Generasi muda dikenal dengan penggunaan bahasa slang atau bahasa gaul yang unik dan berbeda di setiap zamannya.
Bahasa gaul ini digunakan untuk berkomunikasi terhadap anak muda lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kini, perkembangan bahasa slang sangat berdampak dari arus teknologi yang serba cepat.
Dari sosial media, bahasa semakin berkembang dan memunculkan ribuan kosakata baru sampai dengan pergeseran makna.
Bahasa kerap tercampur aduk dengan bahasa asing lainnya, memunculkan makna-makna baru yang dirasa lebih cocok untuk mengekspresikan diri.
Bahasa Indonesia tidak terkecuali, dalam sosial media kosa-kata Indonesia kerap tercampur aduk dengan kosa-kata bahasa asing.
Sebagai contoh, penyebutan “nder” dari kata “sender” untuk pengirim, “Ava” sebagai foto profil, “moment ketika” yang sering ditempatkan di awal cerita, sampai dengan istilah “mutualan” yang juga menggabungkan kata sambung Bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.
Baca Juga: Perlukah Bahasa Asing Mendominasi Ruang Publik di Indonesia?
Dari Tik Tok, YouTube, Instagram, Twitter, sampai dengan sosial media lainnya, generasi muda menciptakan kosakata sederhana untuk berkomunikasi dan mencari koneksi mereka masing-masing di dunia maya.
Lantas apakah bahasa sosial media berdampak dengan kemampuan Bahasa Indonesia anak muda?
Tidak sedikit generasi muda mengalami kesulitan dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik karena kerap menggunakan bahasa sosial media dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini bisa disebabkan bahasa serapan yang sering digunakan dan mengesampingkan Bahasa Indonesia, sehingga kosakata Indonesia terancam dilupakan atau menyimpang dari makna sebenarnya.
Terutama penggunaan Bahasa Indonesia dalam bentuk ketikan. Pengguna media sosial kerap menggunakan ejaan yang disederhanakan atau menggunakan tanda baca yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.
Kebebasan berekspresi dalam media sosial menjadi salah satu alasan mengapa hal ini terjadi, hasilnya berdampak besar pada cara bicara anak muda sekarang yang sulit menggunakan bahasa yang layak dan santun.
Baca Juga: Edupreneur Literasi: Mengajarkan Sastra dan Bahasa sebagai Bisnis Berbasis Kreativitas Abad 21
Tidak ada salahnya berkomunikasi dengan bahasa gaul atau slang dalam kehidupan sehari-hari terutama di sosial media, namun sebaiknya tetap tidak mengabaikan aturan penggunaan bahasa.
Generasi muda perlu meningkatkan literasi Indonesia agar terbiasa mempertahankan gaya pengucapan dan penulisan yang tepat.
Karena generasi muda, yang juga mayoritas pengguna sosial media, akan menjadi generasi yang seharusnya mempertahankan Bahasa Indonesia yang baik ke depannya.
Penulis: Fathina Evreta Meidy
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Universitas Pamulang
Dosen Pengampu: Ulfah Julianti
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News