Persaingan Strategis Belt and Road Initiative Vs Indo-Pasific: Posisi Asia Timur di Tengah Tarikan Dua Kekuatan

Perang dagang Amerika Serikat dan China. AS amerika dan bendera Cina menabrak kontainer di langit pada latar belakang matahari terbenam. Ilustrasi 3d.
Persaingan Strategis Belt and Road Initiative Vs Indo-Pasific: Posisi Asia Timur di Tengah Tarikan Dua Kekuatan.

Selama lebih dari satu dekade terakhir, kawasan Asia Timur menjadi titik sentral dari persaingan dua kekuatan global: China dengan Belt and Road Initiative (BRI) dan Amerika Serikat bersama mitranya lewat konsep Indo-Pasifik Bebas dan Terbuka (Free and Open Indo-Pacific/ FOIP).

Kedua gagasan ini bukan sekadar proyek ekonomi atau geopolitik semata; mereka mencerminkan visi berbeda tentang masa depan kawasan dan dunia. China, melalui BRI, berupaya memperluas pengaruhnya dengan membangun infrastruktur di berbagai negara, termasuk di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.

Jalur kereta api, pelabuhan, dan proyek energi menjadi wajah ambisi China untuk mempererat hubungan ekonomi dan meningkatkan ketergantungan negara-negara mitra terhadap Beijing. Namun di balik janji pembangunan, terselip kekhawatiran tentang jebakan utang dan potensi erosi kedaulatan.

Sebagai tandingan, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India mengembangkan pendekatan Indo-Pasifik yang menekankan transparansi, keterbukaan pasar, dan supremasi hukum. Konsep ini juga membawa narasi kebebasan navigasi dan kerja sama maritim sebagai respons terhadap ekspansi pengaruh China.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Perang Dagang AS-China: Ancaman atau Peluang bagi Ekonomi Indonesia?

Bagi negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, situasi ini ibarat berdiri di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada tawaran investasi cepat dari China; di sisi lain, ada dorongan menjaga nilai-nilai demokrasi dan kemandirian regional.

Persaingan ini tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga menyentuh identitas, keamanan, dan arah kebijakan jangka panjang

Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa Asia Timur tidak harus memilih salah satu pihak secara mutlak. Kawasan ini memiliki kapasitas dan posisi strategis untuk menciptakan ruang manuver sendiri.

Jepang dan Korea Selatan, misalnya, memiliki kemampuan ekonomi dan teknologi untuk mengembangkan agenda regional yang lebih mandiri dan berorientasi pada kepentingan bersama. Yang perlu dihindari adalah ketergantungan politik yang dibungkus kerja sama ekonomi.

Baca Juga: Perang Sunyi Ekonomi AS-China dan Imbasnya terhadap Kedaulatan Sumber Daya Alam Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Hukum

Proyek BRI perlu disambut dengan sikap kritis dan kehati-hatian, sementara pendekatan Indo-Pasifik juga harus dikawal agar tidak hanya menjadi slogan politik tanpa realisasi konkret.

Sebagai generasi muda, saya merasa perlu untuk terus belajar dan ikut terlibat dalam diskusi ini, karena keputusan-keputusan hari ini akan menentukan wajah Asia Timur untuk puluhan tahun ke depan.

Penulis: Nursyahrani Maya Liana Sirait (2022031054124)/B
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi 

Hillman, J. E. (2020). The Emperor’s New Road: China and the Project of the Century. Yale University Press.

Rolland, N. (2017). China’s Belt and Road Initiative: Underwhelming or Game-Changer?

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses