Kesehatan mental anak adalah salah satu aspek krusial dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mereka. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk biologis dan lingkungan keluarga, terutama pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Salah satu pendekatan pengasuhan yang banyak diterapkan adalah pola asuh permisif.
Dikutipd dari pafikabupatenpelalawan.org, bahwa pola ini ditandai oleh tingkat kontrol yang rendah dan respons yang tinggi terhadap kebutuhan anak.
Diungkap oleh Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif umumnya memberikan kebebasan lebih kepada anak dalam membuat keputusan, menghindari penerapan aturan yang ketat, dan berperan lebih sebagai teman daripada sebagai figur otoritas.
Meskipun pola asuh ini dapat memperkuat kedekatan emosional antara orang tua dan anak, dampaknya terhadap kesehatan mental anak dapat bervariasi tergantung pada konteks dan cara penerapannya. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan permisif seringkali memiliki lebih banyak kebebasan dalam mengekspresikan diri dan menjelajahi dunia di sekitar mereka.
Hal ini dapat memberikan mereka rasa otonomi yang kuat, mendukung perkembangan rasa percaya diri. Namun, kebebasan yang tidak diimbangi dengan batasan yang jelas bisa menimbulkan ketidakpastian di dalam diri anak. Tanpa pengajaran tentang batasan dan konsekuensi dari tindakan mereka, anak-anak ini mungkin kesulitan dalam mengatur perilaku sendiri.
Baca Juga:Â Pola Asuh Single Parent dan Kesehatan Mental
Dari perspektif psikologi, pola asuh permisif bisa meningkatkan risiko masalah perilaku pada anak. Anak-anak yang tidak mendapatkan bimbingan dengan aturan yang jelas cenderung memiliki kesulitan dalam mengelola emosi. Mereka mungkin berjuang untuk mengendalikan impulsif mereka atau bahkan menunjukkan perilaku agresif ketika keinginan mereka tidak terpenuhi.
Hal ini dapat merusak hubungan mereka dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa di sekitar mereka. Ketika orang tua lebih berfungsi sebagai teman daripada sebagai figur otoritas yang memberikan arahan, anak-anak mungkin merasa bingung atau bahkan terisolasi saat menghadapi situasi yang membutuhkan ketegasan atau tanggung jawab.
Selain itu, pola asuh permisif juga dapat menghambat perkembangan rasa tanggung jawab dan disiplin pada anak. Tanpa pengajaran tentang pentingnya aturan dan konsekuensi, mereka mungkin tumbuh menjadi individu kurang mampu mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka.
Anak-anak ini juga dapat mengalami kesulitan dalam menghadapi kegagalan atau kekecewaan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Ketidakmampuan untuk mengelola perasaan kecewa atau frustrasi ini dapat mengarah pada masalah kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi.
Ketika mereka memasuki usia remaja atau dewasa muda, anak-anak yang tidak terbiasa dengan aturan atau konsekuensi mungkin akan merasa kesulitan dalam menghadapi tuntutan hidup yang semakin kompleks.
Di sisi lain, penting untuk dicatat bahwa pola asuh permisif dapat mendukung perkembangan karakteristik positif pada anak. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kasih sayang ini seringkali merasa dihargai dan diterima. Mereka cenderung memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang lebih baik karena merasa kebutuhan emosional mereka terpenuhi, serta dapat mengekspresikan perasaan tanpa takut dihakimi.
Hal ini berpotensi membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik, seperti empati dan kemampuan membangun hubungan yang sehat. Dengan penerapan pola asuh permisif yang disertai kesadaran tinggi terhadap kebutuhan emosional dan psikologis anak, hubungan yang sehat dan penuh kasih antara orang tua dan anak dapat tercipta.
Baca Juga: Dampak Pola Asuh Tunggal terhadap Perkembangan Remaja
Efek positif dari pola asuh ini hanya dapat tercapai jika orang tua mampu menyeimbangkan kebebasan dengan pengawasan yang tepat. Kunci dari pola asuh yang efektif terletak pada keseimbangan antara memberikan kebebasan kepada anak dan menetapkan batasan yang jelas.
Orang tua yang menerapkan pendekatan permisif tidak perlu sepenuhnya menghindari aturan atau konsekuensi; sebaliknya, mereka harus mampu berdiskusi dengan anak mengenai pentingnya tanggung jawab dan konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dalam konteks ini, komunikasi terbuka antara orang tua dan anak sangat penting untuk menjaga hubungan yang sehat dan mengurangi potensi masalah perilaku di masa depan.
Selain itu, orang tua juga perlu peka terhadap tanda-tanda gangguan kesehatan mental pada anak sedini mungkin. Anak yang tumbuh dalam pola asuh permisif mungkin tidak selalu mengungkapkan perasaan mereka secara langsung.
Oleh karena itu, orang tua harus waspada terhadap perubahan perilaku atau emosi yang dapat menandakan adanya masalah seperti kecemasan, depresi, atau kesulitan tidur. Meski pola asuh permisif memberikan kebebasan, perhatian menyeluruh terhadap kesejahteraan emosional anak tetap diperlukan, termasuk mencari dukungan profesional jika diperlukan.
Terapi atau konseling mungkin menjadi solusi untuk membantu anak belajar mengelola emosinya, terutama jika mereka mulai menunjukkan tanda-tanda stres berlebihan atau kesulitan dalam hubungan sosial.
Dalam mendukung kesehatan mental anak, orang tua harus menyadari bahwa setiap anak memiliki kebutuhan yang unik. Tidak ada satu pendekatan yang tepat untuk semua anak, sehingga fleksibilitas dalam pengasuhan sangat penting.
Pola asuh permisif, meskipun memiliki kelemahan tertentu, dapat lebih efektif jika dipadukan dengan elemen lain dari pola asuh yang lebih seimbang, seperti pola asuh otoritatif. Dalam pola asuh otoritatif, orang tua memberikan perhatian yang hangat dan responsif, disertai dengan aturan yang jelas dan konsisten. Dengan demikian, anak dapat belajar tentang pentingnya disiplin, tanggung jawab, dan cara menghadapi tantangan hidup dengan cara yang sehat.
Secara keseluruhan, kesehatan mental anak yang dibesarkan dalam pola asuh permisif dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik positif maupun negatif.
Kunci untuk menciptakan anak yang sehat secara mental adalah memberikan kasih sayang, pemahaman, dan pengawasan yang sesuai, sambil mengajarkan mereka pentingnya batasan dan konsekuensi. Orang tua yang bijaksana akan selalu mencari cara untuk menyeimbangkan kebebasan dan kontrol, sehingga anak dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara emosional dan mental.
Penulis: Meutya Nadjwa Zhaliyanti
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News