Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja resmi menjadi undang-undang setelah disetujui oleh DPR.
Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di kompleks parlemen, Selasa (21/3) yang turut dihadiri pemerintah diwakili Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Rapat pengesahan tersebut dihadiri 75 anggota dewan secara fisik dan sebanyak 210 hadir secara daring, sementara 95 orang lainnya tidak hadir dan izin. Secara serempak para anggota dewan yang hadir dalam sidang pun menjawab setuju.
Di tengah paripurna, fraksi Demokrat dan PKS menolak pengesahan Perppu Ciptaker. Kedua fraksi pun melayangkan interupsi saat Puan menanyakan kepada peserta sidang, apakah Perppu Ciptaker dapat disetujui.
Hingga akhirnya fraksi PKS menyatakan walk out atau keluar rapat paripurna setelah perwakilan fraksi, Bukhori Yusuf menyampaikan interupsi.
Perppu Ciptaker resmi menjadi UU kurang dari dua bulan sejak Surat Presiden (Surpres) dikirim ke DPR pada 7 Februari lalu. Sepekan kemudian, Badan Legislasi DPR menggelar rapat maraton membahas Perppu tersebut.
Perppu Ciptaker ini pun disahkan di tengah gelombang penolakan oleh berbagai elemen masyarakat sejak akhir 2022 lalu. Sejumlah elemen, terutama dari kelompok buruh terus menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Perppu itu oleh DPR.
Mereka menilai Perppu Ciptaker tidak jauh beda dengan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Isi dari Perppu juga dianggap memuat pasal pasal bermasalah yang merugikan, terutama untuk buruh dan lingkungan.
Baca juga: Menelaah Bunyi Pembukaan UUD 1945
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menilai penolakan publik terhadap suatu undang-undang sebagai hal yang biasa. Kata Mahfud, semua undang-undang di Indonesia pasti disertai penolakan.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto penetapan Perppu CK merupakan pelaksanaan dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian formil UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Amanat keputusan MK tersebut antara lain memerintahkan kepada pembentuk UU untuk melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak keputusan MK diucapkan.
Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, imbuhnya, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Dalam hal ini, Airlangga menjelaskan telah dilakukan penetapan UU No. 13/2022 tentang perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur dan memuat metode omnibus dalam penyusunan UU dan telah memperjelas partisipasi bermakna.
Pemerintah pun kata Airlangga telah membentuk Satgas Sosialisasi UU Cipta Kerja. Satgas bersama dengan kementerian dan lembaga, serta Pemda dan pemangku kepentingan telah melakukan sosialisasi di berbagai wilayah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap UU Cipta Kerja.
Dalam pelaksanaan sosialisasi tersebut, pemerintah telah menerima masukan dan pandangan dari masyarakat serta pemangku kepentingan atas UU Cipta Kerja.
Pemerintah juga terus menyelesaikan penelitian, penelusuran, dan pengecekan kembali atas kesalahan teknis dalam UU Cipta Kerja baik terkait huruf tidak lengkap, rujukan pasal, ayat tidak tepat, salah ketik, judul, serta paragraf, pasal, dan ayat yang tidak bersifat substansial.
Airlangga menambahkan, latar belakang lainnya adalah Indonesia saat ini dihadapkan pada situasi dinamika global sehingga dibutuhkan kepastian hukum.
Pelaksanaan UU Cipta Kerja di mana berdampak pada kepastian perekonomian nasional dan penciptaan lapangan kerja, pada saat ini dan di masa mendatang.
Penulis: Bernando Pasaribu
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi