menyukai batik, sebab masih menganggap sebagai budaya tradisional. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan batik, menyebabkan pelestarian batik menurun.

Terlihat juga di butik Adhisty yang kebanyakan pengunjung adalah ibu-ibu yang sudah berusia diatas 30 tahun. Mereka membeli hanya untuk kebutuhan pekerjaan atau untuk kebutuhan primer saja. Jarang anak muda yang membeli batik, padahal membeli batik sama saja dengan ikut melestarikan budaya.

Maka dari itu, kesimpulan yang didapat adalah, batik Adhisty memiliki cara kreatif sendiri dalam menciptakan motif yang menjadi ciri khasnya mereka. Melalui kepekaan sekitar, sehingga mendapatkan inspirasi melalui pohon pinus, lalu mengkreasikan sesuai kebutuhan dan kreatifitas.

Adhisty juga ikut membantu dalam pelestarian budaya batik, terlihat dalam keikutsertaannya dalam acara-acara seperti fashion show batik dan beberapa lomba motif batik. Ini juga bisa menjadi acuan kita, sebagai anak muda untuk ikut melestarikan budaya batik agar jangan sampai diambil oleh negara lain.

Cara yang bisa kita lakukan adalah dengan pemanfaatan digital seperti membuat konten edukasi soal batik, inovasi gaya fashion dengan memadukan gaya modern dan motif batik. Sebagai pemuda, kita harus melestarikan budaya batik melalui pemanfaatan digital, agar batik tetap terjaga dan terhindar dari kepunahan.

 

Penulis: Nadifa Tila Briliyana
Mahasiswa Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses