Salat Qadha dalam Tinjauan Hadis

Sholat Qadha dalam Tinjauan Hadis
Ilustrasi salat.

Umum sudah mengetahui tentang kewajiban salat fardhu yang mesti ditunaikan di dalam waktunya. Hal ini merupakan sebagian daripada syarat sah salat yang mesti dipatuhi oleh setiap Muslim. Salat dalam Islam memiliki kadar yang besar, kepentingan yang menyeluruh serta peran yang agung.

Dalam agama Islam, salat juga memiliki kedudukan yang sangat istimewa dibanding dengan amalan-amalan ibadah yang lainnya karena amalan salat ialah tiangnya agama sedangkan agama ini akan tegak dengan salat.

Meninggalkan salat ialah perkara yang teramat bahaya. Di dalam firman Allah SWT berbagai macam ancaman yang sudah sepatutnya membuat seseorang khawatir akan akibat pelaku yang meninggalkannya serta lebih terkhususnya lagi bagi orang yang dibebani (Mukhallaf).

Bacaan Lainnya
DONASI

Terdapat dua alasan syar’i yang bisa diperbolehkan salat dilaksanakan di luar waktu yang telah ditentukan atau salat di luar waktunya yakni sholat qadha. Pendapat ulama mengenai qadha salat baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak, lalu pada kenyataannya banyak manusia yang lalai mengerjakan ibadah salat.

Sebagai bukti bahwa Allah tidak memberikan beban berat kepada hambahnya dan selalu memberikan kemudahan pada manusia ialah pemberian keringan (rukhsah) terhadap orang yang berhalangan melakukan ibadah salat dengan jama’ dan qashar juga meng-qadha salatnya.

Menurut para ulama boleh menjama’ sholat ketika dalam kondisi berikut: bahaya (takut), Safar (bepergian), sakit, hujan, haji, selebihnya, mereka berbeda pandangan. Inilah syari’at yang sangat memudahkan, walau bukan berarti mempermudah semuanya tanpa ada petunjuk yang jelas.

Pokok pembahasan dalam artikel ini adalah hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi nomor indeks 163 dan hadis Imam Bukhori nomor indeks 598.

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَبِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا وَفِي الْبَاب عَنْ سَمُرَةَ وَأَبِي قَتَادَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَيُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَنَّهُ قَالَ فِي الرَّجُلِ يَنْسَى الصَّلَاةَ قَالَ يُصَلِّيهَا مَتَى مَا ذَكَرَهَا فِي وَقْتٍ أَوْ فِي غَيْرِ وَقْتٍ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَإِسْحَقَ وَيُرْوَى عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ نَامَ عَنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ فَاسْتَيْقَظَ عِنْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ فَلَمْ يُصَلِّ حَتَّى غَرَبَتْ الشَّمْسُ وَقَدْ ذَهَبَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْكُوفَةِ إِلَى هَذَا وَأَمَّا أَصْحَابُنَا فَذَهَبُوا إِلَى قَوْلِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Bisyr bin Mu’adz, mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Qatadah dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa lupa mengerjakan salat, maka hendaklah ia mengerjakannya ketika ingat.” Ia berkata, “Dalam bab ini juga ada riwayat dari Samrah dan Abu Qatadah.” Abu Isa berkata, “Hadits Anas ini derajatnya hasan shahih.” Telah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, bahwa ia menyebutkan tentang seseorang yang lupa mengerjakan salat, ia berkata, “Hendaklah ia salat kapan saja ketika ia ingat, baik dalam waktu atau di luar waktunya.” Ini adalah pendapat yang diambil oleh Syafi’i, Ahmad bin Hambal dan Ishaq.” Diriwayatkan pula dari Abu Bakrah, bahwa ia pernah tertidur hingga tidak mengerjakan salat Asar, dan ia terbangun ketika matahari telah terbenam, maka ia pun tidak mengerjakan salat hingga matahari terbenam.” Sebagian penduduk Kufah berpendapat seperti ini, adapun sahabat-sahabat kami, mereka berpegangan sebagaimana yang diamalkan oleh Ali bin  Abi Thalib radhiallahu’anhu.”

Hadis di atas memiliki cakupan kajian yang sangat luas, mulai dari unsur hadisnya yakni sanad, matan, rawi, dan juga kajian pada pemahaman atas pemaknaan hadisnya. Ini disebut sebagai studi ma’anil hadis yang lebih dikenal dengan studi yang membahas terkait bagaimana pemahaman dalam pemaknaan hadis itu dibahas.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwasanya hadis bisa saja ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan realitas zamannya sehingga dimungkinkan hadis pada zaman itu tidak relevan dengan zaman sekarang ini, akan tetapi masih tetap bisa dijadikan sebagai suatu rujukan dan perbandingan dalam pemahaman hadis di masa saat ini.

Penulis: Dewi Sasmita Hijriyanti
Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI