Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian

Apoteker adalah tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan dan pelatihan khusus dalam bidang farmasi. Apoteker merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana tercantum dalam PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. (Kwando, 2014)

Kinerja seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu dianalisis untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian baik dalam pelayanan farmasi klinik maupun pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (Erlianti et al., 2022).

Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian, memastikan pasien mendapatkan pengobatan yang efektif, aman dan efisien, meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan serta melaksanakan kebijakan obat.

Pemerintah menerbitkan Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk dijadikan sebagai pedoman praktik apoteker dalam menjalankan tugas profesi guna melindungi masyarakat dari Pelayanan, dan Evaluasi Mutu Pelayanan (Depkes RI, 2014).

Bacaan Lainnya

Semakin tingginya tuntutan masyarakat dan semakin berkembangnya pelayanan yang diberikan menuntut apoteker harus mampu memenuhi keinginan dan tuntutan masyarakat yang berubah-ubah dan beragam (Pratiwi et al., 2020).

Akibatnya dibutuhkan eksistensi apoteker sebagai sumber daya manusia dalam hal peningkatan pengetahuan, keterampilan, serta mampu berinteraksi dengan masyarakat. Dengan adanya interaksi, masyarakat dapat mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker serta mendapatkan manfaatnya.

Baca Juga: Peran Apoteker dalam Edukasi Terapi Obat pada Pasien Diabetes

Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Selain itu apoteker harus mampu bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Indiyani et al., 2020).

Proses terapi seorang pasien perlu adanya kerjasama antara apoteker, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan agar pasien memperoleh pelayanan yang optimal. Hubungan antara farmasi dan kedokteran sebenarnya telah berlangsung selama berabad-abad dimana farmasi mendukung pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter kepada pasien.

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat, meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian serta, melaksanakan kebijakan obat.

Capaian kinerja apoteker dalam melakukan pelayanan farmasi klinik dapat dilakukan dengan pengkajian dan pelayanan resep.

Baca Juga: Mengenal Peranan Apoteker melalui Ten Stars of Pharmacist

Pengkajian resep merupakan kegiatan yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis sedangkan pelayanan resep merupakan kegiatan yang terdiri dari penyerahan dan pemberian informasi obat  sesuai dengan kebutuhan pengobatan dan memahami tujuan pengobatan serta mematuhi instruksi pengobatan yang telah ditentukan (Kemenkes RI, 2016).

Selain itu, juga dapat dilakukan konseling dan evaluasi penggunaan obat. Konseling adalah proses yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien maupun keluarga pasien.

Sedangkan evaluasi penggunaan obat adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (Kemenkes RI, 2016).

 

Penulis: Audi Rasya Kusuma
Mahasiswa Jurusan Farmasi, Universitas Airlangga

Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Depkes RI. 2014. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ikhsan, M. (2022). Peran Tenaga Teknis Kefarmasian dalam Pelayanan Kefarmasian (Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Farmasi Klinik). Jurnal Health Sains, 3(1). https://doi.org/10.46799/jhs.v3i1.396

Indiyani, N. N. S., Lolo, W. A., & Rundengan, G. (2020). Persepsi Dokter Terhadap Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Manado. Pharmacon, 9(3). https://Doi.Org/10.35799/Pha.9.2020.30019

Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kwando, R. R. (2014). Pemetaan Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kefarmasian Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker Di Apotek Di Surabaya Timur.

Pratiwi, H., Mustikaningtias, I., Widyartika, F. R., Setiawan, D., Nasrudin, K., & Julietta, L. (2020). Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Apoteker Pada Layanan Kefarmasian Di Apotek Kecamatan Sokaraja, Baturraden, Sumbang, Dan Kedungbanteng. JPSCR: Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, 5(1). https://doi.org/10.20961/jpscr.v5i1.39273

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses