Pengaruh Trauma terhadap Gaya Komunikasi: Perspektif Psikologi

Pengaruh Trauma terhadap Gaya Komunikasi: Perspektif Psikologi
Ilustrasi Pengaruh Trauma terhadap Gaya Komunikasi

Setiap orang pasti pernah mengalami peristiwa yang sulit atau menyakitkan dalam hidupnya. Namun, ada pengalaman tertentu yang begitu membekas hingga mengganggu cara seseorang berpikir, merasa, bahkan berinteraksi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai trauma psikologis.

Dalam dunia psikologi komunikasi, trauma tidak hanya memengaruhi emosi dan perilaku seseorang, tapi juga dapat membentuk cara kita berkomunikasi—baik dengan orang terdekat maupun dalam lingkungan sosial yang lebih luas.

Apa Itu Trauma Psikologis

Trauma bisa muncul akibat kejadian seperti kekerasan, pelecehan, kehilangan orang tercinta, kecelakaan, atau pengalaman yang membuat seseorang merasa sangat takut dan tidak berdaya.

Respons seseorang terhadap trauma bisa sangat bervariasi, tapi umumnya mencakup:

Bacaan Lainnya
  • Rasa cemas yang berlebihan
  • Sulit percaya pada orang lain
  • Mudah marah atau tersinggung
  • Menghindari situasi tertentu

Semua hal tersebut, secara langsung maupun tidak langsung, memengaruhi cara seseorang menyampaikan dan menerima pesan dalam komunikasi sehari-hari.

Bagaimana Trauma Mempengaruhi Gaya Komunikasi?

Setelah mengalami trauma, sebagian orang tidak lagi merasa aman untuk berbicara terbuka. Mereka mungkin khawatir disalahpahami, ditolak, atau malah diserang. Akibatnya, muncullah berbagai gaya komunikasi yang khas:

Komunikasi Pasif

Orang dengan gaya ini cenderung diam, tidak berani menyampaikan pendapat, dan lebih memilih untuk “menghindar”. Mereka sering merasa takut menyinggung orang lain, padahal kebutuhan dan perasaannya sendiri tidak terpenuhi.

Komunikasi Agresif

Sebaliknya, ada juga yang justru jadi mudah marah atau menyalahkan. Gaya ini biasanya digunakan sebagai bentuk perlindungan diri—seolah ingin berkata, “Kalau aku menyerang duluan, aku tidak akan disakiti lagi.”

Pasif-Agresif

Jenis ini sulit dikenali karena sikapnya cenderung tidak langsung. Misalnya, seseorang bisa setuju di depan, tapi menunjukkan penolakan lewat sindiran atau diam berkepanjangan.

Ini biasanya terjadi karena konflik batin antara ingin berbicara jujur, tapi takut akan konsekuensinya.

Sulit Mengungkapkan Emosi

Trauma bisa membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk mengenali dan menyampaikan apa yang mereka rasakan. Akibatnya, mereka jadi tertutup, atau malah bereaksi secara berlebihan saat emosi terpendam akhirnya muncul.

Apa Kata Psikologi tentang Hal Ini?

Menurut teori Polyvagal, trauma bisa memengaruhi sistem saraf seseorang, terutama dalam situasi sosial. Seseorang yang merasa “tidak aman” secara emosional akan lebih mudah masuk ke mode “lawan atau lari” saat berkomunikasi, meskipun sebenarnya situasinya biasa saja.

Dari sini bisa dipahami mengapa seseorang yang pernah mengalami trauma bisa terlihat sensitif, sulit diajak bicara, atau malah terlalu tertutup. Ini bukan karena mereka tidak mau berkomunikasi—mereka hanya belum merasa cukup aman untuk melakukannya.

Dampak pada Hubungan Sosial

Gaya komunikasi yang terbentuk dari pengalaman traumatis bisa menimbulkan berbagai masalah, seperti:

  • Miskomunikasi dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja
  • Rasa kesepian atau terisolasi
  • Konflik yang sulit diselesaikan
  • Sulit menjalin hubungan yang sehat dan terbuka

Sayangnya, jika tidak disadari atau ditangani, pola ini bisa terus berulang.

Bagaimana Mengatasinya?

Berita baiknya, gaya komunikasi bisa berubah. Beberapa cara yang bisa membantu antara lain:

  • Terapi psikologis: Konseling atau terapi berbasis trauma bisa membantu seseorang memahami akar masalah dan membangun ulang kepercayaan diri dalam berkomunikasi.
  • Latihan komunikasi asertif: Melatih diri untuk menyampaikan pendapat dan perasaan secara jujur tapi tetap menghargai orang lain.
  • Mindfulness dan regulasi emosi: Menjadi lebih sadar akan pikiran dan perasaan sendiri, lalu belajar mengelolanya dengan cara yang sehat.
  • Dukungan sosial: Memiliki lingkungan yang aman dan suportif juga sangat penting untuk proses pemulihan.

Kesimpulan

Trauma bisa meninggalkan luka yang tidak terlihat, dan salah satu bentuknya adalah perubahan dalam cara kita berkomunikasi. Dengan memahami pengaruh trauma dari sudut pandang psikologi, kita jadi bisa lebih bijak—baik dalam memahami diri sendiri maupun orang lain.

Kalau kamu merasa gaya komunikasimu dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, itu bukan hal yang memalukan. Yang penting adalah menyadari dan mulai mencari jalan untuk memperbaikinya.

Komunikasi yang sehat bukan bawaan lahir, tapi keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih.

 

Penulis: Nurbilla Ramah Azzahra
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses