Persaingan Energi antara China dengan Negara-Negara Asia Tenggara: Sebuah Pandangan Liberalis

China
Ilustrasi: istockphoto, karya: adventtr.

Dalam dunia internasional, sumber energi-baik berupa minyak, air, maupun nuklir sering menjadi isu yang mendasari kompetisi bilateral maupun multilateral. Hal ini pula yang terjadi di kawasan Asia Timur, yang terdiri atas Asia Tenggara dan Asia Timur Laut.

Salah satu kasus yang terjadi adalah kompetisi energi antara China dengan negara-negara Asia Tenggara. China berkepentingan dalam pemenuhan kebutuhan energinya yang besar untuk industri, sedangkan negara-negara Asia Tenggara juga mulai tumbuh menjadi negara industri yang memerlukan pasokan energi yang besar pula untuk menjawabnya, masalah persengketaan tersebut akan coba dicermati dengan teori  liberalisme.

Liberalisme

Teori Liberalisme berkebalikan dengan teori realisme yang memandang manusia dari sisi negatifnya. Liberalisme memandang manusia dari sisi positif dan optimisnya yang berkeyakinan pada akal pikiran bahwa prinsip- prinsip rasional dapat digunakan dalam masalah-masalah internasional.

Pandangan liberalisme dalam sistem internasional bahwa sistem yang anarki tidak selalu dominan dengan dilakukannya perang untuk dapat mewujudkan perdamaian dunia, namun dapat diwujudkan dengan cara saling bekerja sama antara individu dan adanya kesepakatan.

Bacaan Lainnya

Seperti dijalankannya perdagangan bebas atau free trade untuk saling menumbuhkan rasa kerjasama dan saling menguntungkan.

A. Kebutuhan Energi yang Besar

Performa ekonomi yang bagus ini umumnya dimotori oleh sektor industri. Sebagai konsekuensinya,  kebutuhan energi juga menjadi besar. Peningkatan kebutuhan energi yang drastis ini terutama terlihat dari China.

Oleh karena itu, jalan yang bisa ditempuh untuk memenuhi defisit energi adalah dengan mengimpor dari negara lain atau mencari dan membuka tambang minyak baru.

Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara juga memerlukan energi dalam jumlah besar. Minyak dan sumber energi lainnya adalah komoditas yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan memiliki nilai komersial yang tinggi untuk diekspor ke negara lain.

B. Sumber Energi yang Tersedia Terbatas

Cadangan minyak yang ada pun semakin lama akan semakin berkurang dan pada akhirnya akan habis sama sekali. Di sisi lain, kebutuhan akan energi justru semakin meningkat.

Akibatnya, negara-negara yang dulu mengekspor minyak, Dalam kasus ini, China dan beberapa negara di Asia Tenggara bergantung pada minyak negara-negara Timur Tengah sebagai sumber energi utama. Akan tetapi, kondisi politik Timur Tengah yang tidak stabil sering melambungkan harga minyak secara mendadak dan drastis.

Perang dan kegiatan teroris biasanya menyebabkan kenaikan harga minyak karena supplay menjadi berkurang sementara permintaan cenderung meningkat, sehingga perhitungan ekonomis dalam mencapai economy of scale susah didapat karena ketidakstabilan dan ketidakpastian supplay dan harga.

Masalah lain yang juga harus dihadapi; terutama oleh China; adalah jauhnya rute perjalanan impor minyak dari Timur Tengah. Hal ini menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal. Artinya, efisiensi kurang bisa dicapai karena biaya semakin besar.

Baca Juga: Peluang dan Tantangan Kolaborasi Perdagangan Internasional di Indonesia

Untuk itulah, China mulai melirik negara-negara Asia Tenggara. Jika China ingin membangun rute yang lebih pendek (yang berarti lebih efisien), maka China bisa membuat kanal di wilayah Thailand dan Myanmar.

Walaupun cadangan minyak di negara-negara Asia Tenggara makin menipis, tetapi cadangan gas alam sebagai energi alternatif minyak masih sangat besar.

C. Kompetisi untuk Memperoleh Sumber Energi

sumber energi tersebut dilihat sebagai sumber daya yang terbatas, sehingga banyak aktor yang ingin menguasai wilayah itu demi kepentingan negara masing-masing. Kemudian, China tidak terlalu mengandalkan sumber energi alternatif seperti dari LNG dan nuklir dan hanya berkisar 7% dari total kebutuhan energinya.

Selain itu, China juga melihat Asia Tenggara lebih sebagai wilayah strategis untuk rute pengiriman minyak impor dari Timur Tengah dan Afrika ke China. Maka dapat disimpulkan bahwa masalah perebutan sumber energi ini tidak terlalu matter.

Kepentingan yang lebih utama bagi China adalah bagaimana caranya agar pengiriman minyak impornya bisa efisien dan aman. Dengan kata lain, China cenderung akan memilih berdamai dengan negara-negara Asia Tenggara yang wilayahnya menjadi rute perjalanan pengiriman minyak dari Timur Tengah ke China tersebut.

Dalam kasus sengketa Laut China Selatan, walaupun ada aktivitas-aktivitas provokatif yang dilakukan, tetapi tetapi perlu digaris bawahi bahwa China tetap mengandalkan jalur diplomasi, baik secara bilateral maupun melalui fasilitasi ASEAN.

Ada 3 poin Liberalisme:

Liberalisme interdependensi

interdependensi beranggapan bahwa untuk melakuan ekonomi internasional yang meningkat diperlukan interdependensi antara Negara  dengan begini akan mengurangi konflik kekerasan antara Negara.

Dengan kata lain China ingin melakuan kerja sama dengan Negara-negara di Asia tenggara dengan begitu konflik antar Negara akan berkurang, sedangkan negara-negara Asia Tenggara juga mulai tumbuh menjadi negara industri yang memerlukan pasokan energi yang besar dan dampaknya akan terjadinya kelangkaan.

Liberalisme mengusung nilai kebebasan dan kesetaraan, yaitu kebebasan bagi aktor untuk mengembangkan diri, dan kesetaraan kesempatan untuk bisa membangun diri. Hal ini memunculkan kompetisi antar-negara karena masing-masing mempunyai kebebasan dan kesempatan yang sama untuk bisa menjadi maju.

Baca Juga: Agresivitas Tiongkok untuk Menguasai Afrika dalam Keterlibatan dengan Forum on China-Africa Cooperation (FOCAC)

Liberalisme institusional

adanya institusi internasional dapat mendorong dan memajukan kerjasama antara negara-negara. Institusi internasional juga dapat menampung kepentingan-kepentingan setiap Negara,  dengan adanya kompetisi bersifat konstruktif.

Walaupun liberal percaya bahwa individu (analogikan dengan negara) bersifat self-interested, tetapi karena ada kompetisi (karena kebebasan dan kesetaraan), maka gabungan keduanya membuat persaingan kepentingan menjadi konstruktif karena negara akan semakin berusaha untuk mengembangkan diri agar lebih efisien dari yang lain.

Pada akhirnya, kebutuhan/ kepentingan bisa dipenuhi secara “high quality but low price”. Dengan adanya kerjasama antar China dengan Negara kawasan Asia Tenggara dapat berjalan dengan baik tanpa ada kecurangan seperti yang kita tahu bawah China sendiri sering membuat ulah dengan kawasan Asia Tenggara.

Liberalisme republikan

liberal republikan berarti Negara-negara yang demokrasi. Dalam republikan menekankan pentingnya demokrasi. Liberal yakin bawah Negara demokrasi adalah Negara yang patuh pada hukum sehingga bersifat damai.

Liberal percaya pada positive sum game, yaitu setiap aktor berpotensi untuk mendapatkan lebih dari apa yang aktor tersebut berikan.

Dalam hal ini, ketika suatu negara melakukan hubungan positif seperti kerja sama atau perdagangan, maka semua negara bisa mendapatkan keuntungan, tidak peduli siapa yang keuntungannya lebih banyak.

Maka liberalisme sangat menganjurkan kerja sama dalam menangani masalah-masalah internasional, termasuk juga persaingan dalam memperebutkan energi antara China dengan negara-negara Asia Tenggara.

Karena perspektif liberalisme ini berakar pada ilmu ekonomi liberal, maka dalam esai ini pembabakan akan didasarkan pada alur ilmu ekonomi, yaitu adanya kebutuhan energi yang besar (cenderung tak terbatas), sementara sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas.

Hal ini menyebabkan kelangkaan sehingga terjadilah kompetisi antar-negara untuk memperebutkan sumber daya energi yang terbatas tersebut, dimana cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut adalah memalui kerja sama.

Penulis: Virginia Pattipi
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi 

http://tamara-shidazhari-fisip16.web.unair.ac.id/artikel_detail-165927-Pengantar%20Hubungan%20Internasional:%20Jurnal-Perspektif%20Liberalisme%20Dalam%20Hubungan%20Internasional. html http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-internasional/759-persaingan-energi-antara-china-dengan-negara-negara-asia-tenggara-sebuah-pandangan-liberalis  https://www.academia.edu/31828815/Liberalisme_dalam_hubungan_internasional

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses